Persebaya Menang Tipis, Kemenangan Pahit Digerogoti Kritik Pedas Suporter: "Permainan Jauh dari Harapan"

Surabaya (rakyatindependen.id) – Sorak sorai kemenangan Persebaya Surabaya atas Semen Padang di Stadion Gelora Bung Tomo pada Jumat (19/9/2025) sejatinya merupakan momen yang patut disyukuri. Tiga poin krusial berhasil diamankan oleh Bajul Ijo, menjaga asa mereka di kompetisi. Namun, di balik angka kemenangan yang terpampang di papan skor, ada riak kekecewaan yang mengalir deras dari tribun penonton. Alih-alih euforia, kritik pedas justru mendominasi percakapan para suporter, yang menilai performa tim kesayangan mereka "jauh dari memuaskan" atau bahkan "jelek" secara terang-terangan. Kemenangan ini terasa pahit, seolah menegaskan bahwa hasil akhir tidak selalu mencerminkan kualitas permainan yang diharapkan.

Syaiful Ulum, salah satu suporter setia asal Kupang Segunting, menjadi representasi suara hati para Bonek yang hadir malam itu. Dengan nada kecewa, ia menyoroti bahwa performa tim asuhan Paul Munster tidak seperti biasanya. Baginya, ada sesuatu yang hilang, sebuah elemen penting yang membuat permainan Bajul Ijo terasa hambar dan tanpa gairah yang membara. “Emang ngga ada Rivera tim ini sangat berpengaruh, saya akui jelek sekali permainannya hanya saja beruntung ada Gali yang mampu mengecoh dan dieksekusi Bruno,” ujarnya, menunjuk langsung pada absennya Francisco Rivera sebagai faktor krusial yang melumpuhkan kreativitas tim.

Komentar Syaiful Ulum bukanlah sekadar keluh kesah pribadi, melainkan cerminan sentimen kolektif yang berkembang di kalangan Bonek. Mereka adalah para penonton yang telah lama menyaksikan Persebaya, memahami filosofi permainan yang seharusnya diusung, dan memiliki standar tinggi terhadap tim kebanggaan mereka. Kemenangan 1-0 atas Semen Padang, meski memberikan tiga poin, gagal menutupi fakta bahwa Persebaya tampak kesulitan menembus pertahanan lawan, sering kehilangan bola di area krusial, dan menciptakan peluang yang minim atau, jika ada, sering terbuang sia-sia. Banyak peluang emas yang seharusnya bisa menjadi gol penambah keunggulan justru gagal dikonversi, menambah frustrasi di tribun.

Absennya Francisco Rivera, sang motor serangan Persebaya, memang menjadi pukulan telak yang tak bisa dipandang remeh. Rivera bukan sekadar pemain biasa; ia adalah jenderal lapangan tengah, otak di balik setiap serangan, dan seringkali menjadi pemecah kebuntuan dengan visi permainannya yang brilian serta kemampuan dribelnya yang memukau. Akumulasi kartu kuning membuatnya harus absen dalam laga penting ini, dan dampaknya terasa sangat signifikan. Tanpa Rivera, Persebaya kehilangan pemain yang mampu menghubungkan lini tengah dan depan dengan mulus. Kreativitas di sepertiga akhir lapangan menurun drastis, sehingga para penyerang kesulitan mendapatkan suplai bola yang memadai dan berkualitas. Tim tampak "pincang," sebuah metafora yang tepat menggambarkan kondisi mereka yang kehilangan keseimbangan dan daya gedor. Alhasil, beban untuk menciptakan perbedaan kini jatuh pada individu seperti Gali dan Bruno, yang harus bekerja ekstra keras untuk menciptakan momen magis di tengah kebuntuan tim. Gol tunggal yang lahir dari kecerdikan Gali dan penyelesaian akhir Bruno, meskipun penting, justru mempertegas ketergantungan pada momen individual ketimbang skema permainan yang terorganisir.

Selain kritik terhadap kualitas permainan, fenomena jumlah penonton yang jauh lebih sedikit dari biasanya juga menjadi perhatian serius bagi Syaiful Ulum dan banyak Bonek lainnya. Stadion Gelora Bung Tomo yang megah, yang biasanya dipenuhi lautan hijau Bonek yang bergemuruh, malam itu tampak lengang. Kursi-kursi kosong yang tersebar luas menjadi pemandangan yang tak biasa, bahkan memprihatinkan. "Masih mending yang nonton sedikit daripada tidak ada penontonnya, kita juga tidak tahu kenapa suporternya sedikit mungkin karena permainan kurang bagus," imbuhnya, mencoba mencari penjelasan atas fenomena tersebut.

Penurunan jumlah penonton ini bisa jadi merupakan indikasi adanya keretakan kepercayaan atau kekecewaan yang lebih dalam dari para suporter. Persebaya adalah klub besar dengan basis penggemar yang fanatik dan loyal. Kehadiran mereka di stadion bukan hanya sekadar mendukung, tetapi juga menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas klub. Ketika jumlah mereka berkurang drastis, ini menjadi sinyal peringatan bagi manajemen dan tim pelatih. Beberapa faktor mungkin berkontribusi pada fenomena ini. Pertama dan paling jelas, performa tim yang kurang meyakinkan. Bonek, dengan segala kecintaan mereka, juga adalah kritikus paling jujur. Jika permainan tim tidak menarik atau bahkan mengecewakan, antusiasme untuk datang ke stadion tentu akan menurun. Kedua, kemungkinan efek lanjutan dari kekalahan sebelumnya melawan Persib Bandung. Kekalahan telak atau pertandingan yang mengecewakan dapat memengaruhi mental para suporter, membuat mereka enggan datang ke stadion untuk sementara waktu, menunggu adanya perbaikan yang nyata.

Kekalahan pahit dari Persib Bandung memang diduga masih membekas kuat di benak para pemain dan staf pelatih. Pertandingan melawan Persib seringkali menjadi barometer kekuatan tim, dan hasil negatif dapat meruntuhkan moral serta kepercayaan diri. Tekanan untuk segera bangkit dan membuktikan diri di hadapan publik sendiri tentu sangat besar. Namun, pemulihan mental setelah kekalahan telak bukanlah perkara mudah. Para pemain mungkin masih dibayangi rasa frustrasi dan keraguan, yang kemudian termanifestasi dalam penampilan yang lesu dan kurang maksimal di lapangan. Kondisi psikologis ini diperparah dengan absennya Rivera, yang notabene adalah salah satu pemain paling krusial dalam tim. Ketiadaan Rivera tidak hanya mengurangi kekuatan teknis, tetapi juga mungkin memengaruhi dinamika kepemimpinan di lapangan, membuat tim terlihat kurang terkoordinasi dan kesulitan mengeksekusi peluang yang tercipta.

Paul Munster, sebagai pelatih kepala, kini menghadapi tantangan besar. Tiga poin memang berhasil diamankan, sebuah hasil yang mutlak diperlukan dalam persaingan liga yang ketat. Namun, kemenangan tanpa performa meyakinkan bisa menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi, ia memenuhi target kemenangan. Di sisi lain, ia berisiko kehilangan dukungan dan kepercayaan dari para suporter, yang pada akhirnya dapat menciptakan atmosfer negatif di sekitar tim. Sebagai pelatih, Munster dituntut untuk tidak hanya membawa kemenangan, tetapi juga menyajikan permainan yang menghibur, atraktif, dan sesuai dengan filosofi "Bajul Ijo" yang dikenal agresif dan pantang menyerah. Ia harus segera mencari solusi atas masalah kreativitas di lini tengah dan efektivitas di lini depan. Mengandalkan keberuntungan atau momen individu semata bukanlah strategi jangka panjang yang berkelanjutan.

Melihat ke depan, Persebaya memiliki pekerjaan rumah yang sangat banyak. Pemulihan mental para pemain harus menjadi prioritas utama. Mengembalikan kepercayaan diri mereka setelah kekalahan dari Persib dan performa yang kurang memuaskan ini adalah kunci. Integrasi kembali Francisco Rivera ke dalam tim juga harus direncanakan dengan matang agar ia dapat segera mengembalikan ritme permainan dan mengangkat performa tim secara keseluruhan. Selain itu, Paul Munster perlu meninjau kembali strategi dan taktiknya. Apakah ada alternatif formasi atau pemain yang bisa mengisi kekosongan yang ditinggalkan Rivera? Bagaimana cara meningkatkan variasi serangan agar tidak mudah ditebak lawan? Bagaimana cara meningkatkan konversi peluang menjadi gol?

Manajemen klub juga memiliki peran penting dalam mengatasi masalah ini. Komunikasi dengan suporter harus terjalin dengan baik untuk memahami kekhawatiran mereka dan menjelaskan langkah-langkah yang akan diambil untuk perbaikan. Mengembalikan animo penonton ke stadion adalah tugas bersama yang membutuhkan performa tim yang konsisten dan menarik. Persebaya adalah salah satu ikon sepak bola Indonesia. Sejarah panjang dan basis penggemar yang luar biasa menuntut lebih dari sekadar kemenangan tipis yang diselimuti kritik. Mereka membutuhkan tim yang berjuang dengan semangat, bermain dengan strategi, dan menghadirkan tontonan yang memukau. Kemenangan atas Semen Padang ini, meski penting, hanyalah sebuah pengingat bahwa jalan menuju kejayaan sejati masih panjang dan penuh tantangan, terutama ketika suara hati para suporter mulai meragukan kualitas permainan di lapangan. Klub harus segera berbenah untuk mengembalikan senyum di wajah para Bonek dan mengukir kisah sukses yang utuh, bukan hanya sekadar angka di papan skor.

Baca berita lainnya di Google News atau langsung di halaman Indeks Berita rakyatindependen.id

Exit mobile version