Kisah Robbi, Inspirasi Sumenep Kejar Imunisasi Campak 100%: UNICEF Desak Percepatan Demi Perlindungan Anak.

Keceriaan kembali menyelimuti rumah Narso (41) di Kecamatan Kalianget, Kabupaten Sumenep, Madura. Ahmad Dairobbi (8), putra kesayangannya, kini bisa kembali beraktivitas riang bersama teman-temannya, berlari di halaman, dan tertawa lepas setelah melewati dua pekan yang penuh tantangan. Robbi baru saja pulih dari serangan penyakit campak, sebuah pengalaman yang mendebarkan bagi seluruh keluarganya. Tim medis dari Puskesmas setempat telah memastikan kondisinya berangsur membaik dan kini dinyatakan sembuh total, menandai berakhirnya masa-masa penuh kekhawatiran yang meliputi rumah mereka.
Bagi Narso, periode perawatan Robbi bukan hanya sekadar urusan medis, melainkan sebuah ujian emosional yang mendalam dan pelajaran berharga tentang pentingnya kewaspadaan. "Waktu itu hati saya remuk sekali melihatnya. Badannya panas tinggi sekali, suhunya tidak turun-turun, kemudian mulai muncul bintik-bintik merah di sekujur tubuhnya, dan dia menjadi sangat lemas, tidak nafsu makan, bahkan untuk minum pun sulit," kenang Narso dengan nada yang masih menyimpan jejak kecemasan, Selasa (23/9/2025). Ia menceritakan bagaimana Robbi yang biasanya aktif dan penuh energi, mendadak kehilangan gairah hidup, hanya terbaring lemah dengan tatapan kosong. Malam-malam Narso dan istrinya dihabiskan untuk menjaga Robbi, mengompres dahinya, dan berdoa tanpa henti.
Kini, pemandangan yang tersaji sangat berbeda. Robbi sudah kembali ceria, tawanya renyah mengisi sudut-sudut rumah. Sore itu, ia tampak asyik duduk di teras rumahnya, pensil warna di tangannya bergerak lincah di atas kertas, membentuk gambar perahu layar yang gagah—sebuah aktivitas favoritnya yang sempat terhenti karena sakit. "Dia sudah tidak sabar ingin cepat masuk sekolah lagi, bertemu guru dan teman-temannya," tambah Narso, senyum mengembang di wajahnya, menunjukkan kelegaan dan rasa syukur yang tak terhingga atas kesembuhan putranya. Keinginan Robbi untuk kembali ke bangku sekolah bukan hanya menandakan pemulihan fisiknya, tetapi juga semangat hidupnya yang kembali membara.
Narso berharap, pengalaman pahit yang dialami keluarganya dapat menjadi pengingat yang kuat bagi orang tua lain di Sumenep dan seluruh Indonesia untuk lebih waspada terhadap gejala campak dan, yang paling utama, untuk memastikan anak-anak mereka mendapatkan imunisasi lengkap sesuai jadwal. "Kunci utamanya itu pencegahan. Jangan sampai menunggu anak sakit dulu baru menyesal. Imunisasi lengkap itu sangat, sangat penting. Itu adalah benteng pertama dan terbaik untuk melindungi anak kita dari penyakit berbahaya seperti campak," tegas Narso, suaranya mengandung pesan mendalam yang lahir dari pengalaman nyata. Pesan ini bukan hanya tentang melindungi anak pribadi, tetapi juga tentang kontribusi terhadap kesehatan komunitas secara keseluruhan.
Penyakit campak sendiri merupakan infeksi virus yang sangat menular, ditandai dengan ruam kulit, demam tinggi, batuk, pilek, dan mata merah. Meskipun sering dianggap sebagai penyakit anak-anak yang umum, campak dapat menyebabkan komplikasi serius, termasuk pneumonia, diare berat, infeksi telinga, kerusakan otak, bahkan kematian, terutama pada anak-anak yang kurang gizi atau memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah. Imunisasi adalah cara paling efektif untuk mencegah penyebaran campak dan mengurangi risiko komplikasi tersebut.
Menyadari urgensi tersebut, Program Outbreak Response Immunization (ORI) Campak di Kabupaten Sumenep telah diperpanjang hingga 27 September 2025. Perpanjangan ini adalah upaya krusial untuk mengejar target cakupan imunisasi yang diperlukan guna menciptakan kekebalan kelompok (herd immunity) dan memutus rantai penularan virus. Berdasarkan laporan terbaru dari Dinas Kesehatan Kabupaten Sumenep hingga Senin (22/9/2025) pukul 16.00 WIB, cakupan imunisasi campak baru mencapai 69.713 anak atau sekitar 94,2 persen dari target minimal 73.969 anak usia 9 bulan hingga 7 tahun. Angka 94,2 persen, meskipun terlihat tinggi, masih sedikit di bawah ambang batas minimal 95 persen yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk mencapai kekebalan kelompok yang efektif.
Analisis lebih lanjut terhadap rincian cakupan menunjukkan adanya variasi yang signifikan antar kelompok usia. Kelompok usia 9 hingga kurang dari 12 bulan tercatat 2.824 anak atau 83,0 persen, usia 12 hingga 47 bulan mencapai 28.603 anak atau 91,6 persen, usia 4 hingga 6 tahun menunjukkan capaian tertinggi dengan 26.184 anak atau 99,5 persen, dan kelompok usia 7 tahun mencapai 12.102 anak atau 92,9 persen. Data ini memperlihatkan bahwa meskipun kelompok usia 4-6 tahun hampir sempurna, beberapa kelompok usia lainnya, terutama bayi di bawah satu tahun dan balita, masih belum memenuhi target minimal 95 persen. Kesenjangan ini menciptakan kantong-kantong kerentanan di mana virus campak dapat dengan mudah menyebar, berpotensi memicu gelombang kasus baru.
Selain tantangan dalam mencapai target cakupan kumulatif, program ini juga dihadapkan pada rendahnya capaian harian. Pada hari Senin lalu, misalnya, hanya 579 anak (0,7 persen) yang berhasil diimunisasi dari target harian minimal 3.522 anak (4,8 persen) yang harus dicapai untuk memenuhi target keseluruhan tepat waktu. Angka ini mengindikasikan bahwa laju imunisasi masih sangat lambat dan memerlukan dorongan yang signifikan. Lebih jauh lagi, masalah pelaporan juga menjadi sorotan. Hingga saat ini, baru 14 dari 26 puskesmas di Kabupaten Sumenep (sekitar 53,8 persen) yang telah melaporkan data cakupan imunisasi mereka, sementara 12 puskesmas lainnya masih belum mengirimkan laporan. Keterlambatan dan ketidaklengkapan data ini menghambat pemantauan yang akurat dan respons yang cepat terhadap area-area yang membutuhkan intervensi. Tanpa data yang valid dan terkini, sulit bagi Dinas Kesehatan untuk mengidentifikasi hambatan, mengalokasikan sumber daya secara efisien, dan memastikan tidak ada anak yang terlewatkan.
Menanggapi situasi ini, Kepala Perwakilan UNICEF Pulau Jawa, Arie Rukmantara, menegaskan perlunya percepatan yang serius. "Kami sangat mengapresiasi kerja keras dan dedikasi tinggi yang telah ditunjukkan oleh seluruh tenaga kesehatan di Sumenep. Namun, dengan cakupan yang masih berada di angka 94,2 persen, jelas dibutuhkan langkah-langkah percepatan yang lebih masif dan terkoordinasi," ujarnya. Arie menambahkan bahwa percepatan ini harus mencakup penguatan sistem pelaporan data agar lebih akurat dan tepat waktu, serta mobilisasi masyarakat yang lebih efektif untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi.
"Satu saja anak terlewat, itu sudah terlalu banyak. Setiap anak memiliki hak fundamental untuk mendapatkan perlindungan melalui imunisasi," tegas Arie, menekankan bahwa di balik setiap angka statistik, ada nyawa anak-anak yang harus dilindungi. Ia menjelaskan bahwa cakupan imunisasi di bawah 95 persen masih berisiko tinggi memicu penyebaran kasus baru dan bahkan wabah. Kekebalan kelompok, yang melindungi mereka yang tidak dapat divaksinasi (misalnya bayi terlalu muda atau individu dengan kondisi medis tertentu), hanya dapat tercapai jika sebagian besar populasi telah divaksinasi. Karena itulah, UNICEF, bersama Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, dan Dinas Kesehatan Kabupaten Sumenep, menyepakati perpanjangan periode ORI Campak hingga 27 September. "Perpanjangan ini adalah kesempatan yang sangat penting dan tidak boleh disia-siakan agar seluruh anak di Sumenep benar-benar terlindungi dari ancaman campak," tambahnya, menyerukan semua pihak untuk bekerja keras di sisa waktu yang ada.
Dinas Kesehatan Sumenep sendiri mengakui bahwa keterlambatan laporan dari puskesmas-puskesmas di lapangan menjadi salah satu faktor utama yang memperlambat pencatatan capaian imunisasi secara keseluruhan. Kepala Dinas Kesehatan Sumenep menjelaskan bahwa pihaknya telah mengeluarkan instruksi tegas kepada seluruh puskesmas untuk segera mempercepat proses pelaporan data agar pemantauan program dapat dilakukan dengan lebih akurat dan intervensi dapat diberikan secara tepat sasaran. Berbagai upaya sedang dilakukan untuk mengatasi kendala pelaporan, termasuk pelatihan bagi petugas dan penyederhanaan prosedur.
Dengan waktu yang tersisa kurang dari sepekan, pemerintah daerah bersama seluruh mitra, termasuk UNICEF, menargetkan capaian minimal 100 persen sebelum batas akhir 27 September. Target ini ambisius namun krusial untuk memastikan Sumenep benar-benar bebas dari ancaman campak. "Setiap anak berhak untuk hidup sehat dan terlindungi dari penyakit yang dapat dicegah. Kami mengimbau kepada seluruh orang tua di Kabupaten Sumenep untuk segera membawa anak-anak mereka ke puskesmas atau pos layanan imunisasi terdekat sebelum tanggal 27 September. Ini adalah investasi terbaik bagi kesehatan dan masa depan anak-anak kita," pungkas Arie, mengakhiri pesannya dengan nada urgensi dan harapan. Kampanye ini bukan hanya tentang mencapai angka, tetapi tentang membangun fondasi kesehatan masyarakat yang lebih kuat dan melindungi generasi mendatang.
rakyatindependen.id