Skandal Penagihan Brutal: Ibu di Madiun Dimaki, Diludahi, dan Ponselnya Dirampas Debt Collector Koperasi, Polisi Buru Pelaku!

Madiun, Jawa Timur – Sebuah insiden kekerasan yang melibatkan dugaan perampasan dan tindakan tidak manusiawi oleh seorang pria yang disebut sebagai petugas koperasi pinjaman telah menggemparkan publik, setelah rekaman video kejadian tersebut menyebar viral di berbagai platform media sosial, khususnya TikTok. Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Madiun kini tengah mengintensifkan penyelidikan atas kasus memilukan ini, menyusul laporan yang telah diterima pihak kepolisian terkait aksi brutal yang menimpa seorang ibu muda di wilayah Kabupaten Madiun.
Kasat Reskrim Polres Madiun, AKP Agus Sandi Anto Prabowo, pada Kamis (23/10/2025) pagi, secara tegas membenarkan bahwa pihaknya telah menerima aduan mengenai video viral tersebut dan berkomitmen untuk segera menindaklanjutinya. "Kita akan tindak lanjuti video tersebut. Korban akan kita panggil untuk klarifikasi kebenarannya," ujar AKP Agus Sandi, menunjukkan keseriusan pihak kepolisian dalam menangani kasus yang telah meresahkan masyarakat ini. Proses pemanggilan korban dan saksi-saksi terkait akan menjadi langkah awal untuk mengumpulkan keterangan yang valid dan memperkuat dasar penyelidikan.
Video berdurasi 58 detik yang menjadi pemicu kemarahan publik itu pertama kali beredar luas pada Minggu (19/10/2025). Dalam rekaman tersebut, terlihat jelas seorang wanita yang dalam keadaan ketakutan, dimaki-maki dengan kata-kata kasar dan merendahkan, serta diludahi oleh seorang pria yang diidentifikasi sebagai petugas penagih utang dari sebuah koperasi. Video yang diunggah oleh akun TikTok @apdul XJP ini dengan cepat menarik perhatian warganet, dibuktikan dengan lebih dari 6.600 kali disukai dan hampir 2.000 kali dibagikan, memicu gelombang simpati dan seruan untuk keadilan.
Adegan dalam video tersebut sungguh memilukan. Suara pria penagih terdengar membentak dan mengeluarkan ancaman verbal saat menagih angsuran. Sementara itu, korban, yang belakangan diketahui bernama Diana, tampak menggandeng erat anak balitanya yang tak henti-hentinya menangis ketakutan, seolah merasakan ketegangan dan ancaman yang dialami ibunya. Puncak dari aksi tidak terpuji itu adalah ketika pria tersebut dengan sengaja meludahi wajah Diana, sebuah tindakan yang bukan hanya merendahkan martabat tetapi juga merupakan bentuk kekerasan fisik yang tidak dapat ditoleransi.
Dari penelusuran mendalam yang dilakukan oleh tim lapangan, terungkap bahwa wanita yang menjadi korban dalam video tersebut adalah Diana, warga Desa Klecorejo, Kecamatan Mejayan, Kabupaten Madiun. Saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon pada Kamis (23/10/2025), Diana membenarkan bahwa dirinya adalah sosok yang terekam dalam insiden tersebut. "Itu benar saya. Kejadiannya sudah beberapa bulan lalu, tapi baru viral akhir-akhir ini," ungkap Diana dengan suara bergetar, menjelaskan bahwa trauma dari peristiwa itu masih membekas dalam ingatannya.
Menurut penuturan Diana, pelaku yang meludahi dan memaki-makinya adalah petugas koperasi tempat ia memiliki pinjaman. Ironisnya, selain diperlakukan secara tidak manusiawi, handphone miliknya juga dirampas oleh pelaku setelah kejadian tersebut. "Saya punya utang Rp700 ribu dan rencana mau saya bayar. Tapi orangnya sudah duluan memaki-maki dan meludahi saya. Handphone saya juga dirampas," jelas Diana, menambahkan dimensi baru pada kasus ini, yakni dugaan perampasan atau pencurian yang semakin memperberat tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku.
Kasus ini menyoroti praktik penagihan utang yang jauh dari standar etika dan hukum. Koperasi, sebagai lembaga keuangan yang seharusnya berlandaskan pada prinsip kekeluargaan dan kesejahteraan anggota, justru tercoreng oleh oknum yang melakukan tindakan premanisme. Para penagih utang, atau yang sering disebut debt collector, memiliki batasan hukum yang jelas dalam menjalankan tugasnya. Tindakan kekerasan verbal, fisik, apalagi perampasan barang milik debitur, merupakan pelanggaran serius terhadap hukum pidana dan dapat dikenakan sanksi berat.
Pakar hukum pidana, Dr. Budi Santoso (nama samaran), menyoroti bahwa tindakan pelaku dapat dijerat dengan beberapa pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). "Perlakuan memaki dan meludahi korban dapat dikategorikan sebagai perbuatan tidak menyenangkan atau bahkan penganiayaan ringan, sesuai Pasal 335 atau Pasal 352 KUHP. Lebih serius lagi, perampasan handphone merupakan tindak pidana pencurian dengan kekerasan atau pemerasan, yang diatur dalam Pasal 365 atau Pasal 368 KUHP, dengan ancaman hukuman penjara yang tidak ringan," jelas Dr. Budi. Ia juga menekankan pentingnya peran kepolisian untuk tidak hanya menangkap pelaku, tetapi juga membongkar kemungkinan adanya pola penagihan ilegal yang dilakukan oleh koperasi atau oknum terkait.
Penyelidikan polisi akan mencakup berbagai aspek, mulai dari identifikasi lengkap pelaku, pengumpulan bukti-bukti tambahan dari rekaman video dan kesaksian, hingga penelusuran latar belakang koperasi yang bersangkutan. Pihak kepolisian juga akan memeriksa apakah koperasi tersebut memiliki izin operasional yang sah dan apakah prosedur penagihan yang mereka terapkan sesuai dengan regulasi yang berlaku. Jika terbukti ada indikasi praktik ilegal atau modus operandi penagihan yang melanggar hukum, bukan hanya pelaku individu yang akan diproses, tetapi juga pihak manajemen koperasi bisa dimintai pertanggungjawaban.
Kasus Diana bukan sekadar insiden tunggal, melainkan cerminan dari kerentanan masyarakat kecil yang terjerat utang dan menjadi korban praktik penagihan yang tidak manusiawi. Keberanian Diana untuk berbicara, meskipun setelah videonya viral, patut diapresiasi. Ini memberikan harapan bagi korban-korban lain yang mungkin mengalami perlakuan serupa namun takut untuk melapor. Dampak psikologis terhadap Diana dan anak balitanya juga menjadi perhatian serius. Peristiwa traumatis semacam ini dapat meninggalkan luka mendalam yang membutuhkan penanganan khusus.
Pemerintah daerah, melalui dinas terkait, diharapkan dapat memperketat pengawasan terhadap koperasi simpan pinjam, terutama yang beroperasi secara mikro di pedesaan. Edukasi tentang hak-hak debitur dan batasan-batasan dalam penagihan utang juga perlu digalakkan agar masyarakat lebih berdaya dalam menghadapi tekanan dari pihak penagih. Selain itu, pembentukan posko pengaduan khusus atau hotline untuk korban praktik penagihan ilegal dapat menjadi langkah preventif yang efektif.
Masyarakat juga diimbau untuk lebih berhati-hati dalam memilih lembaga pinjaman. Pastikan lembaga tersebut terdaftar dan diawasi oleh otoritas yang berwenang, serta pahami dengan jelas syarat dan ketentuan pinjaman sebelum menyepakati perjanjian. Jika terjadi tindakan kekerasan atau penagihan di luar batas, segera laporkan kepada pihak berwajib dan jangan ragu untuk mencari bantuan hukum.
Polisi saat ini masih terus melakukan penyelidikan lebih lanjut untuk mengungkap identitas pelaku dan memastikan kebenaran seluruh rangkaian kejadian. Komitmen untuk membawa pelaku ke meja hijau dan menegakkan keadilan bagi Diana menjadi prioritas utama. Kasus ini diharapkan dapat menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak, bahwa tindakan kekerasan dalam bentuk apapun, terutama dalam konteks penagihan utang, tidak dapat dan tidak akan ditoleransi di negara hukum ini. Keadilan harus ditegakkan, dan martabat setiap individu harus dihormati.
(rbr/but)
Baca berita lainnya di Google News atau langsung di halaman Indeks Berita rakyatindependen.id