Ponpes Asy-Syarifiy 01 Lumajang Pecat Santri Pelaku Pemberian Larutan HCL, Korban Alami Kerusakan Pencernaan Serius

Pondok Pesantren (Ponpes) Asy-Syarifiy 01 di Desa Pandanwangi, Kecamatan Tempeh, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, telah mengambil tindakan tegas dengan secara resmi mengeluarkan seorang santrinya yang terbukti sengaja memberikan larutan Hydrochloric Acid (HCL) kepada teman sepondoknya. Keputusan ini diambil menyusul insiden serius yang menyebabkan santri korban mengalami kerusakan saluran pencernaan yang parah dan memerlukan perawatan medis intensif jangka panjang. Langkah ekstrem ini menunjukkan komitmen pesantren terhadap keselamatan, disiplin, dan penegakan aturan yang tidak mentolerir tindakan membahayakan nyawa sesama santri.
Insiden tragis ini terjadi pada tanggal 10 Juli 2025, ketika salah satu santri, Dewangga Naufal Al Yusen yang berusia 13 tahun, jatuh sakit setelah mengonsumsi larutan HCL yang diberikan oleh temannya. Kronologi pasti bagaimana larutan berbahaya ini bisa sampai ke tangan Dewangga masih menjadi fokus penyelidikan internal, namun pihak pesantren memastikan bahwa tindakan pemberian HCL tersebut dilakukan dengan sengaja oleh santri berinisial A. Konsumsi larutan kimia korosif ini seketika menyebabkan gangguan serius pada saluran pencernaan Dewangga, memicu rasa sakit yang luar biasa dan kerusakan internal yang signifikan.
Pasca kejadian nahas tersebut, kondisi Dewangga Naufal Al Yusen sangat memprihatinkan. Putra sulung dari pasangan Arif Yusin (37) dan Ratna Purwati (38) ini harus menjalani perawatan intensif dan setiap hari memerlukan asupan nutrisi khusus berupa susu dan obat-obatan tertentu sebagai pengganti makanan normal. Kerusakan pada saluran pencernaan membuatnya tidak bisa mengonsumsi makanan padat secara normal, mengharuskan adaptasi diet yang ketat dan mahal. Kondisi ini bukan hanya menimbulkan penderitaan fisik bagi Dewangga, tetapi juga beban emosional dan finansial yang sangat berat bagi keluarganya. Mereka harus menghadapi kenyataan pahit bahwa anak mereka kini bergantung pada perawatan medis yang berkelanjutan, dengan prospek pemulihan yang mungkin memakan waktu sangat lama, bahkan bisa meninggalkan dampak permanen pada kesehatannya.
Menyikapi masalah krusial yang mengancam keselamatan dan reputasi institusi pendidikan agama tersebut, pihak Ponpes Asy-Syarifiy 01 langsung melakukan serangkaian tindakan. Setelah memastikan fakta-fakta insiden melalui penyelidikan internal, dewan pengurus pesantren sepakat untuk menjatuhkan sanksi terberat kepada santri pelaku. Ahmad Syaifuddin Amin, Dewan Pengurus Ponpes Asy-Syarifiy 01, menegaskan bahwa pihaknya telah bertindak tegas. Pelaku berinisial A, yang secara sadar dan sengaja telah membahayakan nyawa Dewangga, resmi dikeluarkan dari lingkungan pesantren.
"Sudah dikeluarkan, untuk pelaku sudah ditindak tegas, karena memang ini adalah tindakan berat yang sama sekali tidak bisa ditolerir oleh pesantren manapun," terang Amin pada Rabu (1/10/2025). Pernyataan ini mencerminkan sikap tanpa kompromi pesantren terhadap pelanggaran berat yang mengancam keselamatan santri dan mencoreng nilai-nilai kemanusiaan serta keagamaan yang dijunjung tinggi. Amin menambahkan bahwa tindakan seperti ini merupakan preseden buruk yang tidak boleh dibiarkan, mengingat pesantren adalah lembaga pendidikan yang mengedepankan moralitas, etika, dan keselamatan bersama.
Proses pengeluaran pelaku A dari lingkungan pesantren, menurut Amin, tidak dilakukan secara serta-merta. Sebelumnya, pihak Ponpes Asy-Syarifiy 01 telah berupaya menempuh jalur mediasi secara kekeluargaan untuk mencari penyelesaian yang adil dan bijaksana. Mediasi ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada keluarga pelaku untuk menunjukkan itikad baik dan bertanggung jawab atas perbuatan anaknya. Namun, setelah beberapa kali upaya mediasi, proses tersebut menemui jalan buntu.
"Waktu itu tidak langsung kami keluarkan karena kami menunggu itikad baik dari penyelesaian mediasi. Tapi karena sudah mentok mediasi dan pihak keluarga pelaku tidak siap dengan klausa-klausa penyelesaian kekeluargaannya akhirnya kami keluarkan," ungkap Amin. Kegagalan mediasi ini mengindikasikan adanya ketidaksepahaman atau ketidaksiapan dari pihak keluarga pelaku untuk memenuhi tuntutan atau tanggung jawab yang diharapkan dalam penyelesaian kekeluargaan, yang kemungkinan besar meliputi biaya pengobatan, kompensasi atas kerugian yang diderita korban, serta jaminan tidak akan mengulangi perbuatan serupa. Kondisi ini memaksa pesantren untuk mengambil keputusan akhir yang tegas demi menjaga nama baik institusi dan memastikan keadilan bagi korban.
Insiden ini menyoroti pentingnya pengawasan ketat terhadap bahan kimia berbahaya di lingkungan pendidikan, termasuk pesantren. Pertanyaan tentang bagaimana larutan HCL dapat diakses oleh santri menjadi sangat relevan. Apakah bahan kimia tersebut disimpan dengan aman dan terkunci? Apakah ada prosedur standar operasional yang ketat terkait penanganan bahan berbahaya? Pihak pesantren diharapkan dapat mengevaluasi dan memperketat protokol keamanan untuk mencegah terulangnya kejadian serupa di masa mendatang. Pengawasan terhadap interaksi antar santri juga perlu ditingkatkan, mengingat kasus ini melibatkan tindakan sengaja yang berpotensi melukai.
Dampak jangka panjang bagi Dewangga Naufal Al Yusen tidak hanya terbatas pada aspek fisik, melainkan juga mental dan psikologis. Trauma akibat insiden ini dapat meninggalkan luka emosional yang mendalam, mempengaruhi kepercayaan dirinya, serta pandangannya terhadap lingkungan sosial. Dukungan psikologis dan konseling mungkin diperlukan untuk membantu Dewangga pulih dari pengalaman pahit ini. Bagi keluarga korban, perjuangan tidak hanya seputar biaya pengobatan yang membengkak, tetapi juga upaya untuk memastikan Dewangga mendapatkan kembali kualitas hidupnya. Mereka berharap agar keadilan ditegakkan sepenuhnya dan pelaku menerima konsekuensi yang setimpal atas perbuatannya.
Kasus ini juga menjadi cerminan bagi lembaga pendidikan lainnya tentang pentingnya pembinaan karakter dan moral yang kuat. Di tengah berbagai tantangan sosial, peran pesantren sebagai benteng moral sangat krusial. Peristiwa pemberian HCL ini menunjukkan bahwa tindakan berbahaya dapat muncul dari berbagai motif, baik itu kenakalan yang melampaui batas, perundungan, atau bahkan motif lain yang lebih gelap. Oleh karena itu, edukasi mengenai empati, tanggung jawab, dan konsekuensi dari setiap tindakan perlu terus-menerus digalakkan.
Keputusan tegas Ponpes Asy-Syarifiy 01 untuk mengeluarkan pelaku adalah langkah yang patut diapresiasi, karena mengirimkan pesan jelas bahwa kekerasan dan tindakan membahayakan nyawa tidak akan ditolerir dalam lingkungan pendidikan. Ini juga menunjukkan komitmen pesantren untuk melindungi santri-santrinya dan menjaga lingkungan belajar yang aman dan kondusif. Namun, kasus ini juga menjadi pengingat bahwa upaya pencegahan harus terus ditingkatkan, baik melalui pengawasan fisik, edukasi moral, maupun pembangunan sistem dukungan psikososial bagi seluruh santri.
Masyarakat Lumajang dan sekitarnya tentu berharap agar Dewangga Naufal Al Yusen dapat segera pulih sepenuhnya dan kembali beraktivitas normal. Kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak tentang pentingnya menjaga keamanan, ketertiban, dan etika di lingkungan pendidikan, terutama ketika melibatkan bahan-bahan berbahaya yang dapat mengancam nyawa. Proses hukum lanjutan, jika ada, juga akan menjadi sorotan publik untuk memastikan bahwa keadilan benar-benar tercapai bagi korban dan keluarganya.
rakyatindependen.id