DPRD Surabaya Menggagas Raperda Revolusioner: Tata Ulang Kepadatan KK dan Validasi Data Hunian Kos Demi Surabaya yang Lebih Layak.

Wakil Ketua Pansus Hunian Layak Komisi A DPRD Surabaya, Aldy Blaviandy, secara tegas mendorong agar Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Hunian dan Kawasan Permukiman Layak di Surabaya tidak hanya berfokus pada aspek fisik bangunan semata, tetapi juga merangkul dimensi sosial dan kependudukan yang krusial di wilayah perkotaan. Dorongan ini muncul sebagai respons terhadap fenomena kompleks penumpukan Kartu Keluarga (KK) dalam satu alamat serta belum tertibnya pendataan rumah kos dan rumah sewa yang menjamur di Kota Pahlawan. Pandangan Aldy menegaskan bahwa kebijakan hunian layak harus melampaui sebatas infrastruktur, menyentuh inti permasalahan kepadatan penduduk dan administrasi kependudukan yang selama ini kerap menjadi tantangan laten.

Menurut Aldy, penyelarasan persepsi antarinstansi terkait serta memastikan arah kebijakan perda menjadi linier dengan regulasi turunannya adalah kunci utama keberhasilan implementasi Raperda ini. Tanpa koordinasi yang kuat dan pemahaman yang seragam, upaya mewujudkan hunian layak yang komprehensif akan sulit tercapai. Integrasi antara kebijakan tata ruang, administrasi kependudukan, dan pembangunan sosial menjadi fundamental untuk menciptakan lingkungan perkotaan yang berkelanjutan dan berkeadilan bagi seluruh warganya.

Fenomena banyaknya Kartu Keluarga (KK) yang menumpuk dalam satu alamat rumah bukan sekadar isu administratif, melainkan akar dari berbagai permasalahan sosial dan kependudukan yang kompleks di lapangan. Kondisi ini seringkali berujung pada kepadatan hunian yang tidak sehat, memicu potensi konflik antarpenghuni, masalah sanitasi dan kebersihan lingkungan yang buruk, hingga kesulitan dalam mengakses layanan publik dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan bantuan sosial. Lebih jauh, penumpukan KK juga mempersulit pemerintah kota dalam melakukan pemetaan demografi yang akurat, perencanaan tata kota yang efektif, serta distribusi bantuan atau program kesejahteraan yang tepat sasaran.

"Dalam satu tempat tinggal, kadang banyak KK yang bertumpuk-tumpuk. Ini kalau bisa kita atur dalam perda ini, supaya hunian layak benar-benar sesuai dengan kriteria yang sudah ada di peraturan," ujar Ketua Fraksi Golkar DPRD Surabaya ini. Pernyataan Aldy menyoroti urgensi pengaturan yang lebih ketat untuk memastikan setiap individu dan keluarga memiliki hak atas hunian yang layak dan sesuai standar, bukan hanya sekadar tempat berlindung. Kepadatan yang berlebihan tidak hanya mengancam kualitas hidup penghuninya, tetapi juga membebani infrastruktur kota dan menciptakan tantangan baru bagi pelayanan publik.

Lebih dari itu, Aldy menegaskan bahwa Raperda ini harus memiliki cakupan yang inklusif, tidak hanya menyasar masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang kerap menjadi fokus utama program hunian. Kalangan menengah atas yang memiliki rumah kos atau rumah sewa juga harus diatur secara ketat dalam regulasi tersebut. Argumen ini berangkat dari fakta bahwa masalah penumpukan KK dan kepadatan hunian tidak hanya terjadi di segmen masyarakat miskin, tetapi juga di area-area yang dihuni oleh masyarakat dengan tingkat ekonomi lebih baik, terutama di permukiman padat penduduk yang didominasi oleh properti sewaan.

"Jadi harapan kita, perda ini tidak hanya terkonsentrasi pada masyarakat tidak mampu. Masyarakat elit yang punya rumah kos-kosan atau rumah sewa juga harus diatur. Masalah satu alamat dengan banyak KK itu kan bukan hanya terjadi di masyarakat miskin," ujarnya, menekankan pentingnya kesetaraan dalam penerapan regulasi demi keadilan sosial dan penataan kota yang merata. Inklusivitas ini akan memastikan bahwa seluruh jenis hunian, tanpa terkecuali, berkontribusi pada terciptanya lingkungan permukiman yang tertib, aman, dan nyaman bagi semua warga Surabaya.

Dalam pembahasan bersama Pansus, DPRD juga menyoroti soal belum validnya data rumah kos dan rumah sewa di Surabaya. Menurut laporan terbaru dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, per Juli 2025, baru sekitar sepuluh ribu unit rumah kos dan rumah sewa yang berhasil terdata secara resmi. Angka ini, menurut Aldy, jauh dari realitas sebenarnya di lapangan. Surabaya sebagai kota metropolitan dan pusat pendidikan serta ekonomi di Jawa Timur, menarik banyak pendatang dari berbagai daerah. Hal ini secara otomatis meningkatkan permintaan akan hunian sewa, termasuk rumah kos, yang tumbuh pesat, seringkali tanpa pengawasan yang memadai.

Banyaknya rumah kos dan rumah sewa yang belum terdaftar secara legal menimbulkan kerugian ganda bagi pemerintah kota. Pertama, potensi pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor pajak dan retribusi yang hilang sangat besar. Kedua, pemerintah kesulitan dalam mengawasi standar kelayakan hunian, keamanan, dan ketertiban di fasilitas-fasilitas tersebut. Rumah kos yang tidak terdata seringkali tidak memenuhi standar keselamatan kebakaran, sanitasi yang layak, atau bahkan berpotensi menjadi sarang aktivitas ilegal yang luput dari pantauan aparat.

"Tapi masih banyak rumah kos dan rumah sewa yang belum masuk pendataan, terutama yang lokasinya ‘nyempil’ atau tidak resmi," ungkap Aldy, menggambarkan tantangan besar dalam upaya validasi data. Lokasi-lokasi yang "nyempil" atau tersembunyi di gang-gang sempit permukiman padat penduduk menjadi salah satu hambatan utama bagi petugas untuk melakukan pendataan dan pengawasan secara menyeluruh. Ketiadaan data yang akurat menghambat pemerintah dalam merencanakan penyediaan infrastruktur, mengelola sampah, menyediakan air bersih, dan layanan publik lainnya secara efektif.

Raperda ini diharapkan mampu menjadi payung hukum yang kuat untuk menertibkan data kependudukan dan hunian di Surabaya. Dengan adanya regulasi yang jelas, pemerintah kota dapat memetakan secara akurat jumlah penduduk, pola persebaran hunian, serta kebutuhan infrastruktur yang relevan. Ini akan memungkinkan perencanaan kota yang lebih baik, mulai dari penataan tata ruang, penyediaan fasilitas umum, hingga mitigasi bencana. Validasi data rumah kos dan rumah sewa juga akan membuka peluang bagi pemerintah kota untuk meningkatkan PAD melalui retribusi dan pajak yang sebelumnya tidak terpungut, yang pada akhirnya dapat digunakan untuk membiayai program-program kesejahteraan masyarakat.

Pansus bersama OPD akan memperkuat basis data dan sinkronisasi lintas sektor agar kebijakan Raperda Hunian Layak benar-benar menjawab kebutuhan tata ruang dan kesejahteraan warga Kota Pahlawan. Kolaborasi intensif antara Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil), Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), serta perangkat kewilayahan seperti Kecamatan dan Kelurahan menjadi sangat penting. Setiap OPD memiliki peran krusial dalam menyediakan data dan informasi yang relevan, mulai dari data kependudukan, perizinan bangunan, hingga data potensi pajak.

Upaya penguatan basis data ini tidak hanya terbatas pada pencatatan administratif, tetapi juga melibatkan pemanfaatan teknologi informasi, seperti sistem informasi geografis (GIS) untuk pemetaan hunian, serta aplikasi digital untuk pelaporan dan pendataan rumah kos secara mandiri oleh pemilik. Sosialisasi masif kepada masyarakat, khususnya pemilik rumah kos dan warga yang memiliki KK ganda, juga perlu dilakukan agar mereka memahami pentingnya tertib administrasi dan dampak positifnya bagi lingkungan dan kota. Insentif atau kemudahan dalam proses pendaftaran juga dapat dipertimbangkan untuk mendorong partisipasi aktif dari masyarakat.

Raperda ini diharapkan tidak hanya menjadi sekadar dokumen hukum, tetapi sebuah instrumen transformatif yang mampu mengatasi kompleksitas masalah perkotaan di Surabaya. Dengan pengaturan yang komprehensif mengenai kepadatan KK dan pendataan rumah kos, pemerintah kota dapat memastikan bahwa setiap warga memiliki akses terhadap hunian yang layak, aman, dan sehat. Ini adalah langkah maju menuju terciptanya Surabaya yang lebih teratur, berdaya saing, dan berkelanjutan, di mana kualitas hidup seluruh warganya menjadi prioritas utama. Tantangan implementasi tentu akan ada, namun dengan komitmen kuat dari DPRD, pemerintah kota, dan dukungan masyarakat, visi Surabaya sebagai kota hunian layak akan semakin nyata. Raperda ini bukan hanya tentang bangunan, melainkan tentang membangun fondasi masyarakat yang lebih sejahtera dan tertib.

rakyatindependen.id

Exit mobile version