Nasional

Blitar Bergejolak: Mutasi Jabatan Picu Laporan Wawali ke Kemendagri, Retaknya Hubungan Pimpinan Daerah Terkuak

Ketegangan politik yang membara di tubuh Pemerintah Kota Blitar akhirnya meledak ke permukaan, menyusul insiden mutasi jabatan yang diselenggarakan di Balai Kota Kusuma Wicitra pada Senin, 13 Oktober 2025. Peristiwa yang seharusnya menjadi bagian rutin dari dinamika birokrasi ini justru berubah menjadi pemicu perpecahan serius antara dua pucuk pimpinan daerah, Wali Kota Blitar Syauqul Muhibbin dan Wakil Wali Kota (Wawali) Elim Tyu Samba. Ketidakhadiran Elim dalam acara pelantikan 123 pejabat tersebut bukan tanpa alasan; ia secara tegas menyatakan merasa diabaikan dan tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan vital tersebut, sebuah tindakan yang dianggapnya sebagai kegagalan fatal dalam menjalankan roda pemerintahan. Situasi ini pun kian memanas setelah Wawali Elim Tyu Samba secara terang-terangan mengumumkan rencananya untuk melaporkan Wali Kota Syauqul Muhibbin ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), menandai babak baru konflik internal yang berpotensi memiliki dampak signifikan terhadap stabilitas birokrasi dan kepercayaan publik di Kota Blitar.

Pangkal dari perseteruan ini adalah rasa keterasingan yang dialami Elim Tyu Samba. Sebagai orang nomor dua di Bumi Bung Karno, ia mengungkapkan bahwa dirinya sama sekali tidak diajak berbicara, apalagi dilibatkan dalam setiap tahapan proses mutasi jabatan yang melibatkan ratusan aparatur sipil negara (ASN) tersebut. "Saya memang tidak hadir di pelantikan karena tidak tahu prosesnya. Saya tidak bisa ikut dong pelantikannya karena saya tidak bisa memastikan mutasi itu sudah sesuai undang-undang atau belum karena saya sejak awal tidak diajak untuk koordinasi," ujar Elim dengan nada tegas saat dikonfirmasi pada Senin (13/10/2025). Pernyataan ini bukan sekadar keluhan pribadi, melainkan sebuah sorotan tajam terhadap prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, di mana transparansi dan kolaborasi antar pimpinan daerah seharusnya menjadi landasan utama. Mutasi jabatan, terutama dalam skala besar yang melibatkan 123 posisi, merupakan keputusan strategis yang memerlukan pertimbangan matang, evaluasi kinerja, serta keselarasan dengan kebutuhan organisasi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketidaklibatan Wawali dalam proses ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai legitimasi dan objektivitas dari keputusan mutasi tersebut.

Lebih lanjut, Elim Tyu Samba tidak hanya berhenti pada penolakan untuk hadir. Ia berencana mengambil langkah yang jauh lebih serius dan tegas: melaporkan Wali Kota Blitar, Syauqul Muhibbin, ke Kementerian Dalam Negeri. Langkah ini menunjukkan tingkat kekecewaan dan ketidakpuasan yang mendalam dari sang Wawali. Dalam pernyataannya, Elim menegaskan bahwa ia tidak sungkan dan tidak ragu sedikit pun untuk menempuh jalur tersebut. Pelaporan ke Kemendagri bukan hanya sekadar gertakan; ini adalah langkah konstitusional yang dapat diambil oleh pejabat daerah jika merasa ada penyimpangan atau pelanggaran dalam pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintahan. Kemendagri memiliki wewenang untuk melakukan mediasi, investigasi, bahkan memberikan sanksi administratif jika ditemukan adanya pelanggaran prosedur atau penyalahgunaan wewenang. Bagi Elim, ini adalah upaya terakhir untuk menegakkan prinsip-prinsip good governance dan memastikan bahwa setiap keputusan di lingkungan Pemerintah Kota Blitar dijalankan sesuai koridor hukum.

Elim Tyu Samba memandang situasi ini sebagai "missed" atau kegagalan besar dalam menjalankan pemerintahan. Ia berargumen bahwa sebagai Wakil Wali Kota, dirinya memiliki tugas pokok dan fungsi tersendiri yang mencakup aspek kepegawaian dan pengawasan. Dalam struktur pemerintahan daerah, Wakil Wali Kota memiliki peran krusial dalam membantu Wali Kota dalam menjalankan tugas-tugas eksekutif, termasuk dalam manajemen sumber daya manusia dan pengawasan terhadap jalannya birokrasi. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, serta peraturan pelaksana lainnya, mengatur secara jelas pembagian tugas dan wewenang antara kepala daerah dan wakil kepala daerah. Ketidaklibatan Wawali dalam pembahasan mutasi, terutama jika itu menyangkut aspek-aspek strategis seperti penempatan pejabat yang tepat sesuai kompetensi dan integritas, dapat dianggap sebagai pengabaian terhadap fungsi pengawasan internal dan prinsip kolaborasi dalam kepemimpinan daerah. "Mungkin ini missed (kegagalan) dalam menjalankan pemerintahan, karena saya ini diapa-apakan kan wakil wali kota, saya ada tugas pokok tersendiri termasuk kepegawaian, ada fungsi pengawasan juga, kog saya tidak diajak komunikasi sama sekali," tegas Elim, menunjukkan betapa krusialnya koordinasi dalam setiap kebijakan strategis pemerintah daerah.

Ketersinggungan Elim ini bukan sekadar masalah personal, melainkan menyangkut integritas dan profesionalisme birokrasi. Ketidaklibatan Wawali dalam mutasi 123 jabatan dianggap sebagai tindakan yang melampaui batas kewajaran. Angka 123 jabatan menunjukkan skala mutasi yang cukup besar, mencakup berbagai level dan posisi strategis dalam struktur pemerintahan kota. Proses mutasi yang tidak transparan dan tanpa koordinasi yang memadai berpotensi menimbulkan ketidakpuasan di kalangan ASN, merusak moral kerja, dan bahkan membuka celah bagi praktik-praktik yang tidak objektif. Elim percaya bahwa ini adalah saatnya untuk bertindak. "Saya pikir ini sudah waktunya saya melaporkan mis(kegagalan) ini, mungkin ada tindak lanjut dari saya akan menyurati Kemendagri," tambahnya, menandakan bahwa keputusan untuk melaporkan ini telah melalui pertimbangan matang dan bukan sebuah respons emosional sesaat.

Blitar Bergejolak: Mutasi Jabatan Picu Laporan Wawali ke Kemendagri, Retaknya Hubungan Pimpinan Daerah Terkuak

Di sisi lain, Wali Kota Blitar Syauqul Muhibbin memberikan respons terhadap ketidakhadiran wakilnya tersebut. Menurut Mas Ibin, sapaan akrab Syauqul Muhibbin, pihaknya telah mengundang semua pihak yang berkepentingan, termasuk Elim Tyu Samba, untuk hadir dalam acara pelantikan tersebut. "Semuanya tadi sudah diundang kami juga sudah sebutkan ya yang terhormat yang terhormat, Wakil Wali Kota Blitar, Pak Sekda dan sebagainya. Kadang-kadang acara ini dihadiri oleh banyak pejabat tapi tak jarang ada yang absen, saya juga tidak mengetahui ya pejabat-pejabat yang tidak hadir," ucap Syauqul Muhibbin usai pelantikan. Pernyataan ini mengindikasikan bahwa dari perspektif Wali Kota, prosedur formal undangan telah dipenuhi, dan ketidakhadiran Elim dianggap sebagai hal yang biasa terjadi dalam acara-acara pemerintahan. Namun, penjelasan ini gagal menjawab inti persoalan yang diangkat oleh Wawali Elim, yaitu masalah ketidaklibatan dalam proses pengambilan keputusan mutasi, bukan sekadar kehadiran di acara pelantikan.

Ketidakhadiran Elim Tyu Samba dalam acara sepenting itu memang memicu berbagai persepsi di kalangan masyarakat dan pengamat politik lokal. Salah satu persepsi yang paling dominan dan kritis adalah adanya ketidaksepahaman atau bahkan perpecahan serius di antara kedua pimpinan daerah terkait proses mutasi jabatan. Konflik internal semacam ini, apalagi yang terekspos ke publik, dapat mengikis kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan pemerintah daerah dalam menjalankan tugasnya secara efektif dan harmonis. Persepsi ini diperkuat oleh pernyataan Wawali yang secara terbuka mengkritik proses tersebut. Namun, Wali Kota Syauqul Muhibbin berusaha menepis persepsi tersebut. Pria yang akrab disapa Mas Ibin itu menduga bahwa ketidakhadiran sang wakil lebih disebabkan oleh kesibukan pribadi atau jadwal yang padat, bukan karena adanya perselisihan prinsipil. "Tapi secara formal kami selalu setiap acara kami mengundang semua. Bahkan kalau paripurna kan semua pejabat juga hadir tapi ada pula yang tidak. Saya kira mungkin punya kesibukan masing-masing," bebernya, mencoba meredakan tensi yang mulai terbentuk. Namun, penjelasan ini terasa kurang meyakinkan mengingat Wawali sendiri secara eksplisit menyatakan alasan ketidakhadirannya adalah karena tidak dilibatkan dalam proses.

Konflik terbuka antara Wali Kota dan Wakil Wali Kota Blitar ini bukan hanya masalah internal yang melibatkan dua individu, melainkan cerminan dari potensi keretakan dalam sistem pemerintahan daerah. Hubungan yang harmonis dan koordinatif antara kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah kunci utama untuk memastikan efektivitas birokrasi dan keberlanjutan program pembangunan. Ketika terjadi disonansi seperti ini, dampaknya bisa meluas. Pertama, stabilitas pemerintahan bisa terganggu, menghambat proses pengambilan keputusan dan implementasi kebijakan publik. Kedua, moral ASN dapat menurun jika mereka melihat adanya konflik di tingkat pimpinan, yang pada akhirnya dapat memengaruhi kinerja pelayanan publik. Ketiga, kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah bisa terkikis, memunculkan keraguan akan kemampuan pimpinan dalam mengelola kota secara profesional dan transparan. Pelaporan ke Kemendagri menjadi penanda bahwa komunikasi internal telah buntu dan diperlukan intervensi dari pihak yang lebih tinggi untuk mencari solusi.

Langkah Wawali Elim Tyu Samba untuk melaporkan Wali Kota Syauqul Muhibbin ke Kemendagri merupakan tindakan yang signifikan dan jarang terjadi dalam konteks pemerintahan daerah. Ini menunjukkan bahwa perselisihan ini bukan sekadar perbedaan pendapat biasa, melainkan menyangkut dugaan pelanggaran prosedur atau pengabaian terhadap peran konstitusional Wakil Wali Kota. Kemendagri, sebagai pembina pemerintahan daerah, akan memiliki tugas berat untuk menelaah laporan ini. Proses penanganan laporan bisa meliputi pemanggilan kedua belah pihak untuk mediasi, pengumpulan bukti dan keterangan, hingga penyelidikan lebih lanjut jika diperlukan. Hasil dari proses ini bisa bervariasi, mulai dari teguran administratif, rekomendasi perbaikan prosedur, hingga sanksi yang lebih berat jika ditemukan pelanggaran serius. Apapun hasilnya, kasus ini akan menjadi sorotan penting bagi praktik tata kelola pemerintahan di daerah dan menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya komunikasi, koordinasi, dan transparansi antara pimpinan daerah. Masa depan pemerintahan Kota Blitar kini berada di persimpangan jalan, menanti intervensi dari pusat untuk menyelesaikan prahara mutasi jabatan yang telah meretakkan harmoni di Bumi Bung Karno.

Baca berita lainnya di Google News atau langsung di halaman Indeks Berita rakyatindependen.id.

Blitar Bergejolak: Mutasi Jabatan Picu Laporan Wawali ke Kemendagri, Retaknya Hubungan Pimpinan Daerah Terkuak

Related Articles