5.606 Buruh Tembakau di Lumajang Dapat Perlindungan BPJS Ketenagakerjaan dari DBHCHT

Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, mengukir langkah progresif dalam menjamin kesejahteraan buruh tembakau melalui program perlindungan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Inisiatif krusial ini dibiayai sepenuhnya dari Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT), menegaskan komitmen pemerintah daerah untuk menyejahterakan sektor pekerja rentan yang menjadi tulang punggung ekonomi lokal. Sebanyak 5.606 buruh tani tembakau di berbagai sentra produksi tembakau di Lumajang kini dapat bernapas lega, terbebas dari beban iuran dan terlindungi dari berbagai risiko kerja yang inheren dalam profesi mereka. Program ini secara efektif mengkaver kebutuhan jaminan sosial mereka selama tujuh bulan, terhitung sejak Juni hingga Desember 2025, sebuah periode krusial yang mencakup puncak musim panen tembakau.
Alokasi anggaran yang digelontorkan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lumajang untuk membiayai iuran BPJS Ketenagakerjaan bagi seluruh buruh tani tembakau ini tidaklah sedikit, mencapai angka Rp659.265.600. Dana ini merefleksikan pengakuan pemerintah terhadap kontribusi signifikan buruh tembakau dalam rantai pasok industri tembakau yang pada akhirnya juga menyumbang pendapatan negara melalui cukai. Dwi Wahyono, Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Lumajang, menyambut baik kebijakan ini dengan penuh syukur. Beliau mengungkapkan bahwa selama tujuh bulan terakhir, sejak Juni hingga Desember 2025, ribuan buruh tembakau yang menjadi anggotanya tidak lagi perlu memikirkan pembayaran iuran BPJS Ketenagakerjaan mereka. "Alhamdulillah, ini iurannya (BPJS Ketenagakerjaan) tidak ditanggung kami sebagai penerima lagi seperti dulu, sekarang ditanggung pemerintah," kata Dwi di Lumajang pada Selasa (16/9/2025). Pernyataan ini tidak hanya mencerminkan rasa terima kasih, tetapi juga menandakan sebuah pergeseran paradigma penting dalam perlindungan sosial, di mana tanggung jawab beralih dari individu yang rentan kepada negara melalui mekanisme dana bagi hasil.
Perlindungan terhadap buruh tani tembakau memang sangat esensial dan mendesak. Sektor tembakau, meskipun seringkali menjadi subjek perdebatan, tidak dapat dipungkiri menyumbang pendapatan negara yang cukup besar melalui cukai. Sebagian dari pendapatan cukai ini kemudian dikembalikan kepada daerah penghasil tembakau dalam bentuk DBHCHT, yang salah satu peruntukannya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, termasuk pekerja di sektor tembakau itu sendiri. Lumajang sebagai salah satu sentra produksi tembakau di Jawa Timur, mendapatkan dana sharing dari pemerintah pusat dari hasil cukai tembakau, dan penggunaan dana tersebut untuk perlindungan BPJS Ketenagakerjaan adalah implementasi nyata dari amanat undang-undang dan semangat keadilan sosial. Ini adalah langkah konkret yang menunjukkan bahwa keuntungan dari industri tembakau juga turut dialirkan kembali untuk melindungi mereka yang berada di garda terdepan produksinya, yang seringkali menghadapi risiko pekerjaan yang tinggi dengan pendapatan yang tidak menentu.
Mediator Hubungan Industrial Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Lumajang, Betty Triana Kartika Wiyati, menjelaskan lebih lanjut mengenai detail implementasi perlindungan ini. Menurutnya, perlindungan BPJS Ketenagakerjaan bagi buruh tani tembakau ini diberikan selama periode tujuh bulan, sebuah durasi yang disesuaikan dengan siklus tanam dan panen tembakau yang intensif. Nominal iuran BPJS Ketenagakerjaan yang ditanggung pemerintah untuk setiap buruh tani tembakau adalah sebesar Rp16.800 per orang setiap bulan. Angka ini mungkin terlihat kecil secara individual, namun memiliki dampak besar ketika ditanggung secara kolektif oleh pemerintah daerah. Jika dihitung secara kumulatif selama tujuh bulan, Pemkab Lumajang mengeluarkan Rp117.600 untuk membayar iuran BPJS setiap orang. Dengan total 5.606 buruh, kalkulasi akhir menunjukkan bahwa total iuran BPJS yang ditanggung Pemkab Lumajang dari DBHCHT mencapai Rp659.265.600. Angka ini merupakan investasi signifikan dalam modal manusia dan kesejahteraan sosial.
Manfaat dari BPJS Ketenagakerjaan ini sangat vital bagi buruh tani tembakau. Betty Triana Kartika Wiyati menekankan bahwa jaminan ini dapat digunakan petani tembakau untuk berobat apabila terjadi kecelakaan kerja, sebuah risiko yang tidak bisa dihindari dalam pekerjaan fisik yang berat dan seringkali dilakukan di lapangan dengan peralatan sederhana. "Jadi, biar terlindungi jaminan sosial, mereka butuh jaminan keselamatan kerja. Nanti kalau ada risiko kecelakaan, pembiayaan berobatnya ditanggung. Kemudian kalau misalkan ketika bekerja itu terjadi kecelakaan hingga meninggal, juga keluarganya bisa dapat santunan," jelasnya. Ini mencakup program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) yang menanggung biaya pengobatan dan rehabilitasi tanpa batasan biaya sesuai indikasi medis, serta Jaminan Kematian (JKM) yang memberikan santunan kepada ahli waris jika pekerja meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja, atau santunan yang lebih besar jika meninggal akibat kecelakaan kerja. Perlindungan ini memberikan ketenangan pikiran bagi buruh dan keluarganya, mengurangi beban finansial yang sangat besar apabila terjadi musibah tak terduga.
Subechan, Kepala Dinas Ketenagakerjaan Lumajang, menegaskan bahwa bantuan jaminan sosial ini secara spesifik diberikan kepada buruh tani tembakau, bukan kepada petani pemilik lahan. Penjelasan ini penting untuk menghindari kesalahpahaman dan memastikan bahwa bantuan tepat sasaran. "Jadi yang kami cover adalah para buruh tani tembakau, bukan petaninya. Karena DBHCHT ini memang diarahkan untuk pekerja di sektor tembakau yang tergolong rentan dan belum memiliki jaminan sosial ketenagakerjaan," ungkapnya. Buruh tani tembakau seringkali bekerja secara informal, tanpa kontrak kerja yang jelas, dan dengan upah harian atau borongan. Kondisi ini menempatkan mereka dalam kategori pekerja rentan yang sangat membutuhkan jaring pengaman sosial. Mereka adalah individu yang paling terdampak oleh fluktuasi harga tembakau, kondisi cuaca ekstrem, dan risiko kesehatan akibat paparan pestisida atau pekerjaan fisik yang berat. Dengan demikian, pemberian jaminan sosial kepada mereka adalah bentuk keadilan sosial yang mendasar. Penerima manfaat program ini tersebar di beberapa wilayah penghasil tembakau utama di Lumajang, memastikan cakupan yang merata di seluruh daerah yang memiliki konsentrasi buruh tembakau.
Inisiatif ini tidak hanya sekadar memberikan perlindungan sesaat, tetapi juga membangun fondasi yang lebih kuat untuk kesejahteraan jangka panjang buruh tembakau di Lumajang. DBHCHT, yang merupakan bagian dari penerimaan negara yang berasal dari cukai hasil tembakau, dialokasikan kembali kepada daerah penghasil dalam persentase tertentu. Berdasarkan regulasi, penggunaan DBHCHT diatur dengan jelas, salah satunya adalah untuk program peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri, sosialisasi ketentuan di bidang cukai, pemberantasan barang kena cukai ilegal, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, termasuk perlindungan sosial bagi pekerja di sektor tembakau. Dengan mengalokasikan dana ini untuk BPJS Ketenagakerjaan, Pemkab Lumajang telah secara efektif menerjemahkan amanat undang-undang menjadi tindakan nyata yang berdampak langsung pada kehidupan ribuan warganya. Program ini juga diharapkan dapat mengurangi angka kemiskinan dan ketimpangan di kalangan pekerja informal di Lumajang, serta memberikan rasa aman dalam menjalankan profesi yang penuh tantangan.
Melihat ke depan, keberlanjutan program semacam ini menjadi krusial. Tantangan yang mungkin muncul antara lain adalah fluktuasi harga tembakau yang dapat mempengaruhi pendapatan daerah dari cukai, serta dinamika regulasi terkait DBHCHT. Namun, dengan adanya komitmen yang kuat dari Pemkab Lumajang dan dukungan dari Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), diharapkan program perlindungan ini dapat terus berlanjut dan bahkan diperluas jangkauannya di masa mendatang. Pengalaman di Lumajang ini bisa menjadi model bagi daerah-daerah penghasil tembakau lainnya di Indonesia untuk mengoptimalkan penggunaan DBHCHT demi kesejahteraan pekerja di sektor tembakau, yang seringkali terpinggirkan dari perhatian publik dan perlindungan sosial formal. Ini adalah bukti nyata bahwa kolaborasi antara pemerintah daerah, organisasi masyarakat sipil, dan lembaga jaminan sosial dapat menciptakan dampak positif yang signifikan bagi kehidupan masyarakat.
Secara keseluruhan, perlindungan BPJS Ketenagakerjaan bagi 5.606 buruh tembakau di Lumajang yang dibiayai dari DBHCHT adalah sebuah terobosan penting. Ini bukan hanya tentang angka-angka atau anggaran, melainkan tentang pengakuan martabat pekerja, pemberian hak dasar atas jaminan sosial, dan upaya nyata pemerintah untuk hadir di tengah-tengah masyarakat yang paling membutuhkan. Harapan besar tersemat agar program ini tidak hanya berhasil dalam pelaksanaannya, tetapi juga menjadi pemicu untuk inisiatif serupa di sektor-sektor informal lainnya, mewujudkan Indonesia yang lebih adil dan sejahtera bagi seluruh rakyatnya.
Baca berita lainnya di Google News atau langsung di halaman Indeks Berita rakyatindependen.id