Mengguncang Dunia Pendidikan: Skandal Korupsi Dana BOP PKBM di Pasuruan Ungkap Kerugian Negara Hampir Rp 700 Juta, Dua Kepala Lembaga Ditahan

Dunia pendidikan di Kota Pasuruan kembali tercoreng oleh bayang-bayang korupsi yang menggerogoti dana vital bagi pengembangan masyarakat. Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Pasuruan, dalam langkah tegasnya memberantas praktik culas ini, resmi menetapkan dua tersangka baru dalam perkara penyalahgunaan dana Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) pada lembaga Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Kasus ini menjadi alarm keras akan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran publik, terutama yang menyentuh langsung denyut nadi pendidikan non-formal.
Dua individu yang kini harus mempertanggungjawabkan perbuatannya adalah Ely Harianto (EH), Kepala PKBM Cempaka, dan Luluk Masluhah (LM), Kepala PKBM Suropati. Keduanya telah menjalani penahanan di dua lokasi berbeda, EH di Lapas Kelas IIB Pasuruan, sementara LM di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Bangil. Penahanan ini bukan sekadar tindakan administratif, melainkan penegasan bahwa hukum akan ditegakkan tanpa pandang bulu terhadap siapa pun yang berani merampas hak masyarakat atas pendidikan yang layak.
Kepala Seksi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Kota Pasuruan, Deni Niswansyah, dalam keterangannya, mengungkapkan bahwa penetapan tersangka ini merupakan hasil dari pengembangan penyelidikan intensif yang telah berlangsung sejak Juli 2024. Penyelidikan tersebut, menurut Deni, mengungkap adanya banyak kejanggalan dan indikasi kuat manipulasi dalam laporan keuangan kedua lembaga PKBM yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam pemerataan akses pendidikan. "Setelah dilakukan pendalaman yang komprehensif dan pengumpulan alat bukti yang kuat, kami menemukan indikasi kuat adanya penyimpangan yang terstruktur dan masif dalam penggunaan dana BOP," terang Deni, pada Jumat (17/10/2025). Pernyataannya ini menggarisbawahi keseriusan Kejari dalam menelisik setiap celah korupsi yang merugikan negara dan masyarakat.
Modus operandi yang terungkap sangat terstruktur dan licik. Para tersangka diduga kuat memanipulasi Surat Pertanggungjawaban (SPj) yang menjadi dasar pencairan dana bantuan. Berbagai bentuk laporan fiktif, mulai dari pengadaan barang dan jasa yang tidak pernah terealisasi, hingga klaim kegiatan belajar mengajar atau pelatihan keterampilan yang hanya ada di atas kertas, menjadi alat untuk mengelabui sistem pengawasan. "Modusnya adalah membuat laporan fiktif dan penggunaan dana tidak sesuai dengan peruntukannya," tambah Deni. "Dana itu seharusnya digunakan untuk kegiatan belajar masyarakat, bukan untuk memperkaya diri sendiri atau kepentingan pribadi."
Dana BOP sendiri merupakan tulang punggung operasional PKBM, yang berfungsi memberikan pendidikan non-formal bagi masyarakat yang tidak dapat mengakses pendidikan formal, termasuk kejar paket A, B, dan C, serta berbagai pelatihan keterampilan. Penyalahgunaan dana ini secara langsung menghantam kesempatan belajar ribuan warga, terutama mereka yang berasal dari keluarga kurang mampu atau putus sekolah. Setiap rupiah yang dikorupsi dari dana BOP berarti hilangnya kesempatan bagi seorang anak untuk membaca, seorang dewasa untuk mendapatkan keterampilan baru, atau sebuah komunitas untuk meningkatkan kualitas hidupnya.
Dari hasil audit sementara yang dilakukan oleh Kejari Kota Pasuruan, kerugian negara akibat perbuatan dua kepala PKBM ini ditaksir mencapai angka fantastis, yakni sebesar Rp 697 juta lebih. Rinciannya, PKBM Suropati diduga menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 448 juta, sementara PKBM Cempaka sebesar Rp 208 juta. Angka ini bukan sekadar deretan digit, melainkan cerminan dari potensi pendidikan yang terbuang sia-sia. Bayangkan, dengan hampir Rp 700 juta, berapa banyak buku pelajaran yang bisa dibeli, berapa banyak komputer yang bisa disediakan untuk pelatihan literasi digital, atau berapa banyak guru honorer yang bisa diberikan insentif yang layak? Dana tersebut seharusnya dapat mendorong peningkatan kualitas pendidikan dan kesejahteraan masyarakat, namun justru lenyap dalam pusaran korupsi.
Deni Niswansyah menegaskan bahwa proses penyidikan masih terus bergulir dan tidak akan berhenti pada dua tersangka ini. "Tidak menutup kemungkinan ada aktor tambahan di balik kasus ini, dan kami akan buka semuanya sesuai bukti yang ada," tegasnya. Pernyataan ini mengisyaratkan bahwa Kejari tidak hanya berfokus pada individu, melainkan juga berupaya membongkar jaringan atau sindikat yang mungkin terlibat dalam praktik korupsi dana pendidikan ini. Keberanian Kejari untuk menelusuri hingga ke akar-akarnya patut diapresiasi, mengingat kasus korupsi seringkali melibatkan pihak-pihak dengan pengaruh tertentu.
Kasus ini menambah daftar panjang dugaan korupsi dana pendidikan di Kota Pasuruan. Sebelumnya, publik telah dihebohkan dengan kasus serupa yang menyeret dua tersangka lain, yakni Iswanto dan Jumiyati, yang telah divonis bersalah oleh pengadilan. Pola berulang ini menunjukkan adanya celah sistemik atau bahkan kelemahan dalam pengawasan yang perlu segera diperbaiki. Kejari Kota Pasuruan berkomitmen untuk menjadi garda terdepan dalam membersihkan sektor pendidikan dari praktik-praktik kotor semacam ini. "Kami berkomitmen menegakkan hukum secara tegas tanpa pandang bulu, khususnya terhadap penyimpangan dana pendidikan," tutup Deni. Ia berharap, kasus ini dapat menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak agar pengelolaan dana publik di sektor pendidikan dilakukan dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan tanggung jawab penuh.
Pendidikan adalah investasi masa depan bangsa. Setiap upaya korupsi yang menyasar dana pendidikan adalah pengkhianatan terhadap cita-cita luhur mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena itu, penegakan hukum yang tegas dan tanpa kompromi adalah mutlak diperlukan untuk mengembalikan kepercayaan publik serta memastikan bahwa setiap rupiah dana pendidikan benar-benar sampai kepada mereka yang berhak dan dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk kemajuan generasi penerus. Masyarakat juga diharapkan turut aktif dalam mengawasi penggunaan dana pendidikan dan melaporkan setiap indikasi penyimpangan yang ditemukan. Hanya dengan sinergi antara penegak hukum, pemerintah, dan masyarakat, dunia pendidikan dapat terbebas dari belenggu korupsi.
(rakyatindependen.id)