DPRD Madiun Desak Percepatan Pembangunan Jembatan Klumutan Rp10,6 Miliar yang Terlambat

Proyek pembangunan Jembatan Klumutan di Kecamatan Saradan, Kabupaten Madiun, yang menelan anggaran fantastis sebesar Rp10,6 miliar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun anggaran 2024, kini menjadi sorotan tajam. Proyek infrastruktur vital ini, yang seharusnya menjadi penopang utama mobilitas dan ekonomi masyarakat setempat, belum menunjukkan progres yang sesuai jadwal. Hasil inspeksi mendadak (sidak) yang dilakukan oleh Komisi D DPRD Kabupaten Madiun pada Selasa, 30 September 2024, mengungkapkan fakta mengejutkan: progres pekerjaan di lapangan terlambat sekitar 11 persen dari target yang ditetapkan. Keterlambatan ini sontak memicu kekhawatiran serius mengenai penyelesaian proyek tepat waktu dan kualitas hasil akhir.

Wakil Ketua Komisi D DPRD Kabupaten Madiun, Djoko Setijono, tidak menyembunyikan kekecewaannya usai sidak. Dengan nada tegas, ia menyatakan bahwa meskipun keterlambatan masih berada dalam batas toleransi kontrak awal, hal ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut tanpa penanganan serius. "Keterlambatan ini jelas harus jadi perhatian serius semua pihak. Memang masih dalam batas kontrak, tapi ini adalah lampu kuning yang tidak boleh diabaikan. Hasil akhir harus sesuai target dan kualitas yang diharapkan masyarakat," tegas Djoko di lokasi proyek. Ia menekankan bahwa proyek sebesar ini memiliki dampak luas bagi masyarakat, sehingga setiap deviasi dari jadwal harus segera diatasi.

Djoko Setijono mendesak rekanan pelaksana, CV Dwi Tunggal Sejati, untuk segera mengambil langkah-langkah percepatan yang konkret dan terukur. Menurutnya, tanpa adanya upaya ekstra, potensi keterlambatan akan semakin melebar dan berujung pada molornya jadwal penyelesaian proyek. "Kami minta segera ditambah tenaga kerja, ditambah alat berat, atau dilakukan sistem kerja lembur. Kalau tidak dipacu dengan intensif, progres bisa makin tertinggal jauh dan ini akan merugikan banyak pihak, terutama masyarakat Kabupaten Madiun," ujarnya, menyoroti pentingnya efisiensi dan komitmen dari pihak kontraktor.

Selain masalah progres yang lamban, sidak Komisi D juga menemukan kendala teknis lain di lapangan yang berpotensi menghambat kelancaran pekerjaan. Salah satunya adalah adanya bagian pekerjaan yang sedikit menyentuh area tanah warung milik warga setempat. Situasi ini, meskipun terkesan minor, dapat memicu konflik sosial jika tidak ditangani dengan baik dan cepat. Pihak rekanan, CV Dwi Tunggal Sejati, telah menyatakan kesiapan mereka untuk mengganti rugi atau melakukan relokasi warung tersebut sesuai kesepakatan dengan pemiliknya. Komisi D meminta agar permasalahan ini diselesaikan secara musyawarah dan adil, agar tidak ada warga yang merasa dirugikan dan proyek dapat berjalan tanpa hambatan non-teknis.

Berdasarkan laporan yang diterima Komisi D dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Madiun, pihak pelaksana proyek, CV Dwi Tunggal Sejati, telah berkomitmen untuk menyelesaikan setidaknya 50 persen pekerjaan pada pertengahan hingga akhir Oktober 2024. Komitmen ini menjadi pegangan bagi DPRD untuk terus memantau perkembangan di lapangan. "Kami tunggu realisasi di lapangan. Janji adalah janji. Jika komitmen ini molor lagi, tentu Komisi D tidak akan tinggal diam dan akan menindaklanjuti dengan langkah-langkah yang lebih tegas, termasuk evaluasi ulang terhadap kinerja kontraktor," tandas Djoko, menunjukkan keseriusan DPRD dalam pengawasan anggaran publik.

Pembangunan Jembatan Klumutan sendiri digadang-gadang sebagai salah satu infrastruktur strategis yang memiliki peran krusial dalam memperlancar akses transportasi masyarakat Kecamatan Saradan. Jembatan ini diharapkan dapat memangkas waktu tempuh, meningkatkan konektivitas antar wilayah, dan secara signifikan mendukung aktivitas ekonomi warga sekitar. Sebelum adanya proyek ini, kondisi jembatan lama (jika ada) atau akses alternatif yang tersedia seringkali kurang memadai, menyebabkan kemacetan, ketidaknyamanan, bahkan risiko keselamatan bagi pengguna jalan. Dengan adanya jembatan baru yang lebih modern dan kokoh, diharapkan arus barang dan jasa dapat berjalan lebih lancar, mendorong pertumbuhan ekonomi lokal, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Anggaran sebesar Rp10,6 miliar yang dialokasikan dari APBD 2024 menunjukkan betapa besar harapan pemerintah daerah terhadap proyek ini. Angka tersebut bukan jumlah yang kecil, dan setiap rupiah yang dikeluarkan harus memberikan manfaat maksimal bagi rakyat. Keterlambatan proyek tidak hanya berdampak pada jadwal, tetapi juga berpotensi menimbulkan kerugian finansial akibat eskalasi biaya atau denda keterlambatan yang harus dibayarkan oleh kontraktor. Oleh karena itu, percepatan menjadi kunci untuk menghindari implikasi negatif tersebut.

Dinas PUPR sebagai instansi teknis yang bertanggung jawab penuh atas proyek ini juga diharapkan untuk meningkatkan intensitas pengawasan. Mereka harus memastikan bahwa kontraktor memiliki sumber daya yang cukup, baik dari segi tenaga kerja, alat berat, maupun material, untuk mengejar ketertinggalan. Komunikasi yang efektif antara Dinas PUPR, kontraktor, dan DPRD juga menjadi sangat penting untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan setiap kendala yang muncul di lapangan secara proaktif.

Beberapa faktor potensial yang bisa menjadi penyebab keterlambatan proyek, meskipun tidak disebutkan secara spesifik oleh kontraktor, seringkali meliputi kendala cuaca ekstrem, kesulitan dalam pengadaan material, permasalahan logistik, atau bahkan kendala administratif. Apapun alasannya, pihak kontraktor dituntut untuk memiliki manajemen risiko yang baik dan solusi cepat tanggap untuk setiap tantangan. Masyarakat Saradan sendiri menaruh harapan besar pada proyek ini. Mereka mendambakan akses yang lebih baik, lebih aman, dan lebih efisien untuk menunjang kegiatan sehari-hari, mulai dari mengangkut hasil pertanian, mobilitas pelajar, hingga kegiatan perdagangan. Keterlambatan ini tentu menimbulkan kekhawatiran dan ketidaknyamanan bagi mereka yang telah lama menantikan selesainya jembatan ini.

DPRD Kabupaten Madiun berkomitmen untuk terus mengawal proyek Jembatan Klumutan hingga tuntas. Pengawasan tidak hanya berhenti pada sidak, tetapi juga melalui rapat kerja rutin, evaluasi laporan progres, dan kunjungan lapangan berkala. Jika janji penyelesaian 50 persen pekerjaan pada akhir Oktober tidak terpenuhi, Komisi D mengisyaratkan akan memanggil kembali pihak-pihak terkait, termasuk Dinas PUPR dan CV Dwi Tunggal Sejati, untuk meminta pertanggungjawaban yang lebih serius. Bahkan, opsi pemberian sanksi sesuai ketentuan kontrak dan peraturan perundang-undangan bisa saja dipertimbangkan jika keterlambatan terus berlanjut tanpa alasan yang dapat diterima. Hal ini penting untuk menjaga akuntabilitas penggunaan anggaran publik dan memastikan bahwa proyek-proyek pembangunan di Kabupaten Madiun berjalan sesuai harapan dan memberikan manfaat nyata bagi seluruh masyarakat.

Masyarakat Kabupaten Madiun menantikan realisasi penuh dari proyek Jembatan Klumutan ini, yang diharapkan akan menjadi simbol kemajuan infrastruktur dan pendorong roda perekonomian di wilayah Saradan. Percepatan yang mendesak dari semua pihak terkait adalah kunci untuk mewujudkan harapan tersebut dan memastikan bahwa investasi besar ini tidak berakhir dengan kekecewaan.

(rakyatindependen.id)

Exit mobile version