Nasional

192 Motor dan 9 Mobil Mangkrak di Polres Gresik, Pemilik Tak Kunjung Ambil, Otoritas Bersiap Lelang

Sebanyak 192 unit sepeda motor dan 9 unit mobil dari berbagai merek kini menumpuk tak bertuan di fasilitas penyimpanan Satpas Satlantas Polres Gresik. Kendaraan-kendaraan ini, yang sebagian besar merupakan barang bukti dari kasus kecelakaan lalu lintas dan pelanggaran tilang, telah lama terbengkalai dan tak kunjung diambil oleh pemiliknya. Fenomena ini tidak hanya menciptakan masalah logistik dan kapasitas penyimpanan yang kian menipis, tetapi juga menyoroti kompleksitas masalah kepemilikan dan tanggung jawab pasca-penyitaan kendaraan.

Situasi di gudang penyimpanan barang bukti di Gresik telah mencapai titik kritis. Menurut Kasi Barang Bukti Kejaksaan Negeri (Kejari) Gresik, Bonar Satrio, tumpukan kendaraan ini sudah bertahun-tahun tidak diproses, menyebabkan gudang penyimpanan melebihi kapasitasnya. "Sudah bertahun-tahun tidak diproses sehingga gudang penyimpanan sudah melebihi kapasitas," ujar Bonar Satrio dalam keterangan resminya baru-baru ini. Pernyataan ini menggarisbawahi urgensi bagi pemilik untuk segera mengambil kendaraan mereka sebelum tindakan lebih lanjut diambil oleh pihak berwenang.

Merespons kondisi tersebut, Kejaksaan Negeri Gresik telah memperpanjang masa pengurusan denda tilang dan pengambilan barang bukti kendaraan hingga tanggal 24 Oktober mendatang. Perpanjangan ini adalah upaya terakhir setelah batas waktu sebelumnya, yakni 30 September, hanya melihat satu kendaraan saja yang diproses oleh pemiliknya. Angka yang sangat minim ini, yaitu hanya satu dari lebih dari 200 kendaraan, menunjukkan tingkat kepedulian yang rendah atau mungkin kendala besar yang dihadapi oleh para pemilik.

Sesuai hasil koordinasi intensif dengan berbagai pihak terkait, termasuk kepolisian dan pengadilan, perpanjangan masa pengurusan ini adalah langkah final sebelum otoritas mengambil tindakan tegas. Bonar menjelaskan, jika hingga batas waktu yang ditentukan kendaraan tidak juga diambil, pihaknya akan menerbitkan surat ketetapan penghapusan wewenang mengeksekusi. "Langkah ini kami ambil sebagai dasar hukum untuk dilakukan pelelangan barang bukti. Khusus bagi BB perkara 2021-2023," urainya, menegaskan bahwa kendaraan yang terlibat dalam perkara pada rentang tahun tersebut akan menjadi prioritas dalam proses pelelangan.

Mayoritas pelanggaran yang menyebabkan penyitaan kendaraan ini berkaitan erat dengan kelengkapan surat-surat kendaraan. Banyak di antaranya juga tidak sesuai dengan spesifikasi standar keselamatan saat terjaring razia petugas kepolisian, seperti modifikasi yang tidak sesuai standar atau penggunaan komponen yang tidak layak jalan. Selain itu, Bonar menambahkan bahwa barang bukti yang terindikasi sebagai sarana tindak pidana juga cukup banyak. "Sebab, saat diamankan tidak menyertakan surat-surat kendaraan alias bodong," imbuhnya, menyoroti adanya kendaraan tanpa dokumen resmi yang berpotensi terkait dengan kejahatan.

192 Motor dan 9 Mobil Mangkrak di Polres Gresik, Pemilik Tak Kunjung Ambil, Otoritas Bersiap Lelang

Hingga saat ini, total 192 unit sepeda motor dan 9 unit mobil masih belum ditebus oleh pemiliknya, meskipun kasus-kasus tersebut telah mendapatkan putusan berkekuatan hukum tetap dari pengadilan. Putusan ini berarti bahwa denda telah ditetapkan dan proses hukum telah selesai, namun kewajiban untuk membayar denda dan mengambil kendaraan belum dipenuhi. "Dendanya bervariatif, disesuaikan dengan jumlah dan jenis pelanggarannya," papar Bonar, menjelaskan bahwa besaran denda disesuaikan dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan.

Adapun denda yang harus dibayarkan untuk jenis kendaraan roda dua berkisar antara Rp 75 ribu hingga Rp 250 ribu, sementara untuk kendaraan roda empat berkisar antara Rp 120 ribu hingga Rp 250 ribu. Besaran denda ini ditetapkan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Denda yang relatif terjangkau ini seringkali menjadi pertanyaan mengapa pemilik enggan mengambil kendaraan mereka, mengingat nilai aset yang jauh lebih tinggi.

Fenomena mangkraknya kendaraan di tangan aparat penegak hukum bukanlah masalah baru, dan seringkali menjadi dilema bagi kedua belah pihak. Dari sisi pemilik, beberapa faktor mungkin menjadi alasan utama mengapa kendaraan mereka tidak diambil. Pertama, biaya yang harus dikeluarkan mungkin dianggap lebih besar dari nilai kendaraan itu sendiri, terutama jika kendaraan sudah tua atau rusak parah akibat kecelakaan. Biaya ini tidak hanya mencakup denda tilang atau biaya perbaikan, tetapi juga potensi biaya parkir atau penyimpanan harian yang mungkin dikenakan oleh pihak berwenang. Kedua, proses birokrasi yang panjang dan rumit seringkali membuat pemilik enggan berurusan, terutama jika mereka harus bolak-balik antara kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan. Ketiga, ada pula pemilik yang mungkin tidak memiliki surat-surat lengkap atau terlibat dalam masalah hukum lain yang lebih serius, sehingga takut untuk datang mengambil kendaraannya dan justru tersandung masalah baru. Keempat, ketidaktahuan atau kurangnya informasi mengenai prosedur pengambilan barang bukti juga bisa menjadi faktor. Beberapa pemilik mungkin tidak menerima pemberitahuan secara efektif atau tidak memahami langkah-langkah yang harus mereka ambil.

Bagi aparat penegak hukum, masalah kendaraan mangkrak ini menimbulkan beban yang signifikan. Ruang penyimpanan yang terbatas menjadi salah satu tantangan terbesar. Gudang-gudang yang seharusnya digunakan untuk barang bukti baru kini sesak dipenuhi kendaraan lama yang terbengkalai. Hal ini tidak hanya mengganggu operasional tetapi juga menimbulkan potensi risiko keamanan dan kebersihan. Kendaraan yang terparkir lama di bawah terik matahari dan hujan rentan mengalami kerusakan lebih lanjut, seperti karat yang menggerogoti bodi, ban kempes, hingga komponen mesin yang rusak. Selain itu, kendaraan-kendaraan ini juga bisa menjadi sarang serangga atau bahkan potensi sumber kebakaran jika tidak ditangani dengan baik. Biaya perawatan dan pengawasan juga menjadi beban tambahan bagi anggaran operasional kepolisian dan kejaksaan.

Melihat kondisi ini, langkah pelelangan menjadi solusi yang paling realistis dan sah secara hukum. Proses pelelangan barang bukti yang telah memiliki kekuatan hukum tetap diatur secara ketat untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas. Hasil dari pelelangan ini, setelah dikurangi biaya operasional dan denda yang belum terbayar, biasanya akan disetor ke kas negara sebagai pendapatan non-pajak. Ini adalah upaya untuk mengembalikan sebagian nilai aset yang telah terbengkalai dan sekaligus mengatasi masalah kapasitas penyimpanan. Proses ini juga diharapkan dapat memberikan kesempatan bagi pihak lain yang membutuhkan kendaraan dengan harga terjangkau, meskipun dengan risiko kondisi fisik yang tidak sempurna.

Fenomena kendaraan mangkrak bukan hanya terjadi di Gresik, melainkan menjadi masalah nasional yang dihadapi oleh banyak kota dan kabupaten di Indonesia. Volume kendaraan yang terus meningkat, diiringi dengan berbagai pelanggaran lalu lintas dan kasus kriminalitas, membuat jumlah barang bukti yang disita terus bertambah. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang komprehensif untuk mengatasi masalah ini, mulai dari sosialisasi yang lebih gencar kepada masyarakat mengenai konsekuensi tidak mengambil kendaraan sitaan, hingga penyederhanaan prosedur pengambilan barang bukti. Pemanfaatan teknologi informasi, seperti sistem informasi online yang memungkinkan pemilik melacak status barang bukti dan prosedur pengambilannya, juga bisa menjadi solusi efektif.

Di sisi lain, perlu juga dipertimbangkan adanya program pemutihan denda atau keringanan biaya bagi pemilik kendaraan yang memang menghadapi kendala ekonomi, asalkan mereka menunjukkan itikad baik untuk mengambil kendaraan mereka. Ini bisa menjadi jembatan antara penegakan hukum dan aspek sosial-ekonomi masyarakat. Namun, bagi kendaraan yang memang terkait dengan tindak pidana berat atau yang surat-suratnya terbukti palsu, proses hukum dan pelelangan tetap harus berjalan sesuai aturan yang berlaku.

Dengan batas waktu 24 Oktober yang semakin dekat, otoritas di Gresik berharap para pemilik kendaraan yang masih memiliki hak atas aset mereka untuk segera bertindak. Ini adalah kesempatan terakhir sebelum kendaraan mereka beralih status menjadi aset negara yang akan dilelang. Kehilangan kendaraan karena kelalaian atau ketidakpedulian akan menjadi kerugian ganda bagi pemilik, baik dari segi materi maupun potensi masalah hukum di masa depan. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk memahami hak dan kewajiban mereka sebagai pemilik kendaraan, serta konsekuensi dari tindakan hukum yang diambil oleh aparat penegak hukum.

Masyarakat diharapkan dapat memandang serius imbauan dari pihak Kejaksaan Negeri Gresik ini. Proses pelelangan adalah langkah akhir yang diambil setelah berbagai upaya persuasif dilakukan, dan ini adalah konsekuensi logis dari penumpukan barang bukti yang tidak diklaim. Pada akhirnya, penertiban dan pengelolaan barang bukti yang efektif adalah bagian integral dari sistem peradilan yang sehat dan tertib.

Baca berita lainnya di Google News atau langsung di halaman Indeks Berita rakyatindependen.id

192 Motor dan 9 Mobil Mangkrak di Polres Gresik, Pemilik Tak Kunjung Ambil, Otoritas Bersiap Lelang

Related Articles