Nostalgia Rasa: Mengenang Buah-Buah Jadul yang Merajai Masa Kecil Generasi 90-an

Bagi generasi milenial yang tumbuh di era 90-an, masa kecil adalah panggung petualangan tanpa batas. Imajinasi berkembang di antara rimbunnya pepohonan, tawa menggema di halaman rumah, dan kebahagiaan sederhana ditemukan dalam setiap sudut alam. Sepulang sekolah, kaki-kaki kecil berlomba memanjat pohon, tangan-tangan mungil menjelajahi kebun mencari buah-buahan liar yang tumbuh subur di pinggir jalan. Aktivitas sederhana ini membentuk kenangan manis yang tak lekang oleh waktu, aroma masa kecil yang selalu dirindukan.
Dahulu, buah-buahan lokal mudah sekali ditemui, menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Namun, seiring dengan pesatnya pembangunan dan serbuan buah impor, sebagian besar mulai jarang terlihat, tergeser dari ingatan dan meja makan. Mari kita bernostalgia, menyelami kembali rasa dan aroma buah-buah jadul yang pernah merajai masa kecil generasi 90-an, buah-buahan yang mungkin masih melekat kuat dalam ingatan, membangkitkan senyum, dan menghangatkan hati.
Ciplukan: Harta Karun Kecil dari Semak Liar
Ciplukan, buah bulat kecil yang terbungkus dalam kulit tipis menyerupai lampion kering, adalah harta karun bagi anak-anak 90-an. Saat kulitnya dibuka, akan tampak buah berwarna kuning-oranye dengan rasa manis-asam yang khas, perpaduan yang menyegarkan dan membuat ketagihan. Dahulu, ciplukan sering ditemukan di semak liar, sawah, atau kebun, tumbuh tanpa perawatan khusus, siap dipetik dan dinikmati kapan saja. Menemukan ciplukan ibarat menemukan harta karun kecil, hadiah dari alam yang selalu disambut dengan gembira.
Kini, ciplukan justru banyak dibudidayakan sebagai buah eksotis dengan harga cukup mahal, dijual di supermarket dan pasar modern. Ironisnya, buah yang dulu bisa dipetik gratis di pinggir jalan kini menjadi barang mewah yang sulit dijangkau. Namun, bagi generasi 90-an, ciplukan tetaplah buah sederhana yang menyimpan kenangan manis tentang masa kecil yang bebas dan bahagia.
Cermai: Sensasi Asam Segar yang Membuat Lidah Bergoyang
Buah berwarna hijau kekuningan berbentuk bulat mungil ini terkenal dengan rasa asam segarnya yang membangkitkan semangat. Cermai biasanya dimakan langsung, dicocol garam, atau diolah menjadi rujak sederhana, menjadi camilan favorit di siang hari yang panas. Pohonnya sering tumbuh di halaman rumah, sehingga mudah dijangkau anak-anak. Walau asam, cermai selalu jadi rebutan karena sensasi segar yang membuat lidah tak berhenti bergoyang, tantangan yang selalu diterima dengan riang gembira.
Mencari cermai adalah petualangan kecil yang menyenangkan. Anak-anak berlomba memanjat pohon, berusaha meraih buah yang paling matang. Rasa asam cermai mengajarkan tentang keberanian, tentang menghadapi tantangan dan menikmati hasilnya. Kini, cermai mungkin tak sepopuler dulu, tetapi rasa asamnya tetap melekat di ingatan, menjadi simbol masa kecil yang penuh warna.
Kerse: Cherry Kampung yang Manis Ringan
Buah mungil berwarna merah terang ini dikenal juga dengan nama talok atau cherry kampung. Pohon kersen biasanya tumbuh rimbun di pinggir jalan, sehingga buahnya gampang dipetik, menjadi sumber makanan gratis bagi anak-anak yang sedang bermain. Rasanya manis ringan, cocok dijadikan cemilan saat bermain, menghilangkan dahaga dan menambah energi. Anak-anak 90-an sering memakan kersen langsung tanpa dicuci, sekadar untuk menghilangkan haus, tanpa peduli debu dan kotoran yang menempel.
Pohon kersen juga menjadi tempat berteduh favorit saat panas terik, tempat beristirahat sejenak sebelum melanjutkan petualangan. Di bawah rindangnya pohon kersen, cerita-cerita dibagikan, tawa menggema, dan persahabatan terjalin. Kersen bukan hanya buah, tetapi juga saksi bisu kebahagiaan masa kecil yang sederhana.
Jamblang atau Juwet: Ungu di Lidah, Kenangan di Hati
Buah berwarna ungu tua hampir hitam ini berbentuk oval dengan rasa manis bercampur sepat, kombinasi yang unik dan menarik. Jamblang sering meninggalkan warna ungu pada lidah dan gigi, sehingga anak-anak suka berlomba menunjukkan siapa yang paling ungu, permainan sederhana yang selalu memicu tawa. Buah ini banyak tumbuh di pedesaan, tetapi kini semakin sulit ditemui, terutama di perkotaan.
Mencari jamblang adalah petualangan yang membutuhkan kesabaran dan ketelitian. Pohon jamblang biasanya tinggi dan rindang, sehingga sulit untuk memetik buahnya. Namun, usaha tersebut sebanding dengan rasa manis dan unik yang ditawarkan. Jamblang bukan hanya buah, tetapi juga simbol persaingan sehat dan kebersamaan.
Kenitu: Manis Lembut yang Sedikit Lengket
Kenitu atau star apple punya kulit hijau keunguan dengan daging buah lembut manis. Cara memakannya unik, cukup dibelah dan disendok, menikmati setiap suapan dengan perlahan. Rasanya segar, meski sedikit lengket di mulut, sensasi yang selalu diingat. Buah ini dulu sering ditemukan di pekarangan rumah orang tua, tetapi kini mulai langka.
Kenitu adalah buah yang istimewa, buah yang hanya bisa dinikmati saat musimnya tiba. Menunggu musim kenitu adalah bagian dari pengalaman, belajar tentang kesabaran dan menghargai alam. Kenitu bukan hanya buah, tetapi juga simbol tradisi dan keluarga.
Kesemek: Apel Lokal dengan Sentuhan Kapur Sirih
Kesemek dikenal dengan sebutan “buah apel lokal” karena bentuknya mirip apel kecil berwarna oranye pucat. Rasanya manis sepat, biasanya dimakan setelah dikeringkan atau ditaburi kapur sirih agar hilang sepatnya. Kesemek banyak tumbuh di daerah pegunungan, terutama Jawa.
Kesemek adalah buah yang membutuhkan proses sebelum bisa dinikmati. Proses pengeringan atau penaburan kapur sirih menghilangkan rasa sepat dan membuat rasa manisnya semakin terasa. Kesemek mengajarkan tentang kesabaran dan penghargaan terhadap proses. Kesemek bukan hanya buah, tetapi juga simbol kearifan lokal.
Karamunting: Manis Asam di Tengah Hutan
Buah kecil berwarna merah keunguan ini tumbuh liar di semak atau hutan. Rasanya manis-asam, sering dimakan langsung saat bermain di alam. Meski sederhana, karamunting jadi kenangan manis bagi anak-anak kampung yang tumbuh dekat dengan alam.
Mencari karamunting adalah petualangan yang mengasyikkan, menjelajahi hutan dan menemukan buah-buahan tersembunyi. Rasa manis asam karamunting adalah hadiah dari alam, penghargaan atas keberanian dan ketekunan. Karamunting bukan hanya buah, tetapi juga simbol kebebasan dan petualangan.
Siwalan: Pelepas Dahaga Alami dari Pohon Lontar
Buah ini berasal dari pohon lontar, mirip kolang-kaling namun berisi cairan segar. Siwalan banyak ditemui di daerah pesisir seperti Jawa Timur. Rasanya manis menyegarkan, cocok dimakan saat panas. Dulu, buah ini jadi pelepas dahaga alami bagi anak-anak yang bermain di sawah atau pantai.
Siwalan adalah buah yang unik, buah yang tumbuh di pohon lontar yang tinggi menjulang. Memetik siwalan membutuhkan keberanian dan keterampilan. Rasa manis menyegarkan siwalan adalah hadiah setelah berjuang. Siwalan bukan hanya buah, tetapi juga simbol keberanian dan ketekunan.
Buah-buah jadul ini bukan sekadar cemilan alami, tapi juga bagian dari kenangan indah masa kecil. Setiap gigitannya menghadirkan nostalgia akan masa sederhana tanpa gadget, ketika kebahagiaan bisa ditemukan dari pohon di halaman rumah atau semak liar di pinggir jalan. Sayangnya, kini banyak dari buah tersebut semakin sulit ditemukan. Maka dari itu, menjaga dan melestarikan pohon buah lokal penting dilakukan agar generasi berikutnya juga bisa merasakan manisnya kenangan jadul, agar mereka juga bisa merasakan kebahagiaan sederhana yang pernah kita rasakan. Melestarikan buah-buahan jadul adalah melestarikan kenangan, melestarikan tradisi, dan melestarikan identitas. Mari kita bersama-sama menjaga warisan berharga ini untuk generasi mendatang.