Diplomasi Krusial Prabowo di KTT APEC: Berdialog dengan Trump dan Xi Jinping, Mengurai Benang Kusut Geopolitik dan Ekonomi Global

Gyeongju, Korea Selatan – Di tengah kancah perpolitikan global yang bergejolak, Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto mengambil peran sentral dalam upaya meredakan ketegangan dan mendorong stabilitas. Dalam rangkaian Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) 2025 di Gyeongju, Prabowo secara tegas menyatakan bahwa dunia saat ini sedang menghadapi serangkaian tantangan besar yang mengancam pemulihan ekonomi global. Ancaman-ancaman tersebut meliputi perang tarif yang terus berlanjut, ketegangan geopolitik yang meruncing di berbagai belahan dunia, serta konflik bersenjata yang masih berkecamuk dan menimbulkan ketidakpastian. Di hadapan para pemimpin ekonomi dunia, Prabowo menekankan pentingnya kerja sama yang erat dan suasana yang tenang untuk menopang pemulihan ekonomi global yang berkelanjutan dan inklusif.
Prabowo menilai bahwa langkah-langkah diplomasi yang proaktif, yang bertujuan untuk menurunkan suhu ketegangan dan membangun kembali rasa saling percaya antarnegara, adalah kunci utama untuk menjaga stabilitas ekonomi global. Tanpa fondasi kepercayaan dan dialog yang konstruktif, setiap upaya untuk memajukan perekonomian akan selalu terganjal oleh bayang-bayang konflik dan ketidakpastian. "Sekarang situasi dunia penuh ketidakpastian. Kemudian seolah ada perang tarif, kemudian geopolitik juga masih sangat rawan. Banyak sekali konflik. Kita berusaha untuk menurunkan suhu, meredakan," ujar Prabowo, menggambarkan urgensi dari misi diplomatiknya di sela-sela KTT APEC pada Jumat (31/10/2025). Pernyataan ini mencerminkan komitmen Indonesia untuk menjadi jembatan perdamaian dan stabilitas di tengah fragmentasi global.
Salah satu sorotan utama dari partisipasi Prabowo di KTT APEC adalah serangkaian pertemuan bilateral krusial yang dilakukannya dengan dua figur paling berpengaruh di panggung dunia: Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, dan Presiden Republik Rakyat Tiongkok, Xi Jinping. Pertemuan-pertemuan ini memiliki signifikansi ganda, tidak hanya bagi hubungan bilateral Indonesia dengan kedua negara adidaya tersebut, tetapi juga bagi dinamika geopolitik global secara keseluruhan. Dalam konteks di mana hubungan AS-Tiongkok seringkali diwarnai persaingan strategis dan gesekan ekonomi, dialog langsung dengan kedua pemimpin ini menjadi indikator kuat bahwa Indonesia, di bawah kepemimpinan Prabowo, bertekad untuk memainkan peran mediasi dan stabilisasi.
"Alhamdulillah, ketemu Presiden Trump dari Amerika, jumpa dengan Presiden Xi Jinping. Saya dengar juga suasananya positif, lah. Dan ini yang kita harapkan, karena akan sangat memengaruhi ketenangan dunia. Dan ekonomi dunia sangat tergantung ketenangan," kata Prabowo dengan nada optimis. Kata "positif" yang ia gunakan untuk menggambarkan suasana pertemuan tersebut, meski terkesan sederhana, menyimpan makna mendalam. Ini mengindikasikan bahwa ada ruang untuk dialog, kesepahaman, dan potensi kerja sama, bahkan di tengah perbedaan pandangan yang mungkin ada. Bagi Prabowo, hasil terpenting dari pertemuan semacam itu bukanlah kesepakatan besar yang langsung dicapai, melainkan terbangunnya kembali saluran komunikasi yang efektif dan terciptanya atmosfer yang kondusif untuk perundingan di masa depan.
Pertemuan dengan Donald Trump, yang dikenal dengan kebijakan "America First" dan pendekatan perdagangan yang agresif, menjadi sangat penting. Apabila Trump kembali memimpin AS, kebijakan luar negeri dan ekonominya berpotensi memberikan dampak signifikan pada perdagangan global dan aliansi regional. Dialog langsung dengan Prabowo memberikan kesempatan bagi Indonesia untuk menyampaikan pandangannya mengenai pentingnya perdagangan bebas dan adil, serta kerja sama investasi yang saling menguntungkan. Diskusi ini mungkin mencakup potensi investasi AS di Indonesia, isu-isu rantai pasok global, dan bagaimana kedua negara dapat bekerja sama dalam menghadapi tantangan regional dan global. Suasana positif yang disebut Prabowo bisa berarti adanya kesediaan untuk mendengarkan, mencari titik temu, dan bahkan mungkin meredakan beberapa potensi gesekan yang bisa timbul dari kebijakan proteksionis. Hal ini sangat krusial bagi Indonesia yang merupakan ekonomi besar di Asia Tenggara dan mitra strategis bagi banyak negara.

Di sisi lain, pertemuannya dengan Presiden Xi Jinping dari Tiongkok juga tidak kalah strategis. Tiongkok adalah mitra dagang terbesar Indonesia dan investor asing utama. Hubungan bilateral kedua negara sangat dinamis, melibatkan kerja sama ekonomi besar-besaran seperti proyek infrastruktur di bawah inisiatif "Belt and Road", namun juga kadang diwarnai isu-isu regional seperti Laut China Selatan. Dialog dengan Xi Jinping kemungkinan besar membahas penguatan kerja sama ekonomi, fasilitasi perdagangan, investasi Tiongkok di Indonesia, dan bagaimana kedua negara dapat berkontribusi pada stabilitas regional. Dalam konteks APEC, pertemuan ini menegaskan komitmen kedua negara untuk menjaga multilateralisme ekonomi dan memastikan bahwa pertumbuhan Tiongkok dapat memberikan manfaat bagi kawasan Asia Pasifik, termasuk Indonesia. "Suasana positif" dalam pertemuan ini bisa diartikan sebagai adanya komitmen bersama untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi dan menyelesaikan perbedaan melalui jalur diplomatik.
Misi Prabowo di KTT APEC 2025 ini lebih dari sekadar representasi Indonesia; ia adalah duta perdamaian dan stabilitas ekonomi di tengah badai geopolitik. Pandangannya yang konsisten mengenai pentingnya ketenangan dan kerja sama global mencerminkan filosofi politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif, di mana Indonesia berusaha untuk tidak memihak blok manapun, melainkan berupaya menjalin hubungan baik dengan semua negara demi kepentingan nasional dan stabilitas global. Dalam forum APEC, yang merupakan platform bagi 21 ekonomi anggotanya untuk mempromosikan perdagangan bebas dan investasi, seruan Prabowo untuk meredakan ketegangan sangat relevan. APEC sendiri didirikan dengan keyakinan bahwa integrasi ekonomi regional dapat menciptakan kemakmuran dan perdamaian. Namun, perang tarif dan ketegangan geopolitik justru mengancam fondasi keyakinan tersebut.
Perang tarif, misalnya, telah terbukti merugikan rantai pasok global dan menghambat pertumbuhan ekonomi. Negara-negara saling mengenakan bea masuk tambahan, yang pada akhirnya membebani konsumen dan produsen. Ketegangan geopolitik, seperti konflik di Eropa Timur, Timur Tengah, dan potensi gesekan di Asia Timur, juga menciptakan ketidakpastian yang menghambat investasi dan perdagangan. Investor menjadi enggan menanamkan modal di tengah risiko yang tinggi, dan arus barang serta jasa terganggu oleh sanksi atau blokade. Dalam situasi seperti ini, suara Prabowo yang menyerukan ketenangan dan diplomasi menjadi krusial. Ia berusaha mengingatkan para pemimpin dunia bahwa di balik persaingan politik, ada tujuan bersama yang lebih besar: kesejahteraan rakyat dan stabilitas global.
Indonesia, sebagai negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara dan anggota G20, memiliki posisi unik untuk menyuarakan perspektif negara berkembang dan menjembatani perbedaan antara kekuatan-kekuatan besar. Kepemimpinan Prabowo di KTT APEC ini menunjukkan kesiapan Indonesia untuk memikul tanggung jawab yang lebih besar di panggung global, tidak hanya sebagai penerima manfaat dari tatanan global, tetapi juga sebagai kontributor aktif dalam membentuk tatanan yang lebih damai dan stabil. Hasil dari pertemuan "positif" ini mungkin tidak akan terlihat secara instan dalam bentuk kesepakatan yang mengikat, namun dampaknya yang lebih luas terletak pada pembukaan kembali jalur komunikasi, pembangunan kembali rasa saling percaya, dan penanaman benih-benih kerja sama yang bisa tumbuh di masa mendatang.
Pesan Prabowo di Gyeongju adalah pengingat bahwa di era globalisasi yang saling terhubung, masalah satu negara dapat dengan cepat menjadi masalah bagi semua. Oleh karena itu, pendekatan unilateral atau konfrontatif hanya akan memperburuk situasi. Sebaliknya, dialog, saling pengertian, dan kerja sama multilateral adalah jalan ke depan. Dengan berdialog langsung dengan dua pemimpin yang paling sering dianggap sebagai kutub yang berlawanan dalam arena geopolitik global, Prabowo telah mengirimkan sinyal kuat bahwa Indonesia siap untuk menjadi bagian dari solusi, bukan bagian dari masalah. Upaya meredakan ketegangan, membangun jembatan diplomasi, dan mendorong kerja sama ekonomi global yang berkelanjutan akan menjadi warisan penting dari partisipasi Indonesia di KTT APEC 2025.
(Sumber: rakyatindependen.id)

 
 



