Nasional

Ledakan Kos-kosan Ilegal di Blitar: Sewa Per Jam Subur, Ancaman Keamanan dan Moralitas Meningkat

Pertumbuhan pesat kos-kosan di Kota Blitar telah mencapai titik mengkhawatirkan, memicu kekhawatiran mendalam di kalangan masyarakat dan pemerintah daerah. Ekspansi properti kos, baik yang beroperasi secara legal maupun ilegal, telah menjadi sorotan utama, menimbulkan berbagai persoalan kompleks yang melampaui sekadar isu ekonomi. Fenomena ini telah merambah ke berbagai aspek kehidupan sosial, tata ruang kota, serta berpotensi mengancam keamanan dan moralitas masyarakat.

Dari pengamatan langsung di lapangan, terlihat jelas bahwa kos-kosan dengan model kamar berderet telah menjamur di hampir setiap sudut Kota Blitar. Kehadirannya tidak lagi terbatas pada area sekitar kampus atau perkantoran, melainkan telah merambah ke gang-gang sempit yang padat penduduk. Papan bertuliskan "Terima Kost Putri/Putra/Campur" menjadi pemandangan umum, menandakan masifnya pertumbuhan bisnis kos-kosan di kota ini.

Ironisnya, tidak semua kos-kosan tersebut beroperasi dengan izin yang sah. Kos-kosan ilegal semakin menjamur, bahkan beberapa di antaranya secara terang-terangan menawarkan fasilitas sewa per jam. Praktik ini memicu kekhawatiran mendalam, karena berpotensi menjadi sarang berbagai aktivitas kriminal, peredaran narkoba, hingga prostitusi.

Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Blitar mengakui kesulitan dalam melakukan pengawasan terhadap kos-kosan, terutama karena adanya celah dalam peraturan yang mengatur izin pendirian kos. Regulasi yang ada saat ini hanya mewajibkan rumah kos dengan lebih dari 10 kamar untuk mengurus izin. Sementara itu, rumah kos yang memiliki 9 kamar atau kurang, tidak diwajibkan untuk mengurus izin, sehingga menyulitkan pengawasan oleh pihak berwenang.

Kepala Satpol PP Kota Blitar, Ronny Yoza Pasalbessy, mengungkapkan frustrasinya terkait situasi ini. Ia menjelaskan bahwa aturan yang ada memberikan celah bagi pengusaha kos-kosan untuk menghindari kewajiban perizinan, sehingga menyulitkan upaya pengawasan dan penegakan hukum. "Cukup banyak, karena secara aturan mereka bisa mengurus izin kalau 10 kamar lebih baru bisa izin, sementara kalau 10 kamar ke bawah tidak usah izin, inilah yang menjadi kendala," kata Ronny, Jumat (5/9/2025).

Ledakan Kos-kosan Ilegal di Blitar: Sewa Per Jam Subur, Ancaman Keamanan dan Moralitas Meningkat

Kondisi ini diperparah oleh dugaan keterlibatan beberapa pejabat daerah di Kota Blitar yang memiliki usaha rumah kos. Konflik kepentingan ini semakin mempersulit penegakan aturan dan pengawasan yang lebih ketat. Masyarakat sipil dan organisasi non-pemerintah (ORNOP) menuntut transparansi dan akuntabilitas dari pemerintah daerah dalam menangani masalah ini. Mereka mendesak agar dilakukan audit terhadap kepemilikan kos-kosan oleh pejabat publik untuk memastikan tidak ada penyalahgunaan wewenang atau konflik kepentingan.

Dalam razia yang dilakukan oleh petugas gabungan pada Minggu (8/12/2024), sedikitnya 15 pasangan tanpa surat nikah dan satu penjual miras terjaring. Temuan ini semakin mempertegas urgensi tindakan nyata untuk menanggulangi masalah yang timbul akibat maraknya kos-kosan ilegal. Razia ini hanyalah puncak gunung es, menunjukkan bahwa aktivitas ilegal di kos-kosan telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan.

Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Blitar juga menyadari pertumbuhan pesat rumah kos. Kepala DPMPTSP Kota Blitar, Heru Eko Pramono, mengungkapkan bahwa hampir setiap hari ada permohonan izin untuk pendirian rumah kos. Namun, ia merasa ada keanehan karena pertumbuhan rumah kos tidak sebanding dengan jumlah penduduk Kota Blitar yang hanya sekitar 150 ribu jiwa. "Hunian kos-kosan itu cukup tinggi sekali pertumbuhannya, hampir setiap hari itu keluar masuk orang yang mau izin untuk mendirikan kos-kosan," ujar Heru.

Data dari DPMPTSP Kota Blitar mencatat, sejak tahun 2013 hingga 2024, hanya sekitar 135 unit rumah kos yang telah memiliki izin. Sementara itu, melalui sistem Online Single Submission (OSS), hanya ada 55 unit yang tercatat. Di tengah maraknya pendirian kos, data ini terasa kontras, menunjukkan bahwa pengawasan terhadap rumah kos yang berizin masih sangat minim. Ketidaksesuaian antara jumlah kos-kosan yang beroperasi dengan jumlah yang memiliki izin menunjukkan adanya masalah serius dalam sistem perizinan dan pengawasan.

Fenomena ini memperlihatkan adanya ketimpangan dalam pengaturan tata ruang dan pengawasan terhadap rumah kos di Kota Blitar. Wilayah Kecamatan Sananwetan, misalnya, mencatat pertumbuhan rumah kos yang sangat tinggi, namun rumah kos yang berizin tetap sedikit. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas perencanaan tata ruang kota dan kemampuan pemerintah daerah dalam mengendalikan pertumbuhan properti komersial.

Dengan semakin meningkatnya jumlah pendatang yang menetap di Kota Blitar, penting bagi pemerintah dan pihak terkait untuk segera melakukan kajian serta tindakan nyata agar industri rumah kos tidak semakin meluas tanpa kendali. Pemerintah daerah harus proaktif dalam merumuskan kebijakan yang komprehensif dan berkelanjutan untuk mengatur industri kos-kosan. Kebijakan ini harus mencakup aspek perizinan, pengawasan, penegakan hukum, serta pemberdayaan masyarakat.

Selain itu, perlu adanya koordinasi yang lebih baik antara berbagai instansi pemerintah terkait, seperti Satpol PP, DPMPTSP, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR), serta kepolisian. Koordinasi ini penting untuk memastikan bahwa semua aspek terkait dengan industri kos-kosan diawasi dan ditangani secara efektif.

Pemerintah daerah juga perlu melibatkan partisipasi aktif masyarakat dalam proses pengambilan keputusan terkait pengaturan industri kos-kosan. Masyarakat dapat memberikan masukan dan saran yang berharga untuk membantu pemerintah daerah merumuskan kebijakan yang lebih efektif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.

Di samping itu, penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang risiko dan dampak negatif yang terkait dengan kos-kosan ilegal. Kampanye edukasi publik dapat membantu masyarakat untuk lebih waspada dan melaporkan aktivitas mencurigakan yang terjadi di sekitar mereka.

Pemerintah daerah juga perlu bekerja sama dengan pemilik kos-kosan yang legal untuk meningkatkan standar keamanan dan kenyamanan di tempat mereka. Program pelatihan dan sertifikasi dapat membantu pemilik kos-kosan untuk meningkatkan kualitas layanan mereka dan memastikan bahwa mereka mematuhi semua peraturan yang berlaku.

Terakhir, pemerintah daerah perlu memperkuat penegakan hukum terhadap kos-kosan ilegal. Tindakan tegas harus diambil terhadap pemilik kos-kosan yang melanggar peraturan, termasuk pencabutan izin usaha dan penutupan tempat usaha. Penegakan hukum yang efektif akan memberikan efek jera bagi pelaku pelanggaran dan mencegah praktik serupa di masa depan.

Dengan tindakan yang komprehensif dan berkelanjutan, pemerintah daerah dapat mengatasi masalah pertumbuhan kos-kosan ilegal di Kota Blitar dan memastikan bahwa industri ini memberikan manfaat yang optimal bagi masyarakat. Industri kos-kosan yang terkelola dengan baik dapat memberikan kontribusi positif bagi perekonomian daerah, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Namun, jika tidak dikelola dengan baik, industri ini dapat menjadi sumber masalah sosial, keamanan, dan lingkungan yang serius. Oleh karena itu, tindakan segera dan terkoordinasi sangat diperlukan untuk mengatasi tantangan ini.

Ledakan Kos-kosan Ilegal di Blitar: Sewa Per Jam Subur, Ancaman Keamanan dan Moralitas Meningkat

Related Articles