Kontroversi VAR Nodai Laga Sengit, Deltras FC Tumbang 1-2 dari Persela Lamongan, Widodo Cahyono Putro Kecam Netralitas Wasit.
Sidoarjo, sebuah kota yang dikenal dengan semangat sepak bolanya, menjadi saksi bisu kekalahan menyakitkan bagi tim kebanggaan mereka, Deltras FC. Dalam laga lanjutan Liga 2 yang berlangsung pada Selasa, 11 November 2025, di Stadion Delta Sidoarjo, Deltras FC harus mengakui keunggulan tamunya, Persela Lamongan, dengan skor tipis 1-2. Lebih dari sekadar hasil akhir, pertandingan ini diwarnai oleh serangkaian keputusan kontroversial dari Video Assistant Referee (VAR) yang memicu gelombang kekecewaan dan kritik tajam dari kubu tuan rumah, terutama dari sang pelatih kepala, Widodo Cahyono Putro. Pertarungan di lapangan hijau bukan hanya adu strategi dan fisik, melainkan juga pertarungan emosi dan persepsi terhadap keadilan dalam sepak bola modern.
Sejak peluit awal dibunyikan, atmosfer Stadion Delta Sidoarjo sudah memanas. Ribuan Deltamania, julukan bagi para suporter Deltras FC, memadati tribun, tak henti-hentinya meneriakkan dukungan untuk tim kesayangan mereka. Laga ini memang krusial bagi kedua tim dalam perburuan posisi di klasemen Liga 2. Deltras FC, yang tengah berjuang untuk menjaga asa lolos ke babak selanjutnya, membutuhkan poin penuh di kandang. Sementara itu, Persela Lamongan, dengan reputasi dan ambisinya yang besar, juga datang dengan misi mencuri angka di kandang lawan. Rivalitas regional antara kedua tim menambah bumbu panas pada jalannya pertandingan, menjadikan setiap duel di lapangan terasa begitu berarti.
Babak pertama dimulai dengan tempo sedang, di mana kedua tim saling menjajaki kekuatan. Deltras FC, bermain di hadapan pendukungnya sendiri, mencoba mengambil inisiatif serangan, namun pertahanan Persela yang digalang dengan disiplin mampu meredam setiap upaya. Laga berjalan ketat di lini tengah, dengan banyak perebutan bola dan pelanggaran-pelanggaran kecil yang menghentikan alur permainan. Persela Lamongan, dengan pemain-pemain berpengalaman seperti Jonathan Bustos, mulai menunjukkan ancaman lewat set-piece dan serangan balik cepat.
Petaka bagi Deltras FC datang pada menit ke-27. Sebuah pelanggaran di area pertahanan Deltras berbuah tendangan bebas yang dieksekusi dengan brilian oleh Jonathan Bustos. Umpan lambung Bustos yang akurat meluncur deras ke kotak penalti, disambut dengan sundulan terarah oleh penyerang Persela, Daniel Goncalves. Kiper Deltras, Panggih Prio, tak mampu menjangkau bola yang melesat ke sudut gawangnya. Skor berubah 0-1 untuk keunggulan tim tamu. Gol ini sontak membuat Stadion Delta Sidoarjo terdiam sesaat, sebelum kembali disemangati oleh sorakan Deltamania yang tak menyerah.
Tertinggal satu gol tidak membuat semangat juang Deltras FC kendur. Justru sebaliknya, gol tersebut memicu reaksi keras dari para pemain Deltras. Mereka meningkatkan intensitas serangan, mencoba membongkar pertahanan Persela dari berbagai sisi. Usaha keras mereka akhirnya membuahkan hasil pada menit ke-35. Sebuah skema serangan cepat Deltras menciptakan kemelut di kotak penalti Persela. Bola liar hasil dari blokir pertahanan Persela jatuh tepat di kaki Rian Lopes. Tanpa pikir panjang, Rian melepaskan tendangan keras mendatar yang tak mampu diantisipasi oleh kiper Persela. Bola bersarang di jaring gawang, dan skor kembali imbang 1-1. Gol ini disambut dengan ledakan kegembiraan dari para pemain dan seluruh penonton, mengembalikan optimisme bahwa Deltras masih memiliki peluang untuk memenangkan pertandingan. Hingga peluit tanda jeda babak pertama ditiup, skor 1-1 tetap bertahan, menyisakan ketegangan dan harapan untuk paruh kedua pertandingan.
Memasuki babak kedua, kedua tim kembali menunjukkan determinasi tinggi. Pelatih Deltras FC, Widodo Cahyono Putro, diyakini telah melakukan beberapa penyesuaian strategi untuk mengatasi kebuntuan dan mencari gol kemenangan. Para pemain Deltras tampak lebih agresif dan berani mengambil risiko. Mereka mendominasi penguasaan bola dan terus-menerus menekan pertahanan Persela. Harapan untuk berbalik unggul sempat membumbung tinggi di benak Deltamania pada menit ke-64, ketika momen paling kontroversial dalam pertandingan ini terjadi.
Bek Deltras FC, Wisal El Burji, melepaskan tendangan spektakuler dari jarak jauh, kira-kira dari sepertiga lapangan, sebuah upaya yang jarang terlihat dalam pertandingan. Bola melesat lurus, menghujam gawang Persela dengan indah. Stadion Delta Sidoarjo meledak dalam kegembiraan. Para pemain Deltras merayakan gol tersebut dengan antusias, memeluk Wisal yang tak percaya dengan golnya sendiri. Namun, perayaan itu hanya berlangsung sesaat. Wasit utama, atas rekomendasi dari wasit VAR Thoriq Alkatiri, memutuskan untuk meninjau ulang insiden tersebut melalui layar VAR di pinggir lapangan.
Setelah peninjauan yang memakan waktu cukup lama, keputusan mengejutkan pun diumumkan: gol Wisal El Burji dianulir. Alasan yang diberikan adalah adanya pelanggaran yang terjadi lebih dulu dalam proses build-up serangan Deltras, sebelum Wisal melepaskan tendangan. Detail pelanggaran itu sendiri menjadi subjek perdebatan sengit. Dari tayangan ulang yang samar, terlihat ada sedikit kontak fisik di lini tengah yang dianggap wasit VAR sebagai pelanggaran yang membatalkan gol. Keputusan ini sontak memicu protes keras dari para pemain Deltras, bangku cadangan, dan terutama dari pelatih Widodo Cahyono Putro. Kekecewaan begitu nyata terpancar dari wajah setiap anggota tim Deltras dan ribuan suporter yang merasa dirampok dari gol indah yang seharusnya mengubah jalannya pertandingan.
Widodo Cahyono Putro tidak bisa menyembunyikan kekecewaannya. Dalam konferensi pers pasca-pertandingan, ia melontarkan kritik keras terhadap kepemimpinan wasit dan, secara spesifik, terhadap netralitas VAR. "Pertandingan ini tidak sulit kalau memang VAR tadi netral dalam artian kenapa gol kita selalu dicek VAR dan gol mereka tidak dicek VAR. Hal yang kita lakukan wajar karena naluri seorang pemain dan pelatih ada di posisi jauh," ungkap Widodo dengan nada geram. Pernyataan ini mencerminkan rasa frustrasi yang mendalam. Ia menyoroti inkonsistensi dalam penerapan VAR, mengisyaratkan bahwa standar peninjauan yang diterapkan kepada Deltras FC berbeda dengan yang diterapkan kepada tim lawan. Ini bukan hanya tentang satu keputusan yang salah, melainkan tentang pola yang ia rasakan sebagai ketidakadilan.
Pelatih berpengalaman itu melanjutkan, bahwa dari sudut pandang di bangku cadangan, sulit bagi mereka untuk melihat setiap detail insiden dengan jelas. Mereka mengandalkan VAR untuk memberikan keadilan, namun apa yang terjadi justru sebaliknya. "Ketika sebuah gol spektakuler tercipta, lalu dianulir karena pelanggaran minor yang sangat subjektif di proses awal, itu sangat merugikan. Apalagi jika gol lawan tidak melalui proses cek VAR yang serupa," tambahnya, merujuk pada gol pembuka Persela yang tidak melalui peninjauan mendalam. Kritik Widodo ini mencerminkan sentimen banyak pihak dalam sepak bola Indonesia mengenai implementasi VAR yang masih sering menimbulkan kontroversi, terutama dalam hal interpretasi wasit terhadap insiden-insiden yang bersifat abu-abu.
Meskipun kecewa berat, Widodo tetap berusaha menjaga moral tim. Ia memberikan apresiasi kepada para pemainnya yang telah berjuang hingga akhir laga, menunjukkan semangat pantang menyerah. "Untuk para pemain, semangat kita tidak boleh putus asa," imbuh mantan pelatih Persijap Jepara itu, menekankan pentingnya mentalitas kuat dalam menghadapi situasi sulit seperti ini. Ia tahu betul bahwa kekalahan, apalagi yang diwarnai kontroversi, bisa memukul psikologis pemain. Oleh karena itu, tugasnya sebagai pelatih adalah mengangkat kembali semangat dan fokus mereka untuk pertandingan selanjutnya.
Pemain Deltras FC, Martinus Novianto, turut menyuarakan perasaannya. Ia mengakui bahwa laga kontra Persela berjalan menarik meski hasil akhir tidak sesuai harapan. "Kejadian yang seperti sama sudah disampaikan pelatih, tidak ada alasan apapun. Kita menang pun ada evaluasi, apalagi kalah. Dalam jalannya pertandingan tadi pelatih sudah merubah strategi, tetapi terakhir kami belum diizinkan untuk menang," ujarnya. Pernyataan Martinus ini menggambarkan penerimaan tim terhadap hasil, namun juga tersirat rasa tidak berdaya di hadapan keputusan-keputusan yang mereka anggap merugikan. Frasa "belum diizinkan untuk menang" bisa diinterpretasikan sebagai rasa bahwa ada faktor di luar kendali mereka yang menghalangi kemenangan, merujuk pada keputusan VAR yang menganulir gol. Ini menunjukkan bahwa kontroversi VAR tidak hanya memengaruhi hasil, tetapi juga meninggalkan jejak psikologis yang dalam pada para pemain.
Setelah gol Wisal El Burji dianulir, semangat Deltras FC sempat sedikit menurun, namun mereka tetap berusaha keras untuk mencetak gol kemenangan. Namun, dewi fortuna tampaknya lebih berpihak kepada Persela Lamongan. Pada menit ke-80, Muhammad Sadewa berhasil memanfaatkan sebuah peluang emas. Tendangan kaki kirinya dari luar kotak penalti meluncur deras dan gagal diantisipasi dengan sempurna oleh kiper Panggih Prio. Bola masuk ke gawang Deltras, mengubah skor menjadi 1-2 untuk keunggulan Persela. Gol ini menjadi pukulan telak bagi Deltras FC, yang setelah berjuang keras justru kembali tertinggal di menit-menit akhir pertandingan.
Drama belum berakhir. Di masa injury time, tepatnya menit ke-90+1, Persela harus bermain dengan sepuluh pemain. Pemain Persela, Hasim Kipuw, menerima kartu merah setelah tinjauan VAR atas pelanggaran keras yang ia lakukan. Kartu merah ini menambah daftar panjang insiden yang melibatkan VAR dalam pertandingan tersebut, meskipun kali ini menguntungkan Deltras. Namun, kartu merah tersebut datang terlalu terlambat untuk mengubah hasil pertandingan. Hingga peluit panjang dibunyikan, skor 1-2 untuk kemenangan Persela Lamongan tidak berubah. Deltras FC harus menelan pil pahit kekalahan di kandang sendiri, diwarnai oleh serangkaian keputusan VAR yang menimbulkan pertanyaan besar tentang keadilan dan konsistensi.
Kekalahan ini tentu berdampak signifikan pada posisi Deltras FC di klasemen Liga 2, membuat jalan mereka menuju babak selanjutnya semakin terjal. Para Deltamania pulang dengan perasaan campur aduk antara kekecewaan atas hasil dan kemarahan terhadap keputusan wasit. Debat mengenai efektivitas dan netralitas VAR dalam sepak bola Indonesia, khususnya di Liga 2, kembali mencuat ke permukaan. Apakah VAR benar-benar mampu mewujudkan keadilan atau justru menambah kompleksitas dan kontroversi? Pertanyaan ini akan terus menggantung, menunggu jawaban dari perbaikan sistem dan penegakan aturan yang lebih konsisten di masa mendatang. Bagi Deltras FC, tantangan kini adalah bangkit dari keterpurukan ini, menjaga semangat juang, dan fokus pada pertandingan-pertandingan berikutnya untuk tetap menjaga asa mereka di kompetisi Liga 2.
rakyatindependen.id





