Nasional

Skandal Pasar dan Dakwaan Janggal: Kuasa Hukum Mantan Ketua Ormas Surabaya Desak Keadilan dalam Sidang Dugaan Pencabulan Anak Tiri.

Sidang lanjutan kasus dugaan pencabulan anak tiri yang menyeret nama Muhammad Rosuli atau MR (38), mantan ketua salah satu organisasi masyarakat (ormas) terkemuka di Surabaya, kembali memanas di Pengadilan Negeri Surabaya. Dalam persidangan yang digelar pada Selasa, 5 November 2024, tim kuasa hukum terdakwa dengan tegas membacakan duplik mereka, membantah seluruh tuduhan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan menyoroti serangkaian kejanggalan yang disebut mereka sebagai upaya kriminalisasi. Suasana ruang sidang dipenuhi ketegangan saat Mochamad Taufiq S.Kom., SH, koordinator tim kuasa hukum MR, dengan lantang menyuarakan keberatan atas dakwaan yang dinilai minim bukti dan terkesan dipaksakan.

Mochamad Taufiq, didampingi timnya, menyampaikan bahwa inti dari duplik mereka adalah penegasan bahwa dugaan pencabulan sebagaimana didakwakan JPU sama sekali tidak terbukti. Sejak awal persidangan bergulir, pihak jaksa disebut gagal menghadirkan bukti-bukti fundamental dan saksi ahli yang krusial untuk menguatkan tuduhan tersebut. "Jaksa tidak pernah menghadirkan ahli, baik ahli pidana, ahli visum, maupun ahli psikologi. Tidak ada bukti visum yang diajukan. Jadi bohong besar kalau pencabulan itu benar terjadi," tegas Taufiq dengan nada penuh keyakinan usai sidang, disambut anggukan setuju dari para pendukung MR yang hadir.

Ia melanjutkan dengan menjelaskan bahwa dalam kasus dugaan pencabulan anak, kehadiran ahli visum adalah mutlak untuk membuktikan adanya kekerasan fisik atau tanda-tanda pencabulan. Demikian pula, ahli psikologi sangat penting untuk mengevaluasi kondisi psikis korban dan memastikan tidak adanya tekanan atau manipulasi dalam memberikan keterangan. Ketiadaan kedua ahli ini, menurut Taufiq, secara signifikan melemahkan fondasi dakwaan JPU. "Bagaimana mungkin sebuah kasus pencabulan anak bisa disidangkan tanpa adanya bukti medis konkret dari visum dan tanpa analisis psikologis terhadap korban? Ini adalah kelalaian fatal yang mencoreng integritas proses peradilan," tambahnya, merujuk pada standar prosedur penanganan kasus kekerasan seksual terhadap anak.

Salah satu poin paling mengejutkan yang diungkapkan Taufiq adalah kesaksian korban berinisial AS (15) di persidangan. Menurut Taufiq, AS sendiri justru menyatakan bahwa ayah tirinya, MR, tidak pernah melakukan perbuatan tidak senonoh terhadapnya. Kesaksian korban yang membantah tuduhan ini menjadi pukulan telak bagi pihak penuntut umum. "Tidak ada bukti yang menunjukkan adanya pencabulan sebagaimana didakwakan. Polda Jatim juga tidak pernah mengatakan bahwa telah terjadi pencabulan. Bahkan, di Berita Acara Pemeriksaan (BAP) pun tidak ada indikasi yang mengarah ke sana," tegas Taufiq, mempertanyakan dasar hukum yang digunakan JPU untuk menuntut terdakwa. Ia menambahkan bahwa BAP, sebagai catatan resmi penyidikan kepolisian, seharusnya menjadi dasar kuat bagi dakwaan. Jika BAP sendiri tidak memuat bukti pencabulan, maka dakwaan JPU menjadi sangat dipertanyakan validitasnya.

Tim kuasa hukum menilai bahwa seluruh perkara ini sarat kejanggalan dan terkesan dipaksakan, mengarah pada dugaan kuat adanya kriminalisasi. Taufiq secara terbuka menuding bahwa motif sebenarnya di balik kasus ini bukanlah murni hukum, melainkan terkait dengan sengketa kepemilikan dan pengelolaan pasar di kawasan Tanjungsari, Surabaya. "Dalam eksepsi sebelumnya kami sudah sampaikan, ini bukan murni soal hukum, tapi ada dugaan kriminalisasi karena sengketa pasar. Kalau memang ada pencabulan, buktikan dan tunjukkan kepada kami," tantangnya. Sengketa pasar Tanjungsari yang melibatkan pihak keluarga terdakwa disebut-sebut sebagai latar belakang konflik yang memicu munculnya tuduhan pencabulan ini. Pasar tersebut, yang bernilai ekonomis tinggi, diduga menjadi objek perebutan kepentingan yang berujung pada upaya menjatuhkan MR melalui jalur hukum yang disalahgunakan.

Skandal Pasar dan Dakwaan Janggal: Kuasa Hukum Mantan Ketua Ormas Surabaya Desak Keadilan dalam Sidang Dugaan Pencabulan Anak Tiri.

Kejanggalan lain yang disoroti adalah kesaksian sejumlah saksi yang dihadirkan di persidangan. Taufiq mengungkapkan bahwa sebagian besar kesaksian saksi tidak mendukung dakwaan jaksa. Bahkan, istri terdakwa yang juga ibu kandung korban, memberikan keterangan yang secara terang-terangan membela suaminya. Momen paling dramatis adalah ketika istri terdakwa, dengan emosi yang meluap, menantang majelis hakim. "Istri terdakwa bahkan menantang majelis hakim. Ia mengatakan, kalau memang benar suaminya melakukan pencabulan, dia sendiri yang akan membunuhnya," ungkap Taufiq, menggambarkan betapa kuatnya keyakinan sang istri akan ketidakbersalahan suaminya. Pernyataan ini, menurut Taufiq, menunjukkan betapa tidak masuk akalnya dakwaan yang diajukan, karena orang terdekat korban dan terdakwa justru menjadi pembela utama.

Dalam kesempatan yang sama, Taufiq juga menyoroti kinerja Jaksa Penuntut Umum, Oki Mujiastuti, yang menangani perkara tersebut. Berdasarkan informasi yang diterimanya, jaksa tersebut sedang dalam proses pemeriksaan internal dan dinonaktifkan sementara dari penanganan perkara. "Kami mendengar ada informasi bahwa jaksa yang menangani kasus ini sedang dalam proses pengawasan. Kalau memang benar ada praktik tidak profesional, tentu kami sangat menyayangkan," ujarnya. Implikasi dari pemeriksaan internal terhadap seorang jaksa penuntut umum adalah serius, karena dapat mengindikasikan adanya dugaan pelanggaran kode etik, prosedur, atau bahkan penyalahgunaan wewenang. Informasi ini semakin memperkuat argumen kuasa hukum bahwa ada sesuatu yang tidak beres dalam penanganan kasus MR.

Atas dasar serangkaian kejanggalan dan dugaan kriminalisasi ini, Taufiq mengapresiasi langkah beberapa organisasi masyarakat yang berencana menggelar aksi solidaritas di depan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Aksi ini bertujuan untuk mengawal jalannya proses hukum kasus MR dan menuntut transparansi serta keadilan. Ormas-ormas tersebut, yang mayoritas adalah rekan sejawat MR di berbagai organisasi sosial dan kemasyarakatan, merasa terpanggil untuk membela integritas mantan pemimpin mereka dan memastikan bahwa hukum tidak menjadi alat bagi kepentingan pihak tertentu. Mereka menyerukan agar Kejaksaan Tinggi melakukan evaluasi menyeluruh terhadap penanganan kasus ini dan menindak tegas jika terbukti ada pelanggaran profesionalisme.

Menanggapi bukti rekaman video yang sebelumnya diajukan jaksa sebagai salah satu alat bukti, pihak kuasa hukum kembali menegaskan bahwa isi video tersebut sama sekali tidak memperlihatkan tindakan cabul. Video yang diputar di persidangan, menurut Taufiq, justru membuktikan sebaliknya. "Saat rekaman diputar di sidang, majelis hakim melihat sendiri bahwa terdakwa tidak sedang berbuat cabul. Ia hanya sedang membuka TikTok, bukan menonton video porno sambil telanjang seperti yang dituduhkan JPU," jelas Taufiq, menepis narasi yang dibangun JPU. Penggunaan video sebagai bukti seringkali menjadi pedang bermata dua; jika interpretasi jaksa tidak didukung oleh fakta visual, maka alat bukti tersebut justru dapat melemahkan kasus mereka sendiri.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum menuntut Muhammad Rosuli dengan pidana lima tahun penjara, meyakini bahwa terdakwa terbukti melakukan pencabulan terhadap anak di bawah umur. Dakwaan JPU didasarkan pada Pasal 82 juncto Pasal 76E Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, yang mengatur tentang perbuatan cabul terhadap anak. Dalam dakwaan yang dibacakan, JPU menyebutkan bahwa perbuatan itu diduga dilakukan terhadap anak tirinya, AS (15), antara bulan Desember 2023 hingga Maret 2024 di rumah mereka. Modus operandi yang dituduhkan adalah dengan memanggil korban ke kamar dalam kondisi tanpa busana, sebuah tuduhan serius yang kini dibantah mentah-mentah oleh pihak terdakwa dan bahkan oleh korban sendiri.

Kasus ini menjadi sorotan publik tidak hanya karena melibatkan mantan ketua ormas yang dikenal luas di Surabaya, tetapi juga karena kompleksitas dan dugaan adanya motif di luar ranah hukum murni. Masyarakat kini menanti dengan cermat bagaimana majelis hakim akan menyikapi duplik yang penuh dengan sanggahan dan tudingan kejanggalan ini. Harapan akan keadilan dan penegakan hukum yang objektif menjadi tuntutan utama di tengah pusaran kontroversi dugaan kriminalisasi dan sengketa pasar yang melatarinya. Proses peradilan selanjutnya akan menjadi penentu nasib Muhammad Rosuli serta kredibilitas penegakan hukum di Indonesia.

Baca berita lainnya di Google News atau langsung di halaman Indeks Berita rakyatindependen.id.

Skandal Pasar dan Dakwaan Janggal: Kuasa Hukum Mantan Ketua Ormas Surabaya Desak Keadilan dalam Sidang Dugaan Pencabulan Anak Tiri.

Related Articles