Kediri Membangun Fondasi Hukum: Strategi Komprehensif Pemkot Atasi Perkawinan dan Perceraian Tak Tercatat

Kediri, rakyatindependen.id – Pemerintah Kota Kediri mengambil langkah proaktif dan strategis dalam upaya menuntaskan permasalahan administrasi kependudukan yang krusial, khususnya terkait kepemilikan Akta Perkawinan dan Akta Perceraian. Dengan menyadari dampak jangka panjang dari fenomena perkawinan dan perceraian tidak tercatat, Pemerintah Kota Kediri melalui Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) baru-baru ini menggelar rapat koordinasi lintas sektor yang komprehensif pada Kamis (2/10/2025). Pertemuan penting ini menjadi titik tolak bagi serangkaian upaya sistematis untuk memastikan setiap warga negara memiliki kepastian hukum atas status perkawinan dan perceraiannya, sebuah fondasi esensial bagi perlindungan hak-hak sipil.
Rapat koordinasi yang bertempat di aula pertemuan Dispendukcapil ini dirancang sebagai forum diskusi mendalam. Tujuannya adalah menyamakan persepsi, mengidentifikasi hambatan, dan merumuskan solusi konkret untuk mempermudah layanan pencatatan perkawinan dan perceraian sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Inisiatif ini mencerminkan komitmen Pemkot Kediri dalam mewujudkan tertib administrasi kependudukan, yang merupakan pilar utama tata kelola pemerintahan yang baik dan pelayanan publik yang efektif.
Fenomena perkawinan dan perceraian tidak tercatat bukan hanya sekadar angka statistik, melainkan mencerminkan kompleksitas masalah sosial, hukum, dan ekonomi yang berdampak langsung pada kehidupan ribuan individu. Tanpa akta perkawinan yang sah, pasangan suami istri seringkali menghadapi kesulitan dalam membuktikan status perkawinan mereka secara hukum. Implikasinya meluas pada hak-hak anak yang lahir dari perkawinan tersebut, seperti legalitas status anak, hak waris, serta akses terhadap berbagai layanan publik dan administrasi kependudukan lainnya. Anak-anak yang tidak memiliki akta kelahiran yang sah akibat perkawinan orang tua yang tidak tercatat, misalnya, akan kesulitan dalam mendaftar sekolah, mendapatkan layanan kesehatan, hingga mengurus identitas diri.
Kepala Dispendukcapil Kota Kediri, Marsudi, menjelaskan urgensi dari inisiatif ini. "Kita ingin menyelesaikan data kependudukan, khususnya data perkawinan tercatat dan perceraian tercatat, karena jumlahnya di Kota Kediri masih cukup banyak. Ini bukan hanya masalah administratif, tetapi menyangkut hak-hak dasar warga negara. Oleh karena itu, kita butuh kerja sama yang erat dengan berbagai pihak untuk bersama-sama menyelesaikan masalah ini secara holistik," tegas Marsudi. Beliau menekankan bahwa kolaborasi lintas sektor adalah kunci untuk mengatasi tantangan yang multidimensional ini.
Data terbaru dari Dispendukcapil Kota Kediri menunjukkan bahwa jumlah perkawinan yang tidak tercatat dari semua agama di Kota Kediri mencapai 7.900 kasus. Meskipun angka ini menunjukkan penurunan dari data awal tahun 2025 yang mencapai 8.400 kasus, jumlah tersebut masih tergolong tinggi dan memerlukan penanganan serius. Angka-angka ini tidak hanya mencerminkan tantangan administratif, tetapi juga menyoroti kebutuhan mendesak untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat serta memfasilitasi proses pencatatan yang mudah diakses.
Untuk membahas secara mendalam dan merumuskan langkah-langkah strategis, forum ini mengundang perwakilan dari berbagai institusi dan elemen masyarakat yang memiliki peran vital. Hadir dalam rapat tersebut adalah perwakilan dari Kantor Kementerian Agama (Kemenag), Pengadilan Agama, Kantor Urusan Agama (KUA) se-Kota Kediri, Bagian Pemerintahan, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), serta seluruh Camat se-Kota Kediri. Kehadiran berbagai pihak ini menunjukkan pendekatan yang inklusif dan terpadu, mengingat permasalahan ini melibatkan aspek hukum, agama, sosial, dan pemerintahan.
Masing-masing institusi memiliki peran krusial dalam ekosistem pencatatan sipil. Kantor Kemenag dan KUA bertanggung jawab atas pencatatan perkawinan bagi umat Islam, sementara Dispendukcapil menangani pencatatan perkawinan non-Muslim dan pencatatan perceraian. Pengadilan Agama berperan dalam proses itsbat nikah (pengesahan perkawinan) dan itsbat cerai (pengesahan perceraian) bagi pasangan yang perkawinannya tidak tercatat secara negara, atau perceraiannya belum memiliki kekuatan hukum. Bagian Pemerintahan dan Camat, sebagai perpanjangan tangan pemerintah kota di tingkat wilayah, memiliki peran penting dalam sosialisasi dan pendataan di lapangan. FKUB, sebagai representasi tokoh agama, diharapkan dapat memberikan pemahaman dan dukungan moral kepada masyarakat.
Marsudi lebih lanjut menguraikan bahwa pencatatan perkawinan merupakan bagian penting dari administrasi kependudukan yang secara fundamental memengaruhi status hukum anak, hak waris, dan berbagai administrasi kependudukan lainnya. Tanpa akta perkawinan, seseorang akan kesulitan dalam mengurus akta kelahiran anak, perubahan status dalam Kartu Keluarga (KK), hingga pengurusan dokumen penting lainnya. Lebih jauh, jika terjadi perceraian tanpa akta cerai yang sah, salah satu pihak, terutama perempuan dan anak, rentan kehilangan hak-haknya, seperti hak nafkah, hak asuh anak, dan harta gono-gini. Ini menegaskan urgensi untuk segera menuntaskan permasalahan perkawinan dan perceraian tidak tercatat demi melindungi hak-hak sipil seluruh warga Kota Kediri.
Sebagai tindak lanjut dari rapat koordinasi ini, Dispendukcapil Kota Kediri telah merancang serangkaian program yang lebih intensif dan proaktif. Salah satu langkah konkret adalah melakukan koordinasi yang lebih erat dengan kelurahan serta meluncurkan program "jemput bola". Program jemput bola ini dirancang untuk mendekatkan layanan pencatatan sipil kepada masyarakat, terutama bagi mereka yang memiliki kendala akses atau informasi. Petugas Dispendukcapil dan kelurahan akan secara aktif mendatangi permukiman warga untuk mengidentifikasi kasus-kasus perkawinan dan perceraian tidak tercatat, memberikan edukasi, dan memfasilitasi proses pendaftarannya.
"Kami juga akan menggandeng kelurahan untuk melakukan pendekatan persuasif ke masyarakat. Kami imbau masyarakat yang belum melakukan pencatatan pernikahan untuk segera lapor ke kelurahan. Jika warga tidak memiliki dokumen yang lengkap, Dispendukcapil tidak akan tinggal diam. Kami akan turun langsung ke lapangan agar warga yang membutuhkan bantuan untuk dinikahkan secara negara atau mengurus perceraian mereka bisa kita fasilitasi hingga tuntas," jelas Marsudi. Pendekatan persuasif ini akan dikombinasikan dengan edukasi mengenai pentingnya kepastian hukum dan manfaat memiliki dokumen resmi.
Dukungan dari kelurahan akan menjadi tulang punggung keberhasilan program ini. Lurah dan staf kelurahan diharapkan dapat menjadi ujung tombak dalam mendata, mendampingi, dan memfasilitasi warga di wilayahnya. Mereka akan dibekali dengan informasi dan prosedur yang jelas agar dapat memberikan bimbingan yang tepat kepada masyarakat. Program jemput bola akan dilengkapi dengan tim yang responsif, siap membantu warga yang mengalami kesulitan dalam melengkapi persyaratan administrasi atau bahkan menempuh jalur itsbat nikah atau itsbat cerai melalui Pengadilan Agama. Fasilitasi ini mencakup pendampingan hukum awal hingga pengurusan dokumen akhir.
Adanya rapat koordinasi ini diharapkan tidak hanya memperkuat sinergitas semua pihak yang terlibat, tetapi juga secara signifikan meningkatkan kesadaran masyarakat Kota Kediri untuk tertib administrasi kependudukan. Kepastian hukum atas status perkawinan dan perceraian adalah hak dasar setiap warga negara yang harus dipenuhi oleh negara. Melalui upaya kolektif ini, diharapkan tidak ada lagi celah hukum yang merugikan individu dan keluarga di kemudian hari.
Marsudi menyampaikan harapannya yang besar terhadap keberlanjutan program ini. "Kami berharap ke depan tidak ada lagi warga Kota Kediri yang luput dari pencatatan peristiwa penting dalam hidup mereka. Kami ingin memastikan semua perkawinan dan perceraian tercatat dengan sah, sehingga hak-hak sipil masyarakat terlindungi secara hukum dan administrasi," pungkasnya. Komitmen Pemkot Kediri ini menjadi bukti nyata bahwa pelayanan publik yang prima dan perlindungan hak-hak warga adalah prioritas utama, membangun fondasi masyarakat yang lebih tertib, adil, dan berkesinambungan.
(rakyatindependen.id)