Mundur Karena 6 Bulan Tidak Gajian, Bernardo Tavares Pernah Sampai Lelang Barang Pribadi untuk Bayar Gaji Staf dan Pemain

Mundurnya Bernardo Tavares dari kursi pelatih kepala PSM Makassar telah membuka tabir permasalahan internal klub berjuluk Juku Eja tersebut. Alasan utama pengunduran diri Tavares ternyata bukan sekadar masalah teknis di lapangan, melainkan krisis finansial yang mendera PSM Makassar, di mana gaji pemain dan staf telah tertunggak selama enam bulan. Kondisi ini menjadi puncak dari permasalahan yang telah lama dihadapi Tavares selama tiga setengah tahun masa baktinya di klub kebanggaan masyarakat Sulawesi Selatan itu.

Keputusan berat untuk meninggalkan PSM Makassar diumumkan langsung oleh Bernardo Tavares melalui pesan singkat yang kemudian viral di kalangan suporter dan media. Dalam pesannya, Tavares mengungkapkan kekecewaannya atas situasi yang tidak berkelanjutan terkait pembayaran gaji. "Dengan penuh kesedihan, saya mengumumkan keberangkatan saya dari PSM Makassar, klub tertua di Indonesia, dengan sejarah hampir 110 tahun. Alasannya adalah kurangnya pembayaran gaji, situasi yang saya hadapi selama 3 setengah tahun saya menjadi pelatih, namun yang kini menjadi tidak berkelanjutan," tulis Tavares dengan nada pilu.

Pengakuan Tavares ini sontak membuat para penggemar PSM Makassar teringat akan momen pengorbanan sang pelatih pada musim lalu. Tepatnya, menjelang pertandingan pekan ke-12 BRI Liga 1 2023-24 melawan Barito Putera, Tavares membuat pengumuman mengejutkan. Ia menyatakan akan melelang sejumlah barang pribadi miliknya untuk membantu mengatasi masalah finansial tim.

"Ada beberapa barang di sini yang mungkin akan ada nanti dari kalian atau suporter yang akan melakukan penawaran. Hasilnya nanti akan saya berikan kepada staf dan ofisial. Ini menunjukkan bahwa kita ada dalam posisi yang sama," ujar Tavares kala itu, dengan nada penuh kepedulian dan solidaritas.

Tindakan Tavares ini bukan sekadar gimmick atau pencitraan. Ia benar-benar rela mengorbankan barang-barang berharganya demi membantu para pemain dan staf yang tengah kesulitan. Tercatat, ada tiga barang pribadi milik pelatih berlisensi UEFA Pro itu yang dilelang. Pertama, sepasang kaos polo dan celana yang selalu ia kenakan selama mendampingi tim di pinggir lapangan pada musim lalu. Kedua, salah satu dari tiga trofi Best Coach of the Month yang berhasil diraihnya sebagai pengakuan atas kinerja gemilangnya.

Langkah berani Tavares ini dilatarbelakangi oleh rasa solidaritas yang tinggi terhadap para pemain dan staf PSM Makassar. Ia merasa bertanggung jawab untuk membantu mereka yang tengah mengalami kesulitan akibat penunggakan gaji. Baginya, tim ini bukan hanya sekadar kumpulan pemain dan pelatih, melainkan sebuah keluarga besar yang harus saling mendukung dan membantu dalam situasi apapun.

"Saya melakukan ini karena saya peduli dengan tim ini. Saya tahu bahwa banyak pemain dan staf yang kesulitan karena gaji mereka belum dibayar. Saya ingin membantu mereka sebisa saya," tegas Tavares saat itu.

Aksi lelang barang pribadi yang dilakukan Tavares ini mendapat apresiasi luas dari berbagai kalangan. Para suporter PSM Makassar memberikan dukungan penuh dan berbondong-bondong mengikuti lelang tersebut. Bahkan, tidak sedikit dari mereka yang rela mengeluarkan uang lebih demi mendapatkan barang-barang kenangan milik sang pelatih.

Selain itu, sejumlah tokoh sepak bola nasional dan media massa juga memberikan pujian atas tindakan terpuji Tavares. Mereka menilai bahwa Tavares bukan hanya seorang pelatih yang hebat di lapangan, tetapi juga seorang pemimpin yang memiliki hati nurani dan kepedulian sosial yang tinggi.

Namun, di balik aksi heroik Tavares tersebut, tersimpan sebuah ironi yang menyakitkan. Bagaimana mungkin sebuah klub sebesar PSM Makassar, yang memiliki sejarah panjang dan basis suporter yang besar, bisa mengalami krisis finansial hingga menunggak gaji pemain dan staf selama berbulan-bulan? Pertanyaan ini tentu menjadi pekerjaan rumah besar bagi manajemen klub dan para pemangku kepentingan sepak bola di Sulawesi Selatan.

Krisis finansial yang dialami PSM Makassar ini bukan merupakan kejadian yang pertama kali terjadi di sepak bola Indonesia. Sebelumnya, sejumlah klub lain juga pernah mengalami masalah serupa, bahkan hingga berujung pada pembubaran klub. Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan keuangan klub sepak bola di Indonesia masih jauh dari kata profesional dan transparan.

Banyak faktor yang menjadi penyebab terjadinya krisis finansial di klub sepak bola Indonesia. Di antaranya adalah ketergantungan yang tinggi terhadap dana sponsor, pengelolaan pendapatan yang kurang efektif, dan kurangnya pengawasan dari pihak regulator.

Selain itu, budaya korupsi dan nepotisme yang masih mengakar di tubuh sepak bola Indonesia juga turut memperparah masalah ini. Tidak sedikit oknum yang memanfaatkan posisi mereka untuk mengeruk keuntungan pribadi, sehingga merugikan klub dan para pemain.

Kondisi ini tentu sangat memprihatinkan dan mengancam keberlangsungan sepak bola Indonesia. Jika tidak ada perubahan yang signifikan dalam pengelolaan keuangan klub, maka bukan tidak mungkin akan semakin banyak klub yang mengalami krisis finansial dan bahkan bubar.

Oleh karena itu, dibutuhkan langkah-langkah konkret dan terpadu dari semua pihak terkait untuk mengatasi masalah ini. Manajemen klub harus lebih profesional dan transparan dalam mengelola keuangan. Pihak regulator harus lebih ketat dalam melakukan pengawasan dan memberikan sanksi tegas kepada klub yang melanggar aturan. Pemerintah juga harus memberikan dukungan yang lebih besar kepada sepak bola Indonesia, baik dari segi finansial maupun regulasi.

Selain itu, penting juga untuk membangun kesadaran dan partisipasi dari para suporter. Suporter harus menjadi bagian dari solusi, bukan bagian dari masalah. Mereka harus mendukung klub secara positif dan konstruktif, serta berani mengkritik jika ada hal-hal yang tidak beres.

Dengan kerja sama dan komitmen dari semua pihak, diharapkan sepak bola Indonesia dapat keluar dari krisis finansial dan menjadi industri yang sehat, profesional, dan berkelanjutan.

Kembali ke kasus Bernardo Tavares, pengunduran dirinya dari PSM Makassar merupakan sebuah kehilangan besar bagi klub dan para suporter. Tavares telah memberikan kontribusi yang sangat besar bagi PSM Makassar, baik dari segi prestasi maupun pembinaan pemain muda. Ia berhasil membawa PSM Makassar meraih gelar juara Piala Indonesia pada tahun 2019 dan tampil kompetitif di kompetisi Liga 1.

Selain itu, Tavares juga dikenal sebagai pelatih yang memiliki visi dan filosofi sepak bola yang jelas. Ia selalu menekankan pentingnya kerja keras, disiplin, dan kerjasama tim. Ia juga tidak takut untuk memberikan kesempatan kepada pemain-pemain muda untuk berkembang dan menunjukkan kemampuan mereka.

Kepergian Tavares tentu akan meninggalkan lubang yang besar di PSM Makassar. Namun, di sisi lain, hal ini juga menjadi momentum bagi klub untuk melakukan evaluasi dan perbaikan di semua lini. Manajemen klub harus belajar dari pengalaman ini dan berbenah diri agar kejadian serupa tidak terulang kembali di masa depan.

Para suporter PSM Makassar juga harus tetapSolid dan memberikan dukungan kepada tim dalam situasi apapun. Mereka harus percaya bahwa PSM Makassar akan mampu bangkit dari keterpurukan dan kembali meraih kejayaan di masa depan.

Sepak bola adalah olahraga yang penuh dengan drama dan dinamika. Ada saatnya kita berada di atas, ada saatnya kita berada di bawah. Yang terpenting adalah bagaimana kita mampu bangkit dari keterpurukan dan terus berjuang untuk meraih impian.

PSM Makassar adalah klub yang memiliki sejarah panjang dan tradisi yang kuat. Klub ini telah menjadi bagian dari identitas dan kebanggaan masyarakat Sulawesi Selatan. Oleh karena itu, kita semua harus bersama-sama menjaga dan melestarikan klub ini agar tetap eksis dan berjaya di masa depan.

Semoga dengan adanya kejadian ini, sepak bola Indonesia dapat menjadi lebih baik dan profesional. Kita semua berharap agar kejadian serupa tidak terulang kembali di masa depan.

Exit mobile version