Polresta Malang Kota Tetapkan 18 Tersangka Kerusuhan Demo, Aktor Percobaan Pembakaran Molotov Gedung DPRD Terungkap

Polresta Malang Kota telah merampungkan serangkaian penyelidikan intensif pasca-aksi unjuk rasa yang berujung ricuh pada akhir Agustus lalu, mengumumkan penetapan 18 individu sebagai tersangka utama dalam insiden yang mengguncang ketertiban kota. Dari pengerusakan fasilitas publik hingga percobaan pembakaran dengan bom molotov, kasus ini menyoroti seriusnya ancaman anarkisme dalam setiap ekspresi demokrasi yang melampaui batas.
Aksi unjuk rasa yang berlangsung pada 29-30 Agustus 2025 itu, diketahui bermula dari protes terhadap kebijakan pemerintah daerah terkait isu-isu agraria dan pembangunan infrastruktur yang dinilai merugikan masyarakat kecil serta mengancam lingkungan hidup. Ribuan massa, didominasi mahasiswa dan elemen masyarakat sipil, awalnya berkumpul dengan damai di beberapa titik strategis, termasuk di depan gedung DPRD Kota Malang dan Balai Kota. Mereka menyuarakan aspirasi melalui orasi, spanduk, dan aksi teatrikal. Namun, seiring berjalannya waktu dan memanasnya situasi, kelompok-kelompok tertentu diduga menyusup dan mulai memprovokasi massa, mengubah jalannya demonstrasi damai menjadi kekerasan yang tidak terkendali.
Menanggapi eskalasi kekerasan tersebut, aparat kepolisian dari Polresta Malang Kota bergerak cepat untuk mengamankan situasi dan mengidentifikasi para pelaku. Wakapolresta Malang Kota, AKBP Oskar Syamsuddin, dalam konferensi pers yang digelar pada Jumat, 26 September 2025, menjelaskan bahwa total 61 orang berhasil diamankan di lokasi kerusuhan maupun dalam operasi penyisiran pasca-kejadian. Dari jumlah tersebut, 21 orang di antaranya teridentifikasi sebagai anak-anak di bawah umur, sementara 40 orang dewasa lainnya dibawa ke kantor polisi untuk pemeriksaan mendalam. "Setelah proses seleksi dan pendalaman bukti, sebagian besar dari mereka yang tidak terbukti terlibat dalam tindak pidana kami lepas. Namun, 18 orang terbukti memiliki peran krusial dalam kerusuhan ini dan kami tetapkan sebagai tersangka," tegas AKBP Oskar Syamsuddin, menyoroti selektivitas penegakan hukum berdasarkan bukti yang kuat.
Para tersangka yang kini mendekam di tahanan memiliki peran yang bervariasi namun sama-sama merusak tatanan publik. Sebagian besar dari mereka, sekitar 17 orang, terlibat aktif dalam aksi pengerusakan fasilitas milik negara. Markas Komando (Mako) Polresta Malang Kota menjadi salah satu sasaran utama, dengan kerusakan signifikan pada bagian pagar, pos penjagaan, dan beberapa kendaraan operasional yang terparkir di halaman. Tidak hanya itu, pos polisi di sekitar wilayah tersebut, termasuk Pos Polisi Kasin yang terletak di Jalan Raya Kasin, juga tak luput dari amukan massa. "Ada 17 orang yang kami amankan, antara lain melakukan perusakan terhadap Mako Polresta Malang Kota, serta membakar sepeda motor di Pos Polisi Kasin," jelas Oskar. Sepeda motor yang terbakar di Pos Polisi Kasin merupakan kendaraan dinas yang sengaja disulut api oleh para pelaku, menunjukkan niat jahat untuk melumpuhkan fungsi kepolisian. Tersangka DZR, misalnya, secara spesifik diidentifikasi terlibat dalam pengerusakan Pos Polisi 12.0 yang strategis. Tindakan-tindakan ini jelas melanggar Pasal 170 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pengeroyokan dan Pasal 406 KUHP tentang perusakan barang, dengan ancaman hukuman penjara yang tidak ringan.
Keberhasilan dalam mengidentifikasi para pelaku tidak lepas dari pemanfaatan teknologi canggih yang dimiliki Polresta Malang Kota. Aparat menggunakan sistem Face Recognition atau pengenalan wajah dari rekaman kamera pengawas (CCTV) yang terpasang di berbagai titik kota, serta video amatir yang beredar luas di media sosial. Metode ini terbukti sangat efektif dalam menjangkau pelaku yang mungkin tidak tertangkap langsung di lokasi kejadian namun terekam dalam dokumentasi visual. "Pengembangan penyelidikan kami lakukan secara komprehensif, salah satunya dengan teknologi Face Recognition yang membantu kami mengidentifikasi pelaku yang melarikan diri dan menyembunyikan diri," tambah AKBP Oskar. Melalui teknologi ini, pada tanggal 12 September 2025, tiga pelaku tambahan berhasil ditangkap: MAW, AAL, dan DV. Ketiganya diduga kuat terlibat dalam aksi pelemparan benda keras dan provokasi massa yang kian memanas di depan Mako Polresta Malang Kota, memicu kerusuhan yang lebih besar. Tidak berhenti di situ, pada 16 September 2025, dua pelaku lainnya, MFFR dan MDT, juga berhasil diamankan atas dugaan tindakan serupa. Penangkapan-penangkapan ini menunjukkan komitmen polisi dalam menindak tuntas setiap individu yang bertanggung jawab atas kerusuhan, tanpa memandang status atau latar belakang.
Namun, di antara 18 tersangka tersebut, kasus YAP menjadi sorotan khusus karena keterlibatannya dalam percobaan pembakaran gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Malang menggunakan bom molotov. Peristiwa ini menunjukkan tingkat ancaman yang lebih serius terhadap keamanan publik dan fasilitas vital negara, yang dapat membahayakan nyawa dan aset penting. AKBP Oskar Syamsuddin membeberkan kronologi yang mengkhawatirkan: YAP, seorang pemuda yang diduga terprovokasi dan mungkin tidak memahami sepenuhnya konsekuensi tindakannya, dihentikan oleh seseorang yang tidak dikenal identitasnya. Orang misterius tersebut tidak hanya memberikan uang tunai sebesar Rp20.000, tetapi juga sebotol air mineral yang telah diisi penuh dengan bahan bakar pertalite, sebuah indikasi kuat adanya aktor intelektual atau provokator di balik aksi tersebut. "Seseorang yang tidak diketahui identitasnya itu menyuruh YAP membakar gedung DPRD Kota Malang," ungkap Oskar, menggarisbawahi potensi adanya jaringan atau dalang yang terorganisir di balik kerusuhan.
Meskipun niat awalnya adalah membakar gedung DPRD, situasi unjuk rasa di depan gedung tersebut masih relatif terkendali berkat pengamanan ketat dari aparat, membuat YAP kesulitan melancarkan aksinya secara langsung. Tidak kehilangan akal, YAP kemudian berinisiatif untuk mengumpulkan daun-daun kering yang berserakan di sekitar lokasi, memanfaatkan kelengahan di area yang sedikit jauh dari pusat kerumunan. Daun-daun tersebut ditumpuk, disiram dengan bahan bakar pertalite yang dibawanya, lalu disulut dengan korek api. Lokasi pembakaran yang dipilih sangat strategis dan berbahaya: area parkir tepat di depan SMAN 1 Malang, sebuah lokasi yang saat itu dipenuhi oleh puluhan bahkan ratusan sepeda motor milik siswa, guru, dan warga yang berada di sekitar area demonstrasi. Tujuan tersangka diduga kuat adalah untuk menciptakan kobaran api yang lebih besar, memprovokasi para pengunjuk rasa lain agar ikut melakukan tindakan anarkis dan pembakaran yang lebih luas, sehingga situasi menjadi tidak terkendali dan memicu kepanikan massal.
Beruntung, upaya berbahaya YAP berhasil digagalkan sebelum menimbulkan bencana yang lebih besar. Kericuhan kecil yang disebabkan oleh kobaran api di area parkir tersebut segera menarik perhatian warga sekitar yang sejak awal sudah resah dengan jalannya demonstrasi dan khawatir akan keselamatan lingkungan mereka. Beberapa warga yang memiliki kesadaran tinggi akan bahaya anarkisme dan pentingnya menjaga ketertiban, dengan sigap bergerak mengamankan tersangka YAP. Mereka tidak hanya menangkap YAP, tetapi juga menyerahkannya beserta barang bukti berupa sisa botol pertalite dan korek api kepada pihak kepolisian yang sedang melakukan pengamanan di lokasi. Tindakan cepat dan keberanian warga ini patut diacungi jempol, karena berhasil mencegah potensi bencana yang lebih besar, mengingat banyaknya kendaraan bermotor yang terparkir di dekat lokasi pembakaran yang bisa saja meledak dan menyebar api ke bangunan sekolah.
Atas perbuatannya, YAP dijerat dengan pasal berlapis, termasuk Pasal 187 KUHP tentang Pembakaran dengan ancaman hukuman penjara hingga 12 tahun, serta Pasal 214 KUHP tentang Perlawanan terhadap Petugas atau Perusakan Barang Milik Negara. Kasus YAP juga menjadi peringatan keras tentang bahaya radikalisasi dan provokasi yang dapat menyasar individu-individu rentan di tengah keramaian, memanfaatkan emosi dan ketidakpuasan publik untuk tujuan destruktif.
AKBP Oskar Syamsuddin kembali menekankan pentingnya menjaga ketertiban umum dan menghormati proses hukum. "Polresta Malang Kota berkomitmen penuh untuk menindak tegas setiap tindakan anarkis yang merugikan fasilitas publik dan mengancam keselamatan masyarakat. Kami menghimbau agar masyarakat tidak mudah terprovokasi oleh pihak-pihak yang ingin memecah belah dan menciptakan kekacauan. Demokrasi harus dijalankan dengan damai dan bertanggung jawab, tanpa kekerasan," pungkasnya, menyerukan kesadaran kolektif untuk menjaga kondusivitas kota.
Kerusuhan yang melibatkan pengerusakan fasilitas publik dan percobaan pembakaran ini menjadi cerminan betapa krusialnya penegakan hukum dalam menjaga stabilitas dan keamanan selama aksi unjuk rasa. Insiden di Malang ini juga menggarisbawahi pentingnya perbedaan antara kebebasan berekspresi dan tindakan anarkis yang melampaui batas hukum. Kebebasan berpendapat adalah hak asasi, namun ia memiliki batasan yang jelas ketika mulai merugikan orang lain, merusak aset bersama, atau mengancam keselamatan jiwa. Pihak kepolisian juga mengimbau kepada seluruh elemen masyarakat, khususnya para aktivis dan penyelenggara unjuk rasa, untuk senantiasa mengedepankan dialog, menjaga ketertiban, dan tidak memberikan ruang sedikit pun bagi provokator yang berniat menciptakan kekacauan. Dengan demikian, hak untuk menyampaikan aspirasi dapat tetap terjaga tanpa harus mengorbankan keamanan dan ketenteraman Kota Malang.
rakyatindependen.id