Nekat Bobol Kotak Amal Makam Berbekal Parang Demi Rp60 Ribu, Dua Pemuda Blitar Diringkus Warga dan Terancam Hukuman Berat.

Aksi nekat dua pemuda di Kabupaten Blitar harus berakhir tragis di tangan warga setelah upaya mereka membobol kotak amal di sebuah pemakaman umum terendus. Ironisnya, demi mendapatkan uang recehan sebesar Rp60 ribu, kedua pelaku ini telah membekali diri dengan senjata tajam berupa parang yang terselip di tubuh mereka, sebuah detail yang menambah dimensi serius pada tindakan kriminal mereka. Kejadian ini tidak hanya menyoroti kejahatan pencurian, tetapi juga keberanian warga dalam menjaga ketertiban dan keamanan lingkungan mereka, serta potensi bahaya yang mengintai di balik tindakan impulsif yang didorong oleh motif ekonomi yang minim.
Peristiwa yang menggemparkan warga Desa Sumberjo ini terjadi di Tempat Pemakaman Umum (TPU) yang berlokasi di Desa Sumberjo, Kecamatan Kademangan, Kabupaten Blitar. Malam Kamis, tepatnya pada tanggal 11 September 2025, sekitar pukul 21.20 WIB, suasana hening pemakaman yang biasanya hanya diselimuti kesyahduan, berubah menjadi saksi bisu sebuah aksi kejahatan. Dua individu yang terlibat dalam insiden ini kemudian berhasil diringkus oleh warga setempat. Mereka diidentifikasi berinisial S.A. (25) dan S.T. (19), keduanya merupakan penduduk dari Desa Slemanan, Kecamatan Udanawu. Lokasi kejadian yang merupakan area publik, khususnya tempat yang dianggap sakral oleh banyak orang, menambah kekhawatiran masyarakat akan lunturnya nilai-nilai moral dan etika. Pemilihan waktu malam hari juga menunjukkan upaya pelaku untuk menghindari pantauan, namun kewaspadaan warga ternyata jauh lebih unggul.
Pihak kepolisian setempat, melalui Kasubsi PIDM Sihumas Polres Blitar, Ipda Putut Siswahyudi, membenarkan kejadian ini saat dikonfirmasi pada Jumat (12/9/2025). "Benar, kami telah mengamankan dua orang terduga pelaku pencurian dengan pemberatan. Saat ini keduanya beserta barang bukti sudah dibawa ke Mapolres Blitar untuk proses hukum lebih lanjut," ujar Ipda Putut. Pernyataan resmi dari kepolisian ini menggarisbawahi keseriusan kasus ini, yang tidak hanya dikategorikan sebagai pencurian biasa, melainkan pencurian dengan pemberatan. Kategori ini biasanya diterapkan ketika pelaku menggunakan kekerasan, ancaman kekerasan, atau membawa senjata tajam dalam melancarkan aksinya, yang secara signifikan meningkatkan potensi ancaman dan hukuman yang akan diterima. Proses hukum yang akan dijalani kedua pelaku diharapkan dapat memberikan efek jera dan menjadi pelajaran bagi masyarakat luas tentang konsekuensi dari tindakan kriminal.
Ipda Putut kemudian memaparkan kronologi kejadian yang bermula dari kecermatan seorang saksi mata. Adalah Didin Oktavianus (35), yang pada malam itu memergoki gerak-gerik mencurigakan kedua pelaku di area pemakaman. Dalam kegelapan malam, Didin melihat S.A. dan S.T. tengah sibuk berupaya merusak gembok kotak amal yang terpasang di salah satu sudut pemakaman, menggunakan sebuah tang. Keberadaan kotak amal di pemakaman biasanya dimaksudkan untuk pengumpulan dana pemeliharaan atau kegiatan keagamaan, sehingga pembobolannya dianggap sebagai tindakan yang tidak hanya merugikan secara materi tetapi juga merendahkan nilai-nilai spiritual dan sosial. Didin, dengan naluri kewaspadaannya, menyadari bahwa apa yang ia saksikan adalah sebuah tindakan kriminal yang harus segera dihentikan. Keberanian Didin untuk tidak tinggal diam menjadi kunci terbongkarnya aksi kejahatan ini.
Melihat kejadian tersebut, Didin Oktavianus tidak langsung bertindak gegabah dengan melakukan konfrontasi langsung yang berpotensi membahayakan dirinya. Sebaliknya, ia memilih jalur yang lebih bijaksana dan aman, yaitu dengan segera menghubungi Ketua RT setempat, Bapak Usman Komaeni, melalui telepon. Tindakan Didin ini mencerminkan pemahaman akan pentingnya koordinasi dan kerja sama komunitas dalam menghadapi situasi darurat. Keputusan untuk tidak bertindak sendirian sangat tepat mengingat kedua pelaku diketahui membawa senjata tajam. Bapak Usman Komaeni, sebagai pemimpin komunitas, menunjukkan respons cepat dan tanggung jawabnya terhadap keamanan warganya. Komunikasi yang efektif antara warga dan ketua RT menjadi contoh ideal bagaimana masyarakat dapat berperan aktif dalam menjaga ketertiban lingkungan.
Tak butuh waktu lama setelah menerima laporan, Ketua RT Bapak Usman Komaeni, bersama dengan sejumlah warga lainnya, langsung bergerak mendatangi lokasi kejadian. Mobilisasi warga yang cepat dan terkoordinasi menunjukkan solidaritas dan kepedulian tinggi terhadap lingkungan mereka. Kedua pelaku, S.A. dan S.T., yang tampaknya tidak menyadari bahwa gerak-gerik mereka telah terpantau dan bahwa bala bantuan sedang menuju, tak bisa berkutik saat warga tiba dan langsung mengamankan mereka. Kejutan dan kepungan yang tak terduga membuat mereka kehilangan kesempatan untuk melarikan diri atau melakukan perlawanan. Momen penangkapan ini menjadi bukti nyata kekuatan komunitas yang bersatu dalam menghadapi ancaman kriminalitas. Keberanian warga dalam mengamankan pelaku, meskipun dengan risiko tertentu, patut diacungi jempol.
Saat warga melakukan penggeledahan terhadap kedua pelaku, ditemukan fakta yang mengejutkan dan mengkhawatirkan. Kedua pemuda tersebut ternyata membawa dua buah parang yang diselipkan di tubuh mereka, sebuah indikasi kuat adanya persiapan untuk kekerasan atau ancaman jika diperlukan. Penemuan senjata tajam ini secara signifikan memperberat kategori kejahatan yang mereka lakukan. Tak hanya itu, di dalam jok sepeda motor Honda Kharisma tanpa plat nomor yang mereka gunakan sebagai sarana transportasi, ditemukan pula sebuah palu. Ketiadaan plat nomor pada kendaraan juga menimbulkan kecurigaan bahwa sepeda motor tersebut mungkin bukan milik mereka atau sengaja dilepas untuk menyulitkan identifikasi jika terjadi pelarian. Keberadaan berbagai alat ini menunjukkan perencanaan yang matang, meskipun tujuan akhirnya hanyalah uang Rp60 ribu.
Ipda Putut melanjutkan penjelasannya mengenai barang bukti yang berhasil diamankan. "Saat diamankan warga, ditemukan barang bukti dua buah parang, satu tang yang digunakan untuk merusak gembok, serta satu palu. Uang tunai hasil pencurian sebesar Rp60 ribu juga berhasil kami sita," ungkapnya. Daftar barang bukti ini tidak hanya mengkonfirmasi tindakan pencurian, tetapi juga metode dan tingkat persiapan yang dilakukan para pelaku. Tang digunakan untuk merusak gembok, palu mungkin untuk tujuan yang sama atau sebagai alat perusakan lainnya, dan parang sebagai alat intimidasi atau pertahanan. Uang tunai sebesar Rp60 ribu, yang menjadi motif utama di balik semua risiko ini, terasa sangat kontras dengan potensi hukuman berat yang kini menanti mereka. Jumlah yang sangat kecil ini menggambarkan tingkat keputusasaan atau kurangnya pertimbangan matang dari kedua pelaku.
Mendapat laporan resmi dari warga, anggota dari Polsek Lodoyo Barat bersama Pleton Siaga Polres Blitar segera meluncur ke Tempat Kejadian Perkara (TKP). Respons cepat dari pihak kepolisian ini menunjukkan profesionalisme dan kesigapan dalam menindaklanjuti laporan masyarakat serta memastikan keamanan para pelaku dari potensi amuk massa. Polisi kemudian mengambil alih penanganan kedua pelaku yang masih tergolong belia tersebut, membawa mereka ke Mapolres Blitar untuk proses penyelidikan dan mempertanggungjawabkan perbuatannya secara hukum. Aksi nekat yang dilancarkan oleh S.A. dan S.T. kini harus dibayar mahal di balik jeruji besi, menghadapi konsekuensi hukum yang berat atas perbuatan pencurian dengan pemberatan. Kasus ini menjadi pengingat pahit tentang bahaya mengambil jalan pintas dan pentingnya peran serta masyarakat dalam menjaga keamanan dan ketertiban lingkungan. Masyarakat berharap agar kasus ini dapat ditangani dengan tuntas dan memberikan keadilan, sekaligus menjadi pelajaran berharga bagi generasi muda.
Baca berita lainnya di Google News atau langsung di halaman Indeks Berita rakyatindependen.id