Mojokerto Perkuat Komitmen Eliminasi TBC: Wali Kota Ika Puspitasari Pimpin Sinergi Lintas Sektor dengan Pendekatan Holistik

Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto kembali menegaskan komitmennya yang kuat dan berkelanjutan dalam upaya percepatan eliminasi Tuberkulosis (TBC), sebuah penyakit menular mematikan yang masih menjadi ancaman serius bagi kesehatan masyarakat global dan nasional. Komitmen ini diwujudkan melalui penguatan sinergi lintas sektor yang melibatkan berbagai elemen strategis, memastikan pendekatan yang komprehensif dan terkoordinasi dalam penanggulangan TBC di seluruh wilayah kota. Wali Kota Mojokerto, Ika Puspitasari, yang akrab disapa Ning Ita, memimpin langsung rapat koordinasi (rakor) penting ini, yang diselenggarakan di Aula Kantor Kelurahan Wates, Kecamatan Magersari, sebagai langkah proaktif menuju Kota Mojokerto bebas TBC.

Rakor ini bukan sekadar pertemuan rutin, melainkan manifestasi dari keseriusan Pemkot Mojokerto dalam menghadapi tantangan TBC. Dipilihnya Kelurahan Wates sebagai lokasi rakor menunjukkan fokus strategis pada wilayah-wilayah dengan kepadatan penduduk tinggi, yang secara inheren memiliki risiko penularan TBC yang lebih besar. Ning Ita dalam arahannya dengan tegas menekankan esensi kebersamaan dan kolaborasi sebagai kunci utama untuk secara signifikan menekan angka penularan TBC, terutama di area-area padat penduduk yang memerlukan perhatian ekstra dan intervensi yang cepat serta tepat. "Hari ini kita menguatkan sinergi lintas sektor antara pemerintah, TNI-Polri, tenaga kesehatan, dan masyarakat. Semua harus bergerak bersama untuk menekan angka penularan TBC di Kota Mojokerto," ungkap Ning Ita, pada Jumat (17/10/2025), menggarisbawahi urgensi dari kerja sama kolektif ini. Tanggal yang tertera (17/10/2025) juga menunjukkan bahwa rakor ini adalah bagian dari perencanaan strategis jangka panjang, bukan hanya respons reaktif, melainkan upaya antisipatif yang terstruktur.

Wali Kota Mojokerto menjelaskan lebih lanjut bahwa penanggulangan TBC merupakan salah satu program prioritas nasional yang mendapatkan perhatian serius dari pemerintah pusat. Dalam konteks ini, Provinsi Jawa Timur, tempat Kota Mojokerto berada, menjadi salah satu dari delapan provinsi di Indonesia yang diundang secara khusus dan menandatangani komitmen eliminasi TBC dengan pemerintah pusat. "Dari 38 provinsi di Indonesia, hanya delapan yang diundang karena tingkat kasusnya tinggi. Lima di antaranya ada di Pulau Jawa, termasuk Jawa Timur. Itu sebabnya kami diminta komitmen langsung oleh pemerintah pusat," jelas Ning Ita, menyoroti posisi strategis Jawa Timur dan, secara implisit, Kota Mojokerto dalam peta penanggulangan TBC nasional. Menyadari pentingnya panduan yang jelas dan terarah, Kota Mojokerto telah menyusun dan memiliki Rencana Aksi Daerah (RAD) Eliminasi TBC. RAD ini berfungsi sebagai peta jalan dan panduan langkah cepat yang terperinci bagi seluruh sektor yang terlibat, memastikan setiap upaya dan program terintegrasi dengan baik dan berjalan sesuai target yang telah ditetapkan. RAD ini mencakup strategi deteksi dini, penatalaksanaan kasus, peningkatan akses layanan, edukasi masyarakat, serta monitoring dan evaluasi.

Salah satu tantangan terbesar dalam upaya eliminasi TBC adalah resistensi atau keengganan sebagian masyarakat untuk berobat, meskipun obat TBC diberikan secara gratis oleh pemerintah. Ning Ita dengan lugas menyoroti fenomena ini dan menekankan pentingnya pendekatan yang tidak hanya medis, tetapi juga sosial dan spiritual untuk mendorong kesadaran dan kemauan masyarakat agar segera mencari pengobatan. "Jika obat untuk TBC gratis, tapi masih banyak yang enggan berobat. Jika dibiarkan, bukan hanya merugikan diri sendiri, tapi juga menularkan ke orang lain," ujarnya. Ia menambahkan dimensi moral yang kuat pada seruannya, "Kalau sampai orang lain meninggal karena tertular, itu dosa. Maka kita perlu sosialisasi dengan bahasa yang menyentuh." Pendekatan spiritual ini diharapkan mampu menyentuh hati nurani masyarakat, mengingatkan mereka akan tanggung jawab sosial dan etika untuk melindungi diri sendiri dan orang lain dari bahaya penularan. Upaya sosialisasi ini akan didukung dengan melibatkan tokoh agama, tokoh masyarakat, serta kader-kader kesehatan yang memiliki kedekatan dengan masyarakat di tingkat akar rumput.

Fokus khusus pada Kelurahan Wates juga didasari oleh data demografi yang menunjukkan bahwa wilayah ini merupakan area terpadat di Kota Mojokerto. Kepadatan penduduk secara inheren meningkatkan risiko penularan TBC, menjadikannya episentrum potensial yang memerlukan intervensi terpadu dan berkelanjutan. Oleh karena itu, fokus pada wilayah ini bukan tanpa alasan, melainkan merupakan strategi yang diperhitungkan untuk mengendalikan penyebaran penyakit secara efektif di seluruh kota. Ning Ita juga menghubungkan TBC dengan masalah kesehatan masyarakat lainnya, khususnya stunting pada anak. "Kalau anak kecil kena TBC, pasti stunting. Ini akan memengaruhi kualitas generasi ke depan," tegasnya. Keterkaitan antara TBC dan stunting sangat krusial; TBC yang diderita anak dapat menyebabkan malnutrisi kronis, menghambat pertumbuhan fisik dan kognitif, yang pada akhirnya berkontribusi pada kasus stunting. Ini menunjukkan bahwa penanggulangan TBC bukan hanya soal kesehatan individu, tetapi juga investasi pada masa depan bangsa dan kualitas sumber daya manusia.

Melalui rakor tersebut, Ning Ita kembali menegaskan urgensi kolaborasi lintas sektor dan partisipasi aktif masyarakat sebagai tulang punggung keberhasilan program eliminasi TBC. Partisipasi ini mencakup deteksi dini kasus TBC dan pelaporan yang akurat serta cepat. "Tugas Panjenengan adalah mengedukasi dan melaporkan. Siapa pun, dari mana pun asalnya, kalau tinggal di Wates dan diduga TBC, harus kita tangani bersama. Karena kalau tidak, penyebarannya akan makin luas," pungkasnya, menekankan prinsip universalitas dalam penanganan kasus TBC, di mana setiap individu, tanpa memandang latar belakang, berhak mendapatkan penanganan yang layak dan efektif. Pelibatan masyarakat dalam deteksi dini sangat penting karena TBC seringkali menunjukkan gejala yang tidak spesifik pada tahap awal, sehingga kesadaran masyarakat untuk memeriksakan diri atau melaporkan anggota keluarga yang bergejala sangatlah vital.

Kegiatan rakor ini ditutup dengan sesi penyampaian materi edukatif yang mendalam oleh tenaga kesehatan dari Dinas Kesehatan Kota Mojokerto. Materi tersebut mencakup informasi komprehensif mengenai gejala TBC yang perlu diwaspadai (seperti batuk lebih dari dua minggu, demam ringan, keringat malam, penurunan berat badan), cara penularan penyakit (melalui udara saat penderita batuk atau bersin), serta tata laksana pengobatan TBC yang benar dan harus dipatuhi secara disiplin hingga tuntas untuk mencegah kekambuhan dan resistensi obat. Edukasi ini disampaikan kepada para peserta rakor, yang merupakan representasi dari berbagai elemen masyarakat dan institusi.

Kegiatan penting ini dihadiri oleh jajaran Pemkot Mojokerto, perwakilan Dinas Kesehatan yang menjadi garda terdepan penanganan kesehatan, camat dan lurah sebagai pemimpin wilayah yang berinteraksi langsung dengan masyarakat, serta unsur TNI-Polri yang turut mendukung dari sisi keamanan dan ketertiban. Selain itu, hadir pula para kader TBC yang merupakan ujung tombak di lapangan, serta perwakilan dari organisasi kemasyarakatan seperti Tim Penggerak PKK (Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga) dan karang taruna, yang memiliki jaringan luas di komunitas dan peran strategis dalam menggerakkan masyarakat. Kehadiran berbagai pihak ini menunjukkan bahwa sinergi lintas sektor benar-benar diwujudkan, bukan hanya di atas kertas, melainkan dalam tindakan nyata. Dengan pendekatan yang holistik, komprehensif, dan partisipatif ini, Kota Mojokerto optimistis dapat mencapai target eliminasi TBC dan mewujudkan masyarakat yang lebih sehat dan produktif di masa depan.

rakyatindependen.id

Exit mobile version