Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani, secara langsung meninjau pelaksanaan skrining di Puskesmas Mojopanggung, sebuah pusat layanan kesehatan yang menjadi garda terdepan dalam pelayanan primer. Dalam kunjungannya, Bupati Ipuk menegaskan bahwa momentum HKN adalah kesempatan emas untuk memperkuat sistem deteksi dini terhadap penyakit menular, khususnya TBC, yang menunjukkan tren peningkatan kasus. "Hari ini secara serentak di semua puskesmas di 25 kecamatan dilakukan pelayanan kesehatan, terutama skrining TBC. Tahun ini memang ada peningkatan kasus, sehingga tema kita adalah memperluas skrining agar semakin banyak masyarakat yang terdeteksi dan segera ditangani," ujar Bupati Ipuk, menyoroti urgensi perluasan cakupan skrining sebagai strategi utama.
Peningkatan kasus yang tercatat bukanlah semata-mata indikasi lonjakan penularan yang tidak terkendali, melainkan cerminan keberhasilan dari upaya "active case finding" atau penemuan kasus aktif yang lebih agresif dan terencana. Bupati Ipuk menekankan bahwa pencegahan TBC bukan hanya menjadi tanggung jawab tenaga medis, tetapi membutuhkan kesadaran dan partisipasi kolektif dari seluruh lapisan masyarakat. Selain TBC, Pemkab Banyuwangi juga menyoroti permasalahan kesehatan fundamental lainnya seperti gizi buruk, kebiasaan merokok yang merusak kesehatan, serta sanitasi lingkungan yang masih perlu perbaikan. "Masalah merokok dan sanitasi masih jadi PR kita. Butuh kesadaran bersama agar sumber-sumber penyakit bisa kita perbaiki. Kalau masyarakat sehat, biaya kesehatan bisa ditekan untuk kebutuhan lain, dan dana tersebut dapat dialokasikan untuk pembangunan sektor lain yang lebih produktif," jelasnya, menggarisbawahi dampak ekonomi dari kesehatan masyarakat.
Kepala Dinas Kesehatan Banyuwangi, Amir Hidayat, memberikan gambaran lebih rinci mengenai situasi TBC di wilayahnya. Ia menyampaikan bahwa saat ini terdapat sekitar 2.500 warga yang telah terkonfirmasi positif TBC, dan angka ini didukung oleh data 23.000 suspek atau kontak erat yang sedang dalam proses skrining dan investigasi lebih lanjut. Amir menjelaskan bahwa peningkatan jumlah kasus ini merupakan buah dari perluasan upaya penemuan kasus aktif yang dilakukan secara intensif di seluruh wilayah Banyuwangi. "Jadi kenapa meningkat karena memang upaya penemuan terus kami perluas. Dalam upaya ini kami dibantu tim ahli dari Kementerian Kesehatan yang memberikan dukungan teknis dan sumber daya," terang Amir, menunjukkan kolaborasi lintas sektor dalam penanganan TBC.
Menurut data yang dihimpun Dinas Kesehatan, kasus TBC terbanyak terkonsentrasi di Kecamatan Banyuwangi, Muncar, dan Kalipuro. Tingginya angka di wilayah-wilayah ini disinyalir berkaitan dengan kepadatan penduduk, mobilitas masyarakat, serta faktor lingkungan dan sosial ekonomi yang lebih kompleks. Dari total pasien yang teridentifikasi, sebanyak 363 anak-anak terkonfirmasi positif TBC, sebagian besar akibat tertular dari anggota keluarga atau lingkungan terdekat. Fenomena TBC pada anak ini menjadi perhatian serius karena mereka merupakan kelompok rentan yang membutuhkan penanganan khusus dan pencegahan yang lebih ketat. "Hingga kini di Banyuwangi belum ditemukan kasus kematian murni akibat TBC. Sebelumnya sempat ada pasien meninggal namun bukan karena TBC murni tapi karena komplikasi dengan penyakit lain seperti HIV yang melemahkan sistem imun tubuh," ungkapnya, memberikan konteks penting terkait angka mortalitas.
Amir Hidayat melanjutkan, penanganan TBC di Banyuwangi didasarkan pada tiga strategi utama yang terintegrasi: penemuan kasus, pencegahan penularan, dan pengobatan yang komprehensif. Strategi pencegahan difokuskan pada perbaikan sanitasi lingkungan, memastikan ventilasi udara yang memadai, serta memaksimalkan paparan sinar matahari di dalam rumah. "Penyakit TBC disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang sangat mudah menular di lingkungan yang lembab, padat, dan minim sirkulasi udara. Oleh karena itu, kami terus mendorong masyarakat untuk membuka ventilasi rumah mereka agar sinar matahari pagi dapat masuk, karena sinar ultraviolet secara efektif dapat membunuh kuman TBC," jelas Amir, memberikan edukasi penting mengenai mekanisme penularan dan pencegahan.
Dalam aspek pengobatan, pasien TBC diwajibkan menjalani terapi selama enam bulan penuh tanpa jeda sedikit pun. Kepatuhan minum obat ini sangat krusial untuk memastikan keberhasilan pengobatan dan mencegah resistensi obat. Untuk memastikan kepatuhan pasien, Pemkab Banyuwangi mengandalkan peran vital dari seluruh kader posyandu yang berjumlah fantastis, yakni 11.684 orang. Mereka dilibatkan sebagai Pengawas Minum Obat (PMO) yang secara rutin memantau dan mendampingi pasien. "Jika pasien berhenti minum obat di tengah jalan, mereka berisiko tinggi mengalami resistensi obat. Untuk itu, kami meminta dukungan penuh dari keluarga agar pasien disiplin minum obat. Kalau sudah resisten, penanganannya akan semakin lama, lebih rumit, dan pasien akan dirujuk ke RSUD Blambangan untuk penanganan lebih lanjut," ujarnya, menekankan pentingnya peran PMO dan konsekuensi dari ketidakpatuhan.
Plt. Direktur RSUD Blambangan, dr. Siti Asiyah Anggraeni, menambahkan bahwa saat ini rumah sakit rujukan tersebut merawat lebih dari 100 pasien TB resisten obat atau yang dikenal sebagai TB MDR (Multi-Drug Resistant Tuberculosis). Menurutnya, kunci keberhasilan pengobatan bagi pasien TBC, terutama TB MDR, adalah kedisiplinan dan komitmen pasien yang tinggi. "Kadang pasien merasa sudah sehat lalu berhenti minum obat, bahkan ada yang mencoba menyembunyikan kapsulnya. Padahal, jika pengobatan terputus, kuman TBC bisa bermutasi menjadi lebih kuat dan sangat sulit disembuhkan. Untuk kasus TB MDR, petugas kesehatan akan melakukan pemantauan yang lebih ketat untuk memastikan pasien disiplin. Jadi, pasien harus minum obatnya di depan pengawas agar proses penyembuhan berjalan optimal," pungkas dr. Siti, menyoroti tantangan psikologis dan kepatuhan dalam pengobatan TBC resisten obat yang memerlukan waktu lebih lama dan regimen obat yang lebih kompleks.
Upaya kolektif ini mencerminkan dedikasi Pemkab Banyuwangi dalam menciptakan masyarakat yang lebih sehat dan bebas TBC. Dengan perluasan skrining, edukasi yang masif, serta dukungan pengobatan yang terstruktur, diharapkan angka TBC di Banyuwangi dapat terus ditekan menuju target eliminasi TBC nasional pada tahun 2030, demi terwujudnya kualitas hidup yang lebih baik bagi seluruh warganya.
rakyatindependen.id
