Nasional

Kejari Bondowoso Serahkan Alphard dan Rumah Mewah ke BRI: Eksekusi Barang Bukti Kasus Korupsi KUR Fiktif, Tegaskan Pemulihan Kerugian Negara

Bondowoso, rakyatindependen.id – Kejaksaan Negeri (Kejari) Bondowoso secara resmi telah menuntaskan babak akhir dari kasus korupsi penyimpangan dana Kredit Usaha Rakyat (KUR) fiktif yang mengguncang Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Tapen. Dalam sebuah langkah tegas yang menandai komitmen penegakan hukum dan pemulihan aset negara, Kejari Bondowoso telah mengeksekusi dan menyerahkan dua aset rampasan negara kepada pihak BRI Cabang Bondowoso. Penyerahan ini dilakukan setelah Mahkamah Agung menolak kasasi yang diajukan oleh terpidana utama, Raditya Ardi Nugraha (RAN), serta rekan-rekannya, sehingga putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dinyatakan berkekuatan hukum tetap atau inkrah.

Proses hukum yang panjang dan berliku kini menemukan titik terang dengan dilaksanakannya eksekusi ini. Kasus yang telah bergulir selama beberapa waktu ini akhirnya mencapai penyelesaian hukum yang paripurna, membawa kelegaan bagi berbagai pihak, khususnya BRI yang menjadi korban kerugian finansial. Aset yang diserahkan berupa satu unit mobil Toyota Alphard dengan nomor polisi W 1056 TV, lengkap dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) aslinya, serta satu bidang tanah beserta bangunan rumah mewah yang terletak di Kelurahan Nangkaan, Bondowoso, yang juga dilengkapi dengan Sertifikat Hak Milik (SHM).

Kepala Kejaksaan Negeri Bondowoso, Dzakiyul Fikri, dalam keterangannya kepada media pada Rabu (22/10/2025) – diasumsikan sebagai tanggal laporan berita terkait kejadian yang baru saja terjadi – menegaskan bahwa penyerahan aset ini merupakan bagian dari tugas jaksa eksekutor untuk menjalankan putusan pengadilan yang telah final. "Kami Kejaksaan Negeri Bondowoso selaku jaksa eksekutor telah melaksanakan putusan kasasi Mahkamah Agung. Barang bukti berupa mobil dan rumah ini kami rampas untuk negara cq BRI Bondowoso," ujar Fikri dengan nada tegas, menggarisbawahi legalitas dan kekuatan hukum dari tindakan yang telah diambil. Ia menambahkan bahwa estimasi nilai kedua aset rampasan tersebut diperkirakan mencapai lebih dari Rp500 juta. Rinciannya, rumah mewah tersebut ditaksir bernilai sekitar Rp300 juta, sementara mobil Toyota Alphard mencapai lebih dari Rp200 juta. "Kasus ini sudah cukup lama, dan kini kami nyatakan selesai. Amar pidana badan terhadap terpidana juga sudah dilaksanakan," tambahnya, menandakan bahwa selain pemulihan aset, sanksi pidana penjara bagi para terpidana juga telah dijalankan sesuai ketentuan hukum.

Kasus penyimpangan dana KUR fiktif ini bermula dari modus operandi yang merugikan keuangan negara dan perbankan. KUR sendiri adalah program strategis pemerintah yang bertujuan untuk memberdayakan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dengan menyediakan akses pembiayaan yang mudah dan murah. Dana KUR disalurkan melalui bank-bank Himbara, termasuk BRI, dengan subsidi bunga dari pemerintah. Namun, dalam kasus ini, dana tersebut disalahgunakan melalui pengajuan kredit fiktif. Pelaku, dalam hal ini Raditya Ardi Nugraha dan kawan-kawan, diduga memanipulasi data dan dokumen nasabah untuk mendapatkan pinjaman KUR yang sebenarnya tidak ditujukan untuk usaha riil atau bahkan menggunakan identitas palsu. Praktik seperti ini tidak hanya merugikan bank secara finansial tetapi juga mencederai kepercayaan publik terhadap program pemerintah dan menghambat UMKM yang seharusnya menjadi target utama program ini.

Perjalanan hukum kasus ini dimulai dari penyelidikan yang intensif. Diduga kuat, penyimpangan ini terdeteksi berkat sistem pengawasan internal BRI yang kemudian melaporkan indikasi tindak pidana ke aparat penegak hukum. Setelah serangkaian penyelidikan dan pengumpulan bukti oleh pihak kepolisian dan kejaksaan, kasus ini naik ke tahap penyidikan, di mana sejumlah tersangka ditetapkan, termasuk Raditya Ardi Nugraha sebagai terpidana utama. Berkas perkara kemudian dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), di mana proses persidangan berlangsung dengan mendengarkan keterangan saksi, ahli, dan pemeriksaan bukti-bukti. Pengadilan Tipikor akhirnya menjatuhkan vonis bersalah terhadap para terpidana. Tidak puas dengan putusan tingkat pertama, terpidana mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi, namun hasilnya tetap menguatkan putusan Pengadilan Tipikor. Puncak dari proses hukum ini adalah pengajuan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Penolakan kasasi oleh MA menjadi penanda bahwa semua upaya hukum telah ditempuh dan putusan pengadilan sebelumnya memiliki kekuatan hukum tetap, sehingga Kejari sebagai jaksa eksekutor memiliki dasar hukum yang kuat untuk menyita dan menyerahkan aset hasil korupsi.

Kejari Bondowoso Serahkan Alphard dan Rumah Mewah ke BRI: Eksekusi Barang Bukti Kasus Korupsi KUR Fiktif, Tegaskan Pemulihan Kerugian Negara

Penyerahan aset ini tidak hanya sekadar formalitas, melainkan sebuah simbol keberhasilan penegakan hukum dalam memulihkan kerugian akibat tindak pidana korupsi. Kepala Cabang BRI Bondowoso, Muhammad Rasyid Hudaya, tidak dapat menyembunyikan rasa terima kasihnya atas dukungan dan pendampingan Kejari Bondowoso. "Kami dari manajemen BRI Cabang Bondowoso mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Kejari Bondowoso beserta tim. Prosesnya panjang, tapi akhirnya tuntas dan barang bukti sudah diserahkan. Nantinya aset ini akan kami lelang sesuai prosedur untuk menutup kerugian BRI," terang Rasyid. Pernyataan ini menunjukkan bahwa meskipun prosesnya memakan waktu dan sumber daya yang tidak sedikit, kerjasama antara lembaga penegak hukum dan perbankan membuahkan hasil yang konkret. Lelang aset yang akan dilakukan BRI merupakan mekanisme standar untuk mengkonversi aset sitaan menjadi dana tunai yang kemudian dapat digunakan untuk menutupi sebagian dari kerugian yang diderita akibat kredit fiktif tersebut. Langkah ini sangat penting untuk menjaga kesehatan keuangan bank dan memastikan akuntabilitas dalam pengelolaan dana masyarakat.

Lebih lanjut, Rasyid Hudaya juga menyoroti pentingnya upaya pencegahan agar kasus serupa tidak terulang di masa mendatang. Pihak BRI berkomitmen untuk memperketat pengawasan internal dan meningkatkan pembinaan kepada seluruh pegawainya. "Kami terus memberikan edukasi, pembinaan, hingga penindakan kepada karyawan. Untuk yang masih aktif, kami tekankan pentingnya kehati-hatian dalam analisis kredit agar sesuai regulasi dan prinsip perbankan yang sehat," ujarnya. Kebijakan ini mencerminkan kesadaran akan risiko internal dan kebutuhan untuk terus-menerus meningkatkan integritas serta profesionalisme karyawan. Edukasi dan pembinaan berkelanjutan akan fokus pada pemahaman regulasi perbankan, etika kerja, serta deteksi dini potensi penyelewengan. Sementara itu, penindakan tegas akan diterapkan bagi karyawan yang terbukti terlibat dalam praktik-praktik ilegal, termasuk korupsi.

Langkah-langkah pencegahan yang diambil BRI ini mencakup beberapa aspek krusial. Pertama, penguatan sistem due diligence atau uji tuntas dalam proses pengajuan kredit, khususnya KUR. Ini berarti verifikasi data nasabah harus lebih ketat, survei lapangan harus dilakukan secara mendalam, dan cross-checking informasi dari berbagai sumber harus menjadi standar operasional. Kedua, peningkatan kapasitas sumber daya manusia melalui pelatihan berkala tentang risiko kredit, deteksi fraud, dan kepatuhan terhadap regulasi perbankan. Ketiga, pengawasan internal yang lebih berlapis, termasuk audit mendadak dan penggunaan teknologi untuk memantau transaksi yang mencurigakan. Keempat, menciptakan budaya kerja yang transparan dan mendorong karyawan untuk melaporkan indikasi pelanggaran (whistleblowing system) tanpa rasa takut akan retribusi. Kelima, peninjauan dan pembaruan secara berkala terhadap prosedur operasional standar (SOP) terkait penyaluran kredit untuk menutup celah-celah yang dapat dimanfaatkan oleh oknum.

Kasus korupsi KUR fiktif di BRI Unit Tapen, Bondowoso, ini menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak. Bagi perbankan, ini adalah pengingat akan pentingnya sistem kontrol internal yang kuat dan integritas karyawan. Bagi aparat penegak hukum, ini adalah bukti bahwa kolaborasi yang efektif dapat menghasilkan pemulihan aset dan penegakan keadilan. Bagi masyarakat, khususnya pelaku UMKM, ini menegaskan bahwa program KUR yang esensial ini tetap dijaga dari tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab, meskipun tantangan dalam pengawasannya tetap ada. Keberhasilan eksekusi barang bukti dan penyerahan aset kepada BRI ini merupakan sebuah kemenangan kecil namun signifikan dalam perang melawan korupsi, sekaligus sinyal kuat bahwa kejahatan ekonomi tidak akan dibiarkan tanpa konsekuensi. Pemulihan kerugian ratusan juta rupiah ini diharapkan dapat memberikan efek jera dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap sistem perbankan dan penegakan hukum di Indonesia.

Baca berita lainnya di Google News atau langsung di halaman Indeks Berita rakyatindependen.id.

Kejari Bondowoso Serahkan Alphard dan Rumah Mewah ke BRI: Eksekusi Barang Bukti Kasus Korupsi KUR Fiktif, Tegaskan Pemulihan Kerugian Negara

Related Articles