Nasional

Gus Imdad Kobarkan Semangat Juang Santri Nurul Jadid: Jihad Modern Lewat Ilmu, Akhlak, dan Pengabdian di Era Digital

Probolinggo – Semangat perjuangan para ulama dan pejuang Islam, yang telah mengukir sejarah gemilang bangsa, terus digaungkan dan diinternalisasi di kalangan santri, sebagai garda terdepan penerus risalah kenabian dan penjaga nilai-nilai kebangsaan. Hal tersebut secara lugas disampaikan oleh Gus Moh. Imdad Robbani, Wakil Kepala Pondok Pesantren Nurul Jadid 1, dalam amanatnya yang penuh inspirasi pada sebuah upacara penting di halaman pesantren, Rabu (22/10/2025). Di hadapan ribuan santri yang berbaris rapi, Gus Imdad menegaskan bahwa medan perjuangan di masa kini telah bertransformasi, tidak lagi menuntut pengorbanan fisik dengan mengangkat senjata, melainkan membutuhkan ketajaman akal, kedalaman ilmu, disiplin belajar yang tiada henti, serta pengabdian tulus kepada masyarakat dan negara.

Gus Imdad, dengan suara berwibawa, mengingatkan seluruh santri akan urgensi menuntut ilmu sebagai pondasi utama perjuangan kontemporer. "Kalau tidak sungguh-sungguh menuntut ilmu, suatu saat kita akan menyesal. Dulu para pejuang mengangkat senjata, kini perjuangan kita melalui ilmu dan amal," ujarnya, menggema di antara para santri. Pernyataan ini bukan sekadar retorika, melainkan sebuah seruan mendalam untuk menyadari bahwa tantangan zaman yang semakin kompleks menuntut respons yang cerdas dan berbasis pengetahuan. Penyesalan di masa depan, lanjutnya, adalah harga mahal yang harus dibayar jika generasi muda pesantren abai terhadap kewajiban intelektual mereka.

Beliau menekankan bahwa momentum peringatan perjuangan para pahlawan dan ulama delapan puluh tahun silam menjadi pengingat krusial bagi generasi muda pesantren. Tanggal tersebut, meskipun tidak merujuk pada peristiwa spesifik yang secara eksplisit disebutkan, secara implisit mengacu pada periode-periode heroik di mana ulama dan santri berdiri di garis depan mempertahankan kemerdekaan dan martabat bangsa. Santri masa kini, kata Gus Imdad, memiliki tanggung jawab moral untuk meneladani keberanian, keikhlasan, dan semangat juang tanpa pamrih dari para pendahulu mereka yang telah berkorban demi tegaknya agama, bangsa, dan tanah air. Keteladanan ini tidak hanya bersifat seremonial, tetapi harus termanifestasi dalam setiap langkah dan keputusan hidup mereka.

"Santri masa kini harus siap melanjutkan perjuangan Rasulullah SAW dan para ulama. Apa pun profesinya nanti, sejatinya itu adalah bagian dari dakwah dan pengabdian," imbuh Gus Imdad. Pernyataan ini membuka cakrawala pemahaman bahwa konsep dakwah dan pengabdian tidak terbatas pada mimbar masjid atau lingkungan pesantren, melainkan merangkum setiap aspek kehidupan profesional dan sosial. Seorang santri, baik yang menjadi guru, dokter, insinyur, petani, pengusaha, atau pejabat, sejatinya adalah duta Islam yang membawa nilai-nilai kebaikan, keadilan, dan kemaslahatan di bidangnya masing-masing. Mereka adalah agen perubahan yang mengintegrasikan nilai-nilai spiritual dengan tuntutan profesionalisme.

Lebih lanjut, Gus Imdad menuturkan bahwa bentuk perjuangan modern harus diwujudkan dalam peningkatan kualitas pendidikan dan penguatan lembaga-lembaga keagamaan. Pesantren, sebagai benteng pendidikan Islam tradisional, memiliki peran vital dalam mencetak generasi yang tidak hanya faqih dalam ilmu agama, tetapi juga cakap dalam ilmu pengetahuan umum dan teknologi. Beliau berharap para santri mampu membawa nilai-nilai Islam ke tengah masyarakat dengan cara yang damai, santun, dan berilmu. Pendekatan dakwah yang bijaksana (hikmah), mauidzah hasanah (nasihat yang baik), dan dialog konstruktif (mujadalah billati hiya ahsan) adalah kunci untuk menyebarkan pesan Islam yang rahmatan lil alamin.

Gus Imdad Kobarkan Semangat Juang Santri Nurul Jadid: Jihad Modern Lewat Ilmu, Akhlak, dan Pengabdian di Era Digital

"Kita tidak lagi berperang di medan laga, tapi berjuang dengan kecerdasan dan keilmuan. Itulah jihad di era digital ini," tegasnya penuh semangat. Gus Imdad menggarisbawahi bahwa era digital, dengan segala kemudahan akses informasi dan konektivitasnya, juga membawa tantangan baru yang tidak kalah berat. Ancaman radikalisme, penyebaran hoaks, disinformasi, serta degradasi moral yang seringkali mewarnai ruang siber, menuntut santri untuk menjadi garda terdepan dalam "jihad digital." Jihad ini adalah perjuangan intelektual untuk menyaring informasi, menyebarkan narasi positif, melawan ekstremisme, dan membangun ekosistem digital yang sehat dan beradab. Kecerdasan dan keilmuan menjadi "senjata" paling ampuh dalam pertempuran ideologi di dunia maya.

Menurut Gus Imdad, ilmu dan akhlak menjadi dua pilar utama yang tak terpisahkan dalam menjaga keberlangsungan dakwah Islam dan pembangunan bangsa. Tanpa keduanya, perjuangan santri akan kehilangan arah, makna, dan esensinya di tengah derasnya arus perubahan zaman. Ilmu tanpa akhlak akan melahirkan kecerdasan yang licik dan destruktif, sementara akhlak tanpa ilmu akan menghasilkan kebaikan yang rentan terhadap manipulasi dan kesesatan. Oleh karena itu, harmoni antara ilmu dan akhlak adalah prasyarat mutlak bagi setiap santri. Keseimbangan ini akan melahirkan individu-individu yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga mulia secara moral, sehingga mampu menjadi teladan bagi masyarakat luas.

"Ilmu yang bermanfaat dan akhlak yang mulia akan menjadi bekal utama kalian di masyarakat. Jangan berhenti belajar, karena ilmu adalah senjata kita hari ini," pesannya. Bekal ini adalah investasi jangka panjang yang akan memandu santri dalam menghadapi berbagai realitas kehidupan pasca-pesantren. Ilmu yang bermanfaat berarti ilmu yang tidak hanya memperkaya diri, tetapi juga membawa kemaslahatan bagi orang lain dan lingkungan. Akhlak yang mulia mencakup kejujuran, integritas, empati, toleransi, dan rasa tanggung jawab sosial. Dengan kombinasi ini, santri diharapkan mampu menjadi agen-agen perubahan yang positif, membawa pencerahan, dan memberikan kontribusi nyata bagi kemajuan bangsa dan umat.

Melalui upacara yang khidmat tersebut, Gus Imdad berharap para santri Pondok Pesantren Nurul Jadid semakin memahami makna perjuangan sesungguhnya. Bahwa menjadi santri bukan hanya sekadar belajar agama secara formal, tetapi juga mengemban misi suci untuk menghidupkan semangat keilmuan yang progresif dan semangat pengabdian yang tanpa batas kepada umat, bangsa, dan kemanusiaan. Pesantren Nurul Jadid, dengan sejarah panjangnya dalam mencetak ulama dan cendekiawan, terus berkomitmen untuk membekali santrinya dengan kapasitas intelektual dan moral yang mumpuni, agar mereka siap menjadi pemimpin masa depan yang berintegritas, berwawasan luas, dan berjiwa pengabdi. Mereka adalah pewaris sah perjuangan ulama yang akan terus menjaga obor peradaban Islam dan Indonesia.

[ada/aje]
Baca berita lainnya di Google News atau langsung di halaman Indeks Berita rakyatindependen.id

Gus Imdad Kobarkan Semangat Juang Santri Nurul Jadid: Jihad Modern Lewat Ilmu, Akhlak, dan Pengabdian di Era Digital

Related Articles