Nasional

PBSI Unisma Mengukuhkan Bahasa Indonesia sebagai Benteng Humaniora di Era Kecerdasan Buatan

Di tengah arus deras disrupsi yang dibawa oleh kemajuan Kecerdasan Buatan (AI) yang kian meresap ke setiap sendi kehidupan, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Universitas Islam Malang (Unisma) mengambil langkah proaktif dan strategis untuk memperkuat fondasi serta posisi Bahasa Indonesia, sastra, dan budaya nasional. Inisiatif krusial ini diwujudkan melalui penyelenggaraan seminar internasional prestisius bertajuk "The 4th International Conference on Language, Literature, and Culture on Education". Melalui forum akademik ini, PBSI Unisma dengan tegas memproklamasikan peran sentral ilmu humaniora sebagai pengendali dan penyeimbang di tengah gelombang inovasi teknologi yang tak terbendung.

Acara yang telah sukses digelar secara hybrid pada tanggal 26-27 September 2025 ini secara khusus mengangkat tema yang sangat relevan dan mendalam: "Humaniora Digital dan Kecerdasan Buatan dalam Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia sebagai wujud dukungan SDG’s 2030". Tema ini tidak hanya mencerminkan kesadaran akan tantangan dan peluang di era digital, tetapi juga menggarisbawahi komitmen PBSI Unisma terhadap Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) yang dicanangkan Perserikatan Bangsa-Bangsa, khususnya dalam konteks pendidikan berkualitas (SDG 4) dan inovasi. Seminar ini bertransformasi menjadi sebuah wadah intelektual yang dinamis, berhasil mempertemukan sekitar 60 pemakalah yang berasal dari berbagai latar belakang riset dan disiplin ilmu, serta lebih dari 50 partisipan aktif yang antusias. Kehadiran para pakar terkemuka dari lima negara – Indonesia, Thailand, Malaysia, Uzbekistan, dan Australia – turut memperkaya perspektif dan kedalaman diskusi, menciptakan dialog lintas budaya dan akademik yang produktif.

Dr. Ifit Novita Sari, M.Pd., selaku Ketua Panitia penyelenggara, dengan penuh keyakinan menegaskan kembali komitmen teguh PBSI Unisma terhadap penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa utama dalam forum internasional ini. Menurutnya, keputusan ini bukan sekadar pilihan, melainkan sebuah amanat yang selaras dengan semangat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 63 Tahun 2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia. Perpres tersebut secara eksplisit mengamanatkan penggunaan Bahasa Indonesia dalam forum-forum resmi yang diselenggarakan di wilayah Republik Indonesia, termasuk konferensi internasional. "Penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa utama dalam seminar internasional ini adalah sebuah komitmen yang tidak bisa ditawar. Hal ini sejalan dengan amanat Perpres Nomor 63 Tahun 2019 dan secara fundamental menjadi bagian tak terpisahkan dari semangat PBSI untuk mendukung gerakan ‘Bahasa Indonesia Mendunia’," tegas Dr. Ifit kepada rakyatindependen.id pada (26/9/2025), menekankan bahwa langkah ini adalah wujud nyata dari upaya melestarikan dan mempromosikan martabat Bahasa Indonesia di kancah global.

Lebih lanjut, Dr. Ifit menjelaskan bahwa seminar ini dirancang dengan visi yang lebih luas, melampaui sekadar forum presentasi hasil penelitian. Seminar ini sengaja dirancang sebagai momentum strategis untuk menjalin dan mempererat kolaborasi lintas bangsa, lintas disiplin ilmu, serta lintas generasi. Tujuannya adalah untuk menciptakan sebuah ruang diskusi yang produktif dan inovatif mengenai bagaimana humaniora digital dan kecerdasan buatan dapat dimanfaatkan secara optimal dalam memajukan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Kolaborasi semacam ini diharapkan mampu melahirkan gagasan-gagasan baru, metodologi pengajaran yang adaptif, serta solusi-solusi kreatif dalam menghadapi tantangan era digital.

Dukungan penuh dan apresiasi yang tinggi juga datang dari jajaran pimpinan universitas. Wakil Rektor 1 Unisma, dr. Hj. Erna Sulistyowati, M.Kes., Ph.D., yang hadir mewakili Rektor, menyambut hangat inisiatif seminar ini sebagai sebuah kegiatan akademik yang sangat membanggakan dan strategis. Beliau menyoroti pentingnya forum semacam ini dalam memposisikan Unisma, khususnya PBSI dan FKIP, sebagai garda terdepan dalam merespons perkembangan global. "Ini menjadi suatu kebanggaan besar bagi kita, baik dari PBSI, dari FKIP, dari UNISMA secara institusi, dan tentunya bagi bangsa Indonesia secara keseluruhan. Kami menyambut hangat konferensi ini dengan harapan besar agar kita semua bisa saling berbagi hasil penelitian dan inovasi pembelajaran kepada seluruh praktisi, akademisi, dan mahasiswa yang hadir, sekaligus memperkuat jejaring keilmuan," ujar dr. Erna, menyoroti nilai tambah dari pertukaran pengetahuan dan pengalaman.

PBSI Unisma Mengukuhkan Bahasa Indonesia sebagai Benteng Humaniora di Era Kecerdasan Buatan

Perspektif yang lebih mendalam dan filosofis disampaikan oleh Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Unisma, Dr. Hamiddin, M.Pd. Beliau memberikan pengingat penting bahwa secanggih dan sepesat apa pun perkembangan teknologi, terutama Kecerdasan Buatan, elemen kemanusiaan harus tetap menjadi kompas utama dan pengendali moral. Pesan ini menggarisbawahi bahwa kemajuan teknologi harus selalu diimbangi dengan penguatan nilai-nilai etika, moralitas, dan kemanusiaan. "Percepatan Artificial Intelligence memang tidak bisa kita hindari, ia akan terus bergerak maju. Tapi bagaimanapun, yang menjadi kontrol utamanya adalah hati nurani manusia. Tidak ada artificial heart (hati buatan) yang bisa diciptakan. Maka, secepat apapun perkembangan teknologi itu, kontrolnya tetap ada pada sikap kita, pada hati kita, pada nilai-nilai kemanusiaan yang kita pegang," tegas Dr. Hamiddin, memberikan penekanan bahwa pendidikan bahasa dan sastra memegang peranan vital dalam membentuk karakter, kepekaan nurani, dan kemampuan berpikir kritis yang menjadi fondasi kontrol manusia atas teknologi.

Pernyataan Dr. Hamiddin ini memiliki implikasi mendalam bagi peran humaniora, khususnya pendidikan bahasa dan sastra. Di tengah dominasi algoritma dan data, kemampuan manusia untuk berempati, memahami konteks budaya, menganalisis narasi, dan mengambil keputusan etis menjadi semakin krusial. Bahasa, sebagai wadah pemikiran dan ekspresi budaya, adalah alat utama untuk mengembangkan kualitas-kualitas kemanusiaan ini. Melalui sastra, individu diajak menyelami kompleksitas emosi, konflik moral, dan keberagaman pengalaman hidup, yang semuanya tidak dapat direplikasi oleh AI. Pendidikan bahasa yang kuat akan memastikan bahwa generasi mendatang tidak hanya mahir berkomunikasi, tetapi juga memiliki kedalaman pemahaman dan kebijaksanaan untuk menggunakan teknologi secara bertanggung jawab dan bermartabat.

Seminar internasional ini diharapkan tidak hanya menjadi forum diskursus, tetapi juga katalisator yang kuat bagi pengembangan inovasi pendidikan bahasa dan sastra Indonesia di era digital yang transformatif ini. Lebih dari itu, kolaborasi erat yang terjalin antara para akademisi dan pakar dari berbagai negara diharapkan mampu memperkuat posisi Bahasa Indonesia di kancah global, menjadikannya bahasa yang relevan dan diakui dalam diskursus ilmiah dan kebudayaan internasional. Pada akhirnya, semua upaya ini diarahkan untuk memberikan kontribusi nyata terhadap pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) 2030, khususnya dalam mempromosikan pendidikan inklusif dan berkualitas, serta mendorong inovasi yang berlandaskan nilai-nilai kemanusiaan. "Kami berharap seminar internasional ini akan menjadi titik tolak bagi pengembangan berkelanjutan, melahirkan penelitian-penelitian baru yang relevan, serta memperkuat identitas Bahasa Indonesia sebagai bagian tak terpisahkan dari peradaban global," tutup Dr. Hamiddin, dengan optimisme akan masa depan yang cerah bagi Bahasa Indonesia di era AI.

(rakyatindependen.id)

PBSI Unisma Mengukuhkan Bahasa Indonesia sebagai Benteng Humaniora di Era Kecerdasan Buatan

Related Articles