Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (Dinkes P2KB) Kabupaten Tuban mengukir sejarah penting dalam upaya kesehatan masyarakat dengan menggelar Kampanye TOSS (Temukan, Obati, Sampai Sembuh) Tuberkulosis (TBC) secara serentak, menandai komitmen serius dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit mematikan ini. Bertempat di GOR Rangga Jaya Anoraga Tuban, Minggu (9/11/2025), kegiatan akbar ini tidak hanya menjadi bagian integral dari kampanye nasional TOSS TBC yang dilaksanakan di seluruh penjuru Indonesia, tetapi juga menjadi momen peringatan Hari Jadi Kabupaten Tuban ke-732 dan Hari Kesehatan Nasional ke-60, menambah bobot dan makna perayaan dengan fokus pada kesehatan kolektif. Kampanye ini dirancang untuk menjangkau ribuan warga Tuban, memberikan edukasi komprehensif, dan memfasilitasi akses skrining kesehatan yang mudah, sebagai langkah proaktif menuju Tuban bebas TBC.
Gelaran kampanye TOSS TBC di Tuban ini merupakan refleksi dari urgensi penanganan TBC yang masih menjadi momok kesehatan global, termasuk di Indonesia. Tuberkulosis, yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, menyerang paru-paru dan organ tubuh lainnya, dan dapat menular melalui udara. Data global menunjukkan bahwa TBC masih menjadi salah satu penyebab kematian infeksius tertinggi di dunia, dengan Indonesia termasuk dalam daftar negara dengan beban TBC yang signifikan. Oleh karena itu, gerakan TOSS TBC hadir sebagai strategi nasional yang komprehensif, menekankan pada tiga pilar utama: menemukan kasus TBC secepat mungkin, memastikan pasien mendapatkan pengobatan yang tepat, dan mendukung mereka hingga benar-benar sembuh. Tanpa strategi ini, penularan akan terus berlanjut, menciptakan lingkaran setan epidemi yang sulit diputus.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes P2KB Tuban, Syahrul Afifa Ratna Sari, menjelaskan secara mendalam mengenai visi dan misi di balik kampanye ini. Menurutnya, tujuan utama kegiatan ini adalah untuk mengamplifikasi kesadaran masyarakat akan pentingnya deteksi dini TBC, serta menyederhanakan akses terhadap skrining kesehatan. "Tujuannya agar masyarakat dapat mendeteksi potensi TBC sedini mungkin. Cukup dengan memindai barcode, mereka bisa melakukan screening kesehatan elektronik sebagai upaya pencegahan dan pengendalian TBC maupun penyakit lain," ujar Ratna, sapaan akrabnya, dengan penuh semangat. Inovasi penggunaan teknologi melalui pemindaian barcode ini menjadi terobosan penting, memungkinkan warga untuk secara mandiri melakukan evaluasi awal risiko TBC dari perangkat mereka, sekaligus menjembatani kesenjangan antara masyarakat dan layanan kesehatan.
Proses skrining elektronik yang diperkenalkan dalam kampanye ini dirancang agar user-friendly dan informatif. Setelah memindai barcode yang tersedia di berbagai titik strategis di area GOR Rangga Jaya Anoraga, peserta akan diarahkan untuk menjawab serangkaian pertanyaan yang telah dirancang secara ilmiah. Pertanyaan-pertanyaan ini mencakup riwayat kesehatan pribadi, paparan terhadap penderita TBC, dan berbagai gejala yang mungkin terkait dengan TBC, seperti batuk berkepanjangan, demam tanpa sebab, keringat malam, hingga penurunan berat badan yang drastis. Sistem kemudian akan menganalisis jawaban tersebut dan memberikan hasil instan yang menunjukkan apakah seseorang memiliki risiko tinggi menderita TBC atau tidak. Fitur ini diharapkan dapat mendorong partisipasi aktif masyarakat tanpa harus merasa terintimidasi oleh prosedur medis yang rumit.
Ratna menegaskan, bahwa hasil skrining ini bukanlah diagnosis final, melainkan sebuah indikator awal. "Jika hasil menunjukkan risiko tinggi, warga diimbau segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan terdekat seperti Puskesmas, rumah sakit, atau dokter praktik swasta," jelasnya. Tindakan cepat ini krusial karena diagnosis dini akan memungkinkan intervensi medis yang lebih efektif dan mencegah perkembangan penyakit ke stadium yang lebih parah. Fasilitas kesehatan di Tuban telah disiapkan untuk menerima lonjakan kunjungan pasca-kampanye, memastikan setiap warga yang berisiko tinggi mendapatkan pemeriksaan lanjutan yang diperlukan, termasuk tes dahak (sputum) yang merupakan standar emas dalam diagnosis TBC.
Aspek krusial lain yang ditekankan oleh Ratna adalah kepatuhan dalam pengobatan. Pasien yang telah dinyatakan positif TBC wajib menjalani pengobatan selama minimal enam bulan secara teratur, tanpa terputus, hingga dinyatakan sembuh total oleh dokter. "Kalau putus di tengah jalan, pengobatan harus diulang dari awal," tegasnya. Penjelasan ini bukan tanpa alasan kuat. Penghentian pengobatan prematur tidak hanya memperpanjang penderitaan pasien, tetapi juga meningkatkan risiko resistensi obat, membuat bakteri TBC menjadi lebih kuat dan sulit diobati. Kondisi ini, yang dikenal sebagai TBC Resistan Obat (TB RO), memerlukan regimen pengobatan yang lebih panjang, lebih mahal, dan seringkali dengan efek samping yang lebih berat. Oleh karena itu, dukungan keluarga dan komunitas sangat vital dalam memastikan pasien TBC menyelesaikan seluruh rangkaian pengobatannya.
Lebih lanjut, Ratna juga mengingatkan pentingnya menjaga kondisi rumah yang sehat dan memiliki ventilasi cukup. Lingkungan rumah yang lembap, gelap, dan kurang ventilasi adalah surga bagi bakteri TBC. "Agar sinar matahari dapat masuk dan membantu membunuh bakteri TBC di udara," imbuhnya. Edukasi mengenai pentingnya sirkulasi udara yang baik, masuknya sinar matahari, dan kebersihan lingkungan rumah menjadi bagian tak terpisahkan dari kampanye ini. Selain itu, menutup mulut saat batuk atau bersin dengan tisu atau siku bagian dalam, serta membuang dahak pada tempat yang benar, juga merupakan langkah-langkah pencegahan penularan yang sederhana namun sangat efektif.
Sebagai langkah pencegahan tambahan yang proaktif, Ratna menganjurkan agar kontak erat pasien TBC menjalani Terapi Pencegahan TBC (TPT). TPT adalah pemberian obat anti-TBC kepada individu yang memiliki risiko tinggi tertular TBC, meskipun belum menunjukkan gejala penyakit. Ini termasuk anggota keluarga serumah, teman dekat, atau rekan kerja yang sering berinteraksi dengan pasien TBC. "Kalau kontak erat tidak minum TPT, risiko tertular akan semakin besar," tambahnya. TPT terbukti efektif dalam mencegah perkembangan infeksi laten TBC menjadi penyakit aktif, sehingga sangat penting dalam memutus rantai penularan di komunitas. Dinkes P2KB Tuban berkomitmen untuk memfasilitasi akses terhadap TPT bagi mereka yang memenuhi kriteria.
Di akhir paparannya, Ratna kembali mengimbau masyarakat untuk selalu waspada terhadap gejala TBC. Batuk berkepanjangan lebih dari dua minggu yang tidak kunjung sembuh, demam yang hilang timbul terutama di malam hari, keringat dingin di malam hari tanpa aktivitas fisik berat, serta penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas, adalah tanda-tanda awal yang patut dicurigai. "Jika mengalami gejala tersebut, segera periksa ke Puskesmas untuk dilakukan tes dahak guna memastikan apakah positif TBC atau tidak," pungkasnya. Tes dahak adalah metode diagnostik yang cepat, akurat, dan tersedia luas di Puskesmas, menjadi garda terdepan dalam penegakan diagnosis TBC.
Kampanye TOSS TBC di Tuban ini bukan sekadar acara seremonial, melainkan manifestasi nyata dari komitmen pemerintah daerah dan seluruh elemen masyarakat untuk menciptakan Tuban yang lebih sehat dan bebas dari TBC. Dengan melibatkan berbagai pihak, mulai dari tenaga kesehatan, kader kesehatan, komunitas, hingga masyarakat umum, diharapkan pesan-pesan penting mengenai pencegahan, deteksi dini, dan pengobatan TBC dapat tersampaikan secara efektif. Melalui sinergi yang kuat dan partisipasi aktif, Kabupaten Tuban optimis dapat mencapai target eliminasi TBC, sejalan dengan tujuan nasional dan global, serta menjadi teladan dalam upaya menjaga kesehatan dan kesejahteraan warganya di masa depan.
[rakyatindependen.id]
