Dua gugatan perdata krusial yang diajukan oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Magetan, Nur Wakhid, kini secara resmi bergulir serentak di Pengadilan Negeri (PN) Magetan. Gugatan tersebut ditujukan kepada Pimpinan DPRD Magetan dan Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Magetan, partai politik yang menaungi Nur Wakhid. Perkara ini terdaftar dengan nomor 34/Pdt.G/2025/PN Mgt untuk gugatan terhadap pimpinan DPRD dan nomor 35/Pdt.G/2025/PN Mgt untuk gugatan terhadap DPC PKB. Meskipun berjalan beriringan, kedua kasus ini menunjukkan mekanisme persidangan yang berbeda secara signifikan, menandakan kompleksitas hukum dan politik yang melingkupinya.
Ahmad Setiawan, selaku kuasa hukum pihak tergugat, memberikan penjelasan terperinci mengenai perkembangan masing-masing perkara. Ia mengungkapkan bahwa gugatan dengan nomor registrasi 34 saat ini masih berada dalam tahap mediasi. "Kalau yang perkara 34, kita masih di mediasi. Jadi, belum masuk ke tahap pembacaan materi gugatan," terang Ahmad Setiawan ketika dijumpai oleh awak media di Pengadilan Negeri Magetan pada hari Rabu, 12 November 2025. Tahap mediasi ini merupakan upaya wajib dalam sistem peradilan perdata Indonesia untuk mencari jalan keluar damai antara para pihak sebelum sengketa berlanjut ke pemeriksaan pokok perkara.
Berbeda halnya dengan perkara nomor 35. Gugatan yang diajukan Nur Wakhid terhadap DPC PKB Magetan ini tidak memerlukan proses mediasi. Ahmad Setiawan menjelaskan alasan di balik pengecualian ini. "Kalau yang perkara 35 yang digugat di PKB Magetan itu tidak ada mediasi. Karena ini gugatan khusus untuk partai politik, jadi tidak ada mediasi," paparnya. Kebijakan ini mengacu pada peraturan perundang-undangan yang mengatur sengketa internal partai politik, di mana mekanisme penyelesaiannya seringkali diatur secara spesifik dan tidak selalu melibatkan mediasi di pengadilan umum.
Ahmad Setiawan menambahkan bahwa jadwal persidangan untuk perkara nomor 35 akan dilanjutkan pada hari Senin pekan depan. Agenda yang akan dilaksanakan adalah penyampaian jawaban dari pihak tergugat, yakni DPC PKB Magetan. "Hari Senin nanti kami akan membuat jawaban gugatan. Karena tidak ada tahap mediasi, kita langsung ke proses persidangan," jelasnya, menyoroti perbedaan alur yang substansial antara kedua kasus tersebut. Proses persidangan yang langsung ke tahap jawaban ini menunjukkan bahwa kasus sengketa partai politik dianggap memiliki kekhususan yang memerlukan penanganan lebih cepat dalam aspek formalnya.
Sementara itu, untuk perkara nomor 34, agenda sidang yang seharusnya berupa pembacaan gugatan harus ditunda. Penundaan ini disebabkan karena masih menunggu hasil dari proses mediasi yang sedang berlangsung antara para pihak yang bersengketa. "Yang pertama tadi itu juga pembacaan gugatan, tapi karena masih ada mediasi, maka kita tunggu hasil mediasi dulu," kata Ahmad, mengindikasikan bahwa pengadilan memberikan prioritas pada upaya perdamaian sebelum melanjutkan ke tahap litigasi yang lebih formal.
Mengenai kehadiran para pihak dalam persidangan, Ahmad Setiawan memastikan bahwa semua pihak yang berkepentingan telah hadir, termasuk penggugat, Nur Wakhid. Namun, ia mencatat satu pengecualian penting dalam perkara nomor 34, yaitu ketidakhadiran Ketua DPRD Magetan, Suratno, salah satu pihak tergugat. "Kalau yang 34 itu, salah satu, Pak Suratno (Ketua DPRD Magetan) karena lagi umroh, jadi diwakilkan," tambahnya. Kehadiran perwakilan ini sah secara hukum, memastikan bahwa proses persidangan tetap dapat berjalan meskipun salah satu pihak utama berhalangan hadir karena alasan yang dapat diterima.
Di sisi lain, kuasa hukum Nur Wakhid selaku penggugat, Nurcahyo, memberikan perspektif mengenai esensi dari kedua gugatan tersebut. Ia menegaskan bahwa inti dari kedua gugatan ini adalah dugaan perbuatan melawan hukum (PMH). "Materi gugatan sama, kita tetap PMH (Perbuatan Melawan Hukum). Yang harusnya permohonan PAW itu belum dilaksanakan, tapi saat ini sudah diajukan sampai ke penggugat. Padahal kami sebenarnya sudah menggugat di Mahkamah Partai," terang Nurcahyo. Pernyataan ini membuka tabir mengenai akar masalah, yakni proses Pergantian Antar Waktu (PAW) yang dinilai cacat prosedur atau tidak sesuai dengan aturan main yang berlaku, baik di internal partai maupun dalam konteks kelembagaan DPRD.
Pergantian Antar Waktu (PAW) adalah mekanisme penggantian anggota legislatif yang berhenti sebelum masa jabatannya berakhir, biasanya karena meninggal dunia, mengundurkan diri, atau diberhentikan oleh partai politiknya. Dalam konteks kasus Nur Wakhid, dugaan PMH muncul karena pihak penggugat merasa bahwa proses pengajuan PAW terhadap dirinya telah dilakukan secara prematur atau melanggar hak-haknya sebagai anggota partai dan DPRD, terutama karena ia telah terlebih dahulu mengajukan gugatan di Mahkamah Partai. Mahkamah Partai sendiri merupakan lembaga internal partai yang bertugas menyelesaikan sengketa antaranggota atau sengketa keorganisasian sebelum dibawa ke ranah peradilan umum.
Menanggapi bantahan dari sejumlah Wakil Ketua DPRD Magetan yang menyatakan tidak melakukan pelanggaran dalam proses PAW tersebut, Nurcahyo memiliki pandangan yang berbeda. Ia menekankan prinsip "kolektif kolegial" yang berlaku dalam tubuh DPRD. "Di DPR itu kan ketua bersifat kolektif kolegial. Jadi kalau kita hanya menggugat salah satu ketua saja, itu kurang tepat. Karena semua pimpinan seharusnya diduga terlibat, termasuk wakil ketua, meskipun mereka bilang tidak melakukan apa-apa. Semua keputusan rapat tetap dibicarakan bersama," tegasnya. Argumen ini menyoroti bahwa keputusan-keputusan strategis di lembaga legislatif seperti DPRD adalah hasil musyawarah dan kesepakatan bersama seluruh pimpinan, sehingga tanggung jawab hukum tidak bisa hanya dibebankan pada ketua semata.
Lebih lanjut, Nurcahyo juga menguraikan perbedaan objek dan tujuan dari masing-masing gugatan yang diajukan kliennya. "Yang 34 ini untuk mencabut semua rekomendasi yang sudah dikeluarkan di DPR, sedangkan yang 35 berkaitan dengan proses di DPC PKB. Tapi karena ini juga menyangkut mekanisme di Mahkamah Partai, kita menunggu proses hukum yang berjalan," ujarnya. Ini berarti bahwa gugatan terhadap Pimpinan DPRD (nomor 34) berfokus pada pembatalan surat atau keputusan yang telah diterbitkan oleh DPRD terkait PAW Nur Wakhid, yang dianggap merugikan. Sementara itu, gugatan terhadap DPC PKB (nomor 35) lebih mendalam pada validitas proses internal partai yang memicu pengajuan PAW, termasuk kemungkinan adanya pelanggaran AD/ART partai atau prosedur disipliner yang tidak tepat. Keterkaitan dengan Mahkamah Partai menunjukkan adanya tumpang tindih yurisdiksi atau setidaknya pertimbangan hukum yang kompleks antara penyelesaian internal partai dan putusan pengadilan umum.
Kasus ini memiliki implikasi yang luas, tidak hanya bagi Nur Wakhid secara pribadi yang terancam kehilangan kursinya di DPRD, tetapi juga bagi stabilitas politik internal PKB di Magetan dan preseden hukum mengenai penyelesaian sengketa PAW. Jika gugatan Nur Wakhid dikabulkan, hal ini dapat mengembalikan posisinya dan sekaligus membatalkan rekomendasi PAW yang telah dikeluarkan, yang tentu akan berdampak pada peta politik lokal. Sebaliknya, jika gugatan ditolak, proses PAW kemungkinan besar akan dilanjutkan, dan Nur Wakhid harus menerima konsekuensinya.
Secara umum, proses PAW seringkali menjadi arena pertarungan politik sengit antara anggota partai dan pimpinan partai. Anggota partai yang merasa dirugikan kerap menempuh jalur hukum untuk mempertahankan hak-haknya, sementara partai berdalih menegakkan disiplin organisasi. Kekhasan kasus Nur Wakhid terletak pada fakta bahwa ia menempuh dua jalur litigasi sekaligus di pengadilan umum, yang menunjukkan tekad kuatnya untuk melawan keputusan yang dianggap tidak adil.
Saat ini, pihak penggugat masih menaruh harapan pada hasil mediasi untuk perkara nomor 34. Jika mediasi berhasil, maka sengketa mungkin dapat diselesaikan secara damai tanpa perlu melanjutkan ke tahap pemeriksaan pokok perkara yang lebih panjang dan menguras energi. Namun, jika mediasi gagal, maka proses hukum akan terus berlanjut ke tahap pembuktian dan putusan. "Agenda selanjutnya tetap menunggu hasil mediasi," tutup Nurcahyo, menandakan bahwa tahap mediasi menjadi penentu arah kelanjutan gugatan terhadap Pimpinan DPRD Magetan. Sementara itu, gugatan terhadap DPC PKB Magetan akan segera memasuki babak baru dengan jawaban dari pihak tergugat pada pekan depan, menjanjikan perkembangan yang lebih dinamis dalam waktu dekat. Kedua kasus ini akan menjadi sorotan publik dan para pengamat politik di Magetan, mengingat dampaknya yang signifikan terhadap konstelasi politik lokal.
Baca berita lainnya di Google News atau langsung di halaman Indeks Berita rakyatindependen.id