Pemerintah Provinsi Jawa Timur, melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur, menegaskan komitmennya dalam melestarikan warisan adiluhung budaya Nusantara sekaligus mempererat tali silaturahmi dengan masyarakat. Hal ini terwujud dalam perhelatan akbar "Gebyar Budaya Mataraman Wayang Kidulan" yang diselenggarakan dengan sinergi kuat bersama Pemerintah Kabupaten Ponorogo, dukungan penuh dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), serta partisipasi aktif dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Timur. Acara budaya yang sarat makna ini mengambil lokasi strategis di Pasar Sumoroto, Ponorogo, sebuah pusat aktivitas masyarakat yang secara inheren merefleksikan denyut nadi kehidupan lokal, sekaligus menjadi panggung yang ideal untuk merayakan kekayaan budaya Mataraman.
Gelaran istimewa ini menghadirkan magnet utama, yakni dalang kondang Ki Cahyo Kuntadi, seorang maestro pewayangan yang dikenal akan kepiawaiannya membawakan kisah-kisah Wayang Kidulan dengan penuh penghayatan dan sentuhan humor yang segar. Wayang Kidulan sendiri memiliki kekhasan tersendiri dalam gaya pementasan dan pemilihan lakon, seringkali merefleksikan kearifan lokal daerah selatan Jawa, khususnya Jawa Timur. Kehadiran Ki Cahyo Kuntadi tidak hanya menjamin kualitas artistik yang tinggi, tetapi juga daya tarik massa yang luar biasa, menarik perhatian ribuan pasang mata dari berbagai kalangan usia. Suasana semakin meriah dan semarak dengan kehadiran sejumlah seniman dan penghibur berbakat lainnya. Ada Lusi Brahman dan Silvy Kumalasari yang memukau dengan suara merdu mereka sebagai sinden, melengkapi narasi dalang dengan alunan tembang Jawa yang syahdu. Tak ketinggalan, Cak Slendro dan Andik TB hadir membawa nuansa komedi yang renyah dan interaktif, memastikan gelak tawa penonton tak henti-hentinya menggema di area pasar. Selain itu, pementasan juga diperkaya dengan penampilan kesenian khas Ponorogo lainnya, seperti fragmen tari atau musik tradisional, yang secara harmonis memperkaya mozaik nilai budaya Mataraman yang ditampilkan. Kombinasi para seniman ini menciptakan sebuah pertunjukan yang tidak hanya menghibur, tetapi juga edukatif dan mengukuhkan identitas budaya daerah.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur, Evy Afianasari, dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan oleh Kepala Bidang Pemasaran Disbudpar, Ali Affandi, secara tegas menyampaikan bahwa festival ini jauh melampaui sekadar ajang hiburan semata. Lebih dari itu, "Gebyar Budaya Mataraman Wayang Kidulan" adalah simbol nyata dari sebuah kolaborasi erat antarinstansi pemerintah dalam upaya menjaga dan melestarikan warisan budaya takbenda Jawa Timur. "Melalui sinergi yang kuat antara Disbudpar Jatim, DPRD Jatim, dan Pemerintah Kabupaten Ponorogo, kita secara konsisten berupaya melestarikan, mempromosikan, serta memajukan budaya lokal kita. Nilai-nilai luhur dan kearifan tradisi yang terkandung dalam kesenian wayang, sebuah mahakarya budaya, harus terus dihidupkan dan diwariskan secara lintas generasi, agar tidak lekang oleh zaman," ujar Ali Affandi, mewakili Kepala Dinas.
Evy Afianasari lebih lanjut menegaskan bahwa wayang, dalam esensinya, bukanlah hanya sekadar tontonan visual yang memukau, melainkan juga tuntunan hidup yang sarat akan filosofi. Di dalam setiap kisah pewayangan, tersembunyi ajaran-ajaran fundamental tentang kepemimpinan yang bijaksana, keadilan yang hakiki, dan kebijaksanaan dalam mengambil keputusan, yang kesemuanya tetap relevan dan aplikatif sepanjang masa, bahkan di tengah dinamika kehidupan modern. Oleh karena itu, kehadiran Wayang Kidulan dalam festival ini bukan hanya sebagai bentuk penghormatan terhadap kekayaan dan kedalaman budaya Mataraman, tetapi juga sebagai ruang ekspresi yang vital bagi para seniman pewayangan dan pelaku ekonomi kreatif di daerah. Ini adalah kesempatan bagi mereka untuk menampilkan karya terbaik, berinteraksi dengan penonton, dan sekaligus mendapatkan apresiasi yang layak atas dedikasi mereka dalam melestarikan seni tradisional.
Menurut Evy, pelestarian budaya dan pengembangan ekonomi kreatif bukanlah dua domain yang terpisah atau bertentangan, melainkan dua sisi mata uang yang saling menguatkan dan berkelindan erat. "Ketika seni dan tradisi kita hidup dan berkembang, maka ekonomi kreatif akan secara alami tumbuh subur di sekitarnya. Sebaliknya, saat ekonomi kreatif kita berkembang dan inovatif, para seniman dan kebudayaan kita pun akan semakin berdaya, memiliki ruang dan dukungan yang lebih besar untuk terus berkarya," jelasnya. Ini adalah sebuah siklus positif di mana investasi dalam budaya akan berbuah pada pertumbuhan ekonomi, dan pertumbuhan ekonomi akan kembali menopang keberlanjutan budaya.
Dalam kesempatan yang sama, Evy juga menyinggung tentang upaya serius yang tengah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Ponorogo untuk mendapatkan pengakuan internasional yang prestisius. Ponorogo saat ini tengah diusulkan menjadi kota jejaring dunia dalam bidang ekonomi kreatif oleh UNESCO, sebuah badan PBB yang berfokus pada pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. Pencalonan ini merupakan kelanjutan dari pengakuan sebelumnya yang telah diterima dunia, yakni penetapan warisan budaya Reog Ponorogo sebagai warisan budaya takbenda oleh UNESCO. Kedua inisiatif ini menunjukkan komitmen Ponorogo dalam memposisikan diri sebagai pusat kebudayaan dan inovasi kreatif yang diakui secara global, memanfaatkan kekayaan tradisi sebagai fondasi pengembangan masa depan.
Menutup sambutannya, Evy menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah berkontribusi dan mendukung terselenggaranya festival yang sukses ini. Ucapan terima kasih khusus ditujukan kepada Bupati Ponorogo beserta seluruh jajaran pemerintah daerah, para seniman dan budayawan yang telah mendedikasikan hidupnya untuk seni, serta seluruh lapisan masyarakat yang telah hadir dan meramaikan acara, menunjukkan antusiasme dan kecintaan mereka terhadap budaya. Partisipasi aktif dari berbagai elemen ini adalah kunci keberhasilan setiap event budaya.
Bupati Ponorogo, Sugiri Sancoko, turut menyampaikan kabar gembira mengenai pertumbuhan ekonomi di Ponorogo yang menunjukkan peningkatan signifikan, yang ia atribusikan secara langsung pada serangkaian event-event budaya yang secara rutin digelar di Bumi Reog. "Pertumbuhan ekonomi Ponorogo kini telah mencapai angka 6,7 persen," papar Sugiri dengan nada bangga, sebuah capaian yang patut diacungi jempol di tengah tantangan ekonomi global.
Menurut Kang Giri, sapaan akrab Bupati, angka pertumbuhan tersebut bukanlah sekadar deretan data statistik di atas kertas, melainkan sebuah cermin nyata dari kehidupan masyarakat yang makin bergairah dan dinamis. Ia menegaskan bahwa banyaknya event budaya dan seni yang diselenggarakan di berbagai penjuru Ponorogo telah menjadi pemicu utama di balik geliat ekonomi ini. "Lihat saja, kalau ada pagelaran wayangan, maka sindennya laku, dalangnya laku, bahkan tukang rias yang mendandani para pemain, pedagang sabun yang menyediakan kebutuhan harian, sampai penjual camilan dan minuman di sekitar lokasi acara pun ikut laku keras. Semua kebagian rezeki! Ini adalah bukti konkret bahwa budaya kita bisa menjadi penggerak ekonomi rakyat," ujar Kang Giri, disambut gelak tawa dan tepuk tangan meriah dari ribuan penonton yang memenuhi Pasar Sumoroto.
Ia memberikan contoh yang sangat relevan dan mudah dipahami, bagaimana dalam setiap gelaran wayang, sebuah "ekonomi kecil" bergerak serentak dan simultan. Para penjual makanan dan minuman tradisional mendadak ramai diserbu pembeli, penata rias kebanjiran order untuk mempercantik para seniman, pedagang pernak-pernik dan oleh-oleh lokal panen untung dari para pengunjung. Ini adalah sebuah ekosistem mikro yang tercipta berkat adanya event budaya. "Semua elemen masyarakat ikut hidup dan merasakan manfaatnya. Itulah Ponorogo, ekonomi rakyatnya hidup karena budayanya hidup dan terus lestari," tutupnya dengan penuh kebanggaan, menggarisbawahi filosofi yang menjadi fondasi pembangunan di Ponorogo.
Dengan menghadirkan "Gebyar Budaya Mataraman Wayang Kidulan", pemerintah tidak hanya berhasil melestarikan salah satu bentuk seni tradisi yang paling berharga, tetapi juga berhasil menghidupkan kembali semangat gotong royong dan kebersamaan yang menjadi ciri khas masyarakat Indonesia. Acara ini juga menciptakan ruang kegembiraan dan mempererat kedekatan emosional antara pemerintah dengan masyarakat, menghilangkan sekat birokrasi dan membangun jembatan komunikasi melalui media budaya.
Acara pembukaan yang simbolis dengan penyerahan gunungan wayang oleh Ali Mufti, anggota Komisi V DPR RI, menandai dimulainya sebuah perhelatan yang sarat makna. Gunungan wayang sendiri melambangkan alam semesta dan isinya, serta harapan akan kemakmuran dan kesejahteraan. Diharapkan, agenda budaya semacam ini mampu menjadi agenda rutin yang tidak hanya memberikan hiburan berkualitas, namun juga secara konsisten memperkokoh identitas budaya Jawa Timur sebagai salah satu pusat kebudayaan Nusantara yang kaya dan beragam. Ini adalah investasi jangka panjang untuk masa depan budaya dan ekonomi daerah.
Baca berita lainnya di Google News atau langsung di halaman Indeks Berita rakyatindependen.id