Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) di Kabupaten Jember, Jawa Timur, telah menorehkan sejarah sebagai organisasi mahasiswa ekstra kampus pertama yang secara proaktif menyerahkan usulan naskah rancangan peraturan daerah (Raperda) kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat. Inisiatif progresif ini menandai langkah konkret kaum muda dalam berkontribusi pada pembangunan daerah, khususnya dalam penguatan sektor Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang menjadi tulang punggung perekonomian masyarakat. Penyerahan dokumen penting ini berlangsung di gedung parlemen pada Selasa, 7 Oktober 2025, kepada jajaran pimpinan dan anggota DPRD Jember, termasuk Wakil Ketua DPRD Widarto, Ketua Komisi B Candra Ary Fianto, dan anggota Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) Agus Khoironi.
Usulan naskah akademik Raperda UMKM yang diserahkan PMII ini didasari oleh urgensi yang mendalam, sebagaimana disampaikan oleh Ketua Korps PMII Putri, Isna Asaroh. Ia menekankan bahwa meskipun jumlah pelaku UMKM di Kabupaten Jember sangat melimpah, potensi besar ini masih dibarengi oleh sejumlah persoalan fundamental dan tantangan yang signifikan. Data menunjukkan bahwa sektor UMKM di Jember memiliki peran vital dalam menyerap tenaga kerja dan menggerakkan roda ekonomi lokal, namun tanpa payung hukum yang kuat dan kebijakan yang berpihak, potensi ini tidak dapat teroptimalkan sepenuhnya.
Tantangan-tantangan yang dihadapi pelaku UMKM di Jember, menurut Isna, sangat beragam dan saling terkait. Salah satunya adalah keterbatasan akses modal, di mana banyak pelaku usaha mikro kesulitan mendapatkan pinjaman dari lembaga keuangan formal karena tidak memiliki jaminan yang memadai atau pengetahuan yang cukup tentang prosedur pengajuan. Selain itu, keterbelakangan ekonomi juga masih menjadi isu, yang seringkali tercermin dari minimnya inovasi produk, kualitas yang belum standar, dan daya saing yang rendah di pasar yang semakin kompetitif. Lebih lanjut, lemahnya kapasitas kelembagaan UMKM, seperti kurangnya organisasi atau asosiasi yang kuat untuk menyuarakan aspirasi mereka, serta keterbatasan dalam manajemen usaha dan pencatatan keuangan, turut memperparah kondisi. Oleh karena itu, Isna menegaskan, "Perlu ada intervensi atau dorongan serta payung hukum dan kebijakan afirmatif yang berpihak kepada UMKM di Kabupaten Jember." Intervensi ini diharapkan tidak hanya bersifat sementara, melainkan berkelanjutan dan terstruktur melalui sebuah peraturan daerah yang mengikat.
Dengan adanya Perda UMKM, PMII berharap dapat secara signifikan mendorong peningkatan kesejahteraan pelaku UMKM di Kabupaten Jember. Perda ini envisioned untuk menciptakan ekosistem usaha yang lebih kondusif, di mana para pelaku UMKM dapat tumbuh dan berkembang tanpa terhalang oleh birokrasi yang rumit atau diskriminasi pasar. Isna mengakui bahwa penyusunan naskah akademik beserta rancangan Perda ini dilakukan dengan segala keterbatasan yang dimiliki oleh organisasi mahasiswa. Namun, ia optimis bahwa draf awal ini dapat menjadi fondasi yang kuat untuk kemudian disempurnakan oleh DPRD Kabupaten Jember, dengan melibatkan berbagai pakar, praktisi, dan pemangku kepentingan lainnya. Kolaborasi antara inisiator muda dan lembaga legislatif ini diharapkan menghasilkan produk hukum yang komprehensif dan implementatif.
Naskah akademik yang disusun oleh PMII tersebut tidak hanya berisi kerangka Perda semata, melainkan juga menyertakan analisis mendalam yang meliputi berbagai aspek. Isna menjelaskan bahwa dokumen tersebut mencantumkan latar belakang yang kuat mengenai kondisi UMKM di Jember, tujuan yang jelas dari pembentukan Perda, kajian teoritis yang relevan dari berbagai literatur dan model pengembangan UMKM, serta praktik empiris UMKM yang berhasil di daerah lain sebagai perbandingan. Lebih dari itu, dokumen ini juga memuat landasan filosofis yang menggambarkan nilai-nilai dasar yang melandasi pembentukan Perda, landasan sosiologis yang menyoroti kebutuhan masyarakat dan kondisi sosial pelaku UMKM, serta landasan yuridis yang mengacu pada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Analisis dan evaluasi terhadap peraturan perundang-undangan terkait yang sudah ada juga menjadi bagian integral dari naskah ini, memastikan bahwa Perda yang diusulkan tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku dan justru melengkapi kekosongan hukum di tingkat daerah.
Isna juga mengingatkan pentingnya berpegang pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sebagai acuan utama di tingkat nasional. Undang-undang ini memberikan mandat kepada pemerintah daerah untuk mengeluarkan kebijakan yang mendukung UMKM. Selain itu, ia menambahkan, "Pemerintah Jawa Timur sendiri sudah ada perdanya untuk UMKM." Keberadaan Perda UMKM di tingkat provinsi ini menunjukkan kesadaran akan pentingnya sektor ini dan dapat menjadi referensi berharga bagi Jember dalam merumuskan Perda yang sesuai dengan konteks lokal. Dengan demikian, Perda UMKM Jember tidak akan berdiri sendiri, melainkan menjadi bagian dari kerangka hukum yang lebih besar yang bertujuan untuk memberdayakan UMKM di seluruh tingkatan pemerintahan.
Komitmen PMII dalam mendorong keberlangsungan UMKM di Kabupaten Jember tidak hanya berhenti pada penyusunan naskah akademik. Isna menegaskan bahwa ini adalah wujud nyata dari kepedulian mereka terhadap peningkatan kesejahteraan para pelaku UMKM. Harapan utamanya adalah agar Perda ini dapat membantu UMKM menjadi lebih progresif, baik dari sisi akses modal yang lebih mudah dan adil, maupun dalam hal pemasaran produk yang secara digitalisasi lebih masif. Di era digital ini, kemampuan untuk memasarkan produk secara online adalah kunci keberhasilan, dan Perda diharapkan dapat memfasilitasi pelatihan, infrastruktur, atau bahkan platform khusus untuk mendukung transisi digital UMKM.
Maimuna, anggota Bidang Advokasi Korps PMII Putri, turut memberikan perspektif mengenai data dan kebutuhan riil UMKM di Jember. Ia mengungkapkan bahwa pada periode 2022-2023, jumlah UMKM di Jember tercatat mencapai angka 79.460 unit usaha. Angka ini menempatkan Jember di peringkat ketiga tertinggi di Jawa Timur, sebuah indikasi betapa besarnya potensi dan kontribusi sektor ini terhadap perekonomian lokal. Namun, Maimuna juga menyoroti pentingnya akurasi data. "Mungkin harus ada perbaruan data yang telah dipublikasi, supaya tidak menimbulkan keraguan bagi masyarakat luas, karena ini berbicara persoalan informasi yang berbasis publikasi," katanya. Data yang akurat dan terkini sangat krusial untuk perumusan kebijakan yang tepat sasaran dan alokasi sumber daya yang efisien.
Melalui Perda UMKM, Maimuna berharap adanya peningkatan edukasi literasi keuangan yang selama ini menjadi salah satu problem utama bagi pelaku UMKM. Banyak pengusaha mikro yang memulai bisnis dengan semangat, namun kurang memahami pentingnya pencatatan keuangan yang baik, pengelolaan arus kas, atau akses terhadap produk-produk keuangan seperti pinjaman bank atau asuransi usaha. "Pelaku UMKM kita kurang paham literasi keuangan. Dengan adanya perda, itu akan mendorong edukasi mengenai hal tersebut," tegasnya. Edukasi ini dapat berbentuk pelatihan rutin, pendampingan, atau program kemitraan dengan lembaga keuangan.
Selain literasi keuangan, Perda itu juga dipercaya Maimuna dapat mendorong edukasi pemasaran produk yang lebih luas dan adaptif. Ia melihat bahwa saat ini, inisiatif pemasaran digital masih banyak bergantung pada kelompok UMKM itu sendiri. "Di situ juga ada platform digitalisasi yang dikembangkan langsung oleh pelaku UMKM. Pihak yang berkewajiban menangani UMKM juga bisa mengembangkan platform digitalisasi, karena yang saya lihat selama ini platform digitalisasi itu basis kelompok UMKM sendiri," ujarnya. Ini menunjukkan perlunya peran aktif pemerintah daerah dalam menyediakan atau memfasilitasi platform digital yang lebih terintegrasi dan didukung secara resmi, sehingga UMKM dapat menjangkau pasar yang lebih luas, tidak hanya di tingkat lokal tetapi juga nasional dan bahkan internasional.
Nor Kamilah, Ketua Bidang Advokasi Korps PMII Putri, menguatkan argumen PMII dengan landasan hukum yang kokoh. Ia berharap usulan naskah akademik ini dapat diterima dan ditindaklanjuti oleh DPRD Jember. "Berdasarkan pasal 18 ayat 6 Undang-Undang Dasar 1945, pemerintah daerah berhak menetapkan perda dan peraturan lain untuk menyelenggarakan otonomi daerah dan tugas pemantauan," katanya. Pasal ini memberikan legitimasi konstitusional bagi pemerintah daerah untuk merumuskan kebijakan lokal yang sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya, termasuk Perda UMKM.
Nor Kamilah juga menekankan bahwa pemerintah hari ini memiliki tanggung jawab besar terhadap UMKM. Merujuk pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, ia menjelaskan bahwa urusan pemberdayaan UMKM merupakan urusan wajib yang tidak terkait pelayanan dasar. Ini berarti bahwa pemerintah daerah memiliki kewajiban moral dan hukum untuk menyusun regulasi yang mendukung UMKM sesuai dengan kewenangan daerah masing-masing. "Sehingga pemerintah daerah wajib menyusunnya sesuai kewenangan daerah, itu menjadikan perda ini penting di Jember," ujarnya. Dengan demikian, pembentukan Perda UMKM bukan lagi pilihan, melainkan sebuah keharusan untuk memastikan keberlanjutan dan pertumbuhan sektor yang krusial ini. "Dari beberapa aturan-aturan, pemerintah daerah wajib hukumnya menyusun beberapa perda untuk melindungi atau mungkin juga mengakomodasi beberapa kebutuhan UMKM di daerah," pungkas Nor Kamilah, menegaskan kembali pentingnya inisiatif PMII ini.
Menanggapi inisiatif PMII, Wakil Ketua DPRD Jember Widarto menyatakan apresiasinya yang tinggi. Ia memuji langkah proaktif PMII dan menganggapnya sebagai masukan yang sangat berharga bagi lembaga legislatif. "Kami memang minta diberikan masukan semacam naskah akademik, agar kita bisa masukkan dalam Program Pembentukan Peraturan Daerah (Propemperda) atau Program Legislasi Daerah (Prolegda), yang kebetulan minggu depan akan kami susun dan sepakati untuk dibahas pada 2026," katanya. Ini menunjukkan bahwa usulan PMII memiliki peluang besar untuk masuk dalam agenda legislasi daerah.
Widarto juga menekankan pentingnya kehati-hatian dalam menyusun Propemperda. Ia ingin memastikan bahwa program yang disepakati bukan hanya sekadar daftar, melainkan benar-benar dapat diselesaikan menjadi peraturan daerah yang berlaku efektif. "Kita harus hati-hati untuk menyusun propemperda tahun depan agar tidak sekadar menjadi program pembentukan perda, tapi sebisa mungkin bisa kita selesaikan. Masuk propemperda tapi tidak bisa diselesaikan juga eman-eman," ujarnya. Proses legislasi yang melibatkan banyak tahapan, mulai dari pembahasan di komisi, rapat paripurna, hingga harmonisasi dengan peraturan yang lebih tinggi, membutuhkan komitmen dan kerja keras dari semua pihak. Dengan adanya dukungan dan masukan dari PMII, diharapkan proses ini dapat berjalan lebih lancar dan menghasilkan Perda UMKM yang benar-benar bermanfaat bagi masyarakat Jember. Inisiatif PMII ini telah membuka lembaran baru partisipasi aktif mahasiswa dalam proses legislasi, memberikan harapan segar bagi ribuan pelaku UMKM di Jember.
rakyatindependen.id