Banyuwangi digegerkan oleh sebuah tragedi kemanusiaan yang menyayat hati, di mana seorang ibu muda berinisial S (33), warga Dusun Krajan 1, Desa Alasbulu, Kecamatan Wongsorejo, tega mengubur bayi kandungnya sendiri sesaat setelah dilahirkan. Peristiwa pilu ini bukan sekadar tindakan kejam, melainkan cerminan dari tekanan sosial yang mendalam dan rasa malu yang tak tertahankan, menjerat S dalam lingkaran keputusasaan yang berujung pada perbuatan tak terpuji. Kepolisian Sektor Wongsorejo berhasil mengungkap kasus ini setelah menerima laporan dari masyarakat setempat pada Senin, 3 November 2025, membuka tabir kelam di balik kesunyian sebuah rumah di pelosok desa.
Kapolsek Wongsorejo, AKP Eko Darmawan, S.H., dalam keterangannya, menjelaskan bahwa kasus ini bermula dari kecurigaan yang muncul di benak Nini Aniye (56), seorang warga setempat yang juga merupakan kerabat dekat dari terduga pelaku S. Kecurigaan Nini Aniye bukan tanpa dasar, melainkan dipicu oleh sebuah insiden janggal yang diceritakan oleh tetangganya. Sekitar pukul 09.00 WIB, seorang tetangga yang kebetulan sedang dalam perjalanan mengantar makanan ke sawah, melihat suami terduga pelaku, berinisial M, membuang kantong plastik (kresek) yang terlihat berlumuran darah ke sungai. Pemandangan tak lazim itu sontak menimbulkan pertanyaan dan kekhawatiran di kalangan warga sekitar.
"Sekitar pukul 09.00 WIB, Nini Aniye selaku saksi didatangi tetangganya yang kebetulan sedang dalam perjalanan mengantar makanan ke sawah. Tetangga itu kemudian bertanya kepada saksi apakah keponakannya selaku terduga pelaku baru saja melahirkan, karena suami terduga pelaku ini membawa plastik berlumur darah," terang AKP Eko Darmawan pada Selasa, 4 November 2025, menjelaskan awal mula terkuaknya kasus ini. Informasi tersebut, meskipun samar, cukup untuk menyulut insting Nini Aniye bahwa ada sesuatu yang tidak beres.
Terpukul oleh rasa penasaran dan kekhawatiran yang kian memuncak, Nini Aniye memutuskan untuk memastikan kebenaran informasi tersebut. Ia segera bergegas menuju ke halaman belakang rumah S, tempat di mana M terlihat membuang kantong plastik berdarah. Pencarian Nini Aniye membuahkan hasil yang mengerikan. Sekitar pukul 16.00 WIB, bibi dari terduga pelaku itu menemukan sebuah keset yang sebagian terpendam di dalam tanah. Pemandangan itu sudah cukup menimbulkan firasat buruk. Dengan keberanian yang bercampur ketakutan, Nini Aniye mencoba mengangkat keset tersebut. Apa yang tersembunyi di baliknya membuat darahnya berdesir dan jantungnya berdebar kencang. Ia sangat kaget mendapati adanya kepala bayi dengan sebagian tubuh terpendam tanah di bawah keset itu.
"Saat itu saksi berteriak dan meminta pertolongan warga sekitar. Barulah ada laporan masuk kepada kami," lanjut AKP Eko, menggambarkan detik-detik penemuan yang menggemparkan itu. Teriakan Nini Aniye sontak menarik perhatian warga sekitar yang segera berdatangan. Pemandangan mengerikan itu langsung menyebar di kalangan masyarakat, memicu kepanikan dan kemarahan. Laporan segera disampaikan kepada pihak kepolisian, yang tak menunggu lama untuk merespons.
Tim kepolisian dari Polsek Wongsorejo segera bergerak menuju Tempat Kejadian Perkara (TKP) setelah menerima laporan. Dengan sigap, mereka mengamankan area penemuan dan memulai proses penyelidikan awal. Suasana haru dan keprihatinan menyelimuti TKP saat petugas melakukan evakuasi jasad bayi perempuan tak berdosa tersebut. Jasad bayi malang itu kemudian dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Blambangan untuk dilakukan tindakan otopsi. Otopsi ini sangat krusial untuk menentukan penyebab pasti kematian bayi, apakah lahir dalam kondisi hidup lalu dibunuh, atau meninggal saat dilahirkan dan kemudian dikubur, serta untuk mengumpulkan bukti forensik lainnya yang relevan dengan kasus ini.
"Kami telah mengamankan terduga pelaku dan barang bukti, selanjutnya kami berkoordinasi dengan Satreskrim Polresta Banyuwangi guna proses sidik tuntas," tegas AKP Eko Darmawan, memastikan bahwa proses hukum akan berjalan secara transparan dan tuntas. Penangkapan S dilakukan tidak lama setelah penemuan jasad bayi, mengingat bukti dan kesaksian awal yang kuat menunjuk padanya sebagai pelaku utama.
Dari hasil pemeriksaan awal dan pengakuan pelaku kepada polisi, terkuaklah motif di balik tindakan keji ini. S mengakui bahwa ia mengubur bayi perempuannya tersebut karena rasa malu yang luar biasa dan tidak menginginkan kehamilannya diketahui oleh tetangga sekitar. Alasan yang lebih dalam terungkap: S sudah memiliki empat anak dari tiga kali pernikahan. Bayi yang dikubur tersebut merupakan anak kelimanya.
Fakta ini menjadi pemicu utama tekanan psikologis yang dialami S. Hidup dalam masyarakat yang masih menjunjung tinggi norma dan ekspektasi sosial tertentu, kondisi S yang memiliki banyak anak dari pernikahan yang berbeda-beda seringkali menjadi bahan pergunjingan. Nyinyiran dan omongan tetangga, meskipun mungkin dianggap sepele oleh sebagian orang, ternyata memiliki dampak yang sangat merusak bagi mental S. Ia merasa terus-menerus dihakimi, dicemooh, dan menjadi pusat perhatian negatif di lingkungannya. Rasa malu yang mendalam ini, ditambah dengan stigma sosial yang melekat padanya, mendorong S pada titik keputusasaan ekstrem. Pada akhirnya, tekanan batin yang tak tertahankan itu membuatnya tega melakukan perbuatan yang tak terbayangkan: mengubur bayi kandungnya sendiri.
"Terduga pelaku merasa malu dan merasa jadi omongan karena selalu mempunyai anak di setiap pernikahannya," jelas AKP Eko, mengonfirmasi motif utama yang mendasari tindakan tragis S. Pernyataan ini membuka mata kita pada realitas pahit bahwa tekanan sosial, dalam bentuk gosip dan nyinyiran, bisa berujung pada konsekuensi yang fatal dan menghancurkan kehidupan. Rasa malu yang begitu dalam, alih-alih mencari solusi atau dukungan, justru mendorong S untuk menempuh jalan pintas yang mengerikan, berharap bisa "menghilangkan" masalah dengan mengorbankan nyawa tak berdosa.
Dalam perkara ini, S dijerat dengan Pasal 305 KUHP dan/atau Pasal 306 Ayat (2) KUHP dan/atau 307 KUHP. Pasal-pasal ini berkaitan dengan tindak pidana penelantaran anak yang menyebabkan kematian, pembunuhan anak, atau perbuatan yang menghilangkan nyawa orang lain dengan motif tertentu, termasuk motif malu atau menghindari aib. Ancaman hukuman pidana yang berat menanti S, mencerminkan seriusnya pelanggaran hukum dan moral yang telah dilakukannya. Proses penyelidikan lebih lanjut oleh Satreskrim Polresta Banyuwangi akan mendalami setiap aspek kasus ini, termasuk kemungkinan adanya keterlibatan pihak lain, seperti suami S, M, yang terlihat membuang kantong plastik berdarah.
Kasus ini menjadi pengingat yang menyakitkan tentang pentingnya empati dan dukungan sosial dalam komunitas. Nyinyiran dan stigma dapat menjadi beban yang sangat berat, terutama bagi individu yang rentan dan tidak memiliki sistem pendukung yang kuat. Tragedi ini bukan hanya tentang kejahatan seorang ibu terhadap anaknya, tetapi juga tentang kegagalan masyarakat dalam menciptakan lingkungan yang inklusif dan suportif, di mana setiap individu merasa aman dan tidak dihakimi atas pilihan hidup atau kondisi pribadinya. Penting bagi kita semua untuk merenungkan dampak dari kata-kata dan tindakan kita terhadap orang lain, serta membangun komunitas yang lebih peduli dan berempati, agar tragedi serupa tidak terulang di masa mendatang.
rakyatindependen.id