Nasional

Lumajang Diterjang Banjir Terparah dalam 15 Tahun: Ribuan Rumah Terendam, Warga Jatiroto Berjuang Hadapi Krisis Air dan Pangan

Bencana banjir dengan skala yang mengejutkan kembali melanda Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, tepatnya di Kecamatan Jatiroto, pada Jumat (31/10/2025). Luapan Sungai Jatiroto yang meluap secara mendadak telah merendam setidaknya 1.225 rumah warga, memporakporandakan kehidupan ribuan jiwa dan menciptakan krisis kemanusiaan yang mendesak. Dua desa menjadi titik terparah dampak banjir ini, yakni Desa Rojopolo dan Desa Kaliboto Kidul, yang kini lumpuh di bawah genangan air.

Camat Jatiroto, Kutum Hadi Kasiyan, yang langsung meninjau lokasi kejadian, mengkonfirmasi bahwa total ada tiga dusun yang paling parah terdampak. "Ini yang terdampak ada 3 dusun, Dusun Persil dan Dusun Pokapan di Desa Rojopolo, sama Dusun Petung di Desa Kaliboto Kidul," jelas Kutum di tengah upaya koordinasi di lokasi banjir. Data awal yang berhasil dihimpun oleh pemerintah kecamatan menunjukkan bahwa Desa Rojopolo mengalami dampak paling signifikan dengan 1.185 rumah terendam, sementara Desa Kaliboto Kidul juga tidak luput dengan 40 rumah yang ikut terendam banjir. Angka ini diperkirakan akan terus bertambah seiring dengan pendataan yang lebih akurat, mencerminkan skala bencana yang tidak dapat dianggap remeh.

Penyebab utama dari bencana ini adalah curah hujan ekstrem yang mengguyur wilayah setempat sejak Kamis (30/10/2025) malam hingga dini hari tanpa henti. Intensitas hujan yang luar biasa tinggi membuat Sungai Jatiroto tidak mampu menampung debit air yang masif. Akibatnya, air sungai meluap dengan cepat dan merendam pemukiman warga yang berada di sepanjang bantaran sungai. "Jadi, banjirnya pagi tadi habis subuh datangnya, penyebabnya hujan lebat malam tadi sampai dini hari dan sungai itu meluap," tambah Kutum, menjelaskan kronologi kejadian yang mengejutkan banyak pihak. Air mulai menunjukkan tanda-tanda kenaikan sekitar pukul 04.30 WIB, sesaat setelah sebagian besar warga menunaikan salat Subuh. Dalam hitungan jam, ketinggian air di beberapa titik permukiman warga dilaporkan mencapai hampir setengah meter, bahkan di beberapa lokasi yang lebih rendah bisa mencapai dada orang dewasa, merendam seluruh perabotan rumah tangga dan memaksa warga untuk menyelamatkan diri dan barang berharga seadanya.

Yang membuat bencana ini semakin memprihatinkan adalah fakta bahwa banjir kali ini merupakan yang pertama dalam kurun waktu 15 tahun terakhir. Fenomena ini mengindikasikan adanya perubahan signifikan dalam kondisi lingkungan dan sistem drainase sungai. Menurut Kutum, penyebab utama mengapa banjir kali ini bisa terjadi setelah sekian lama adalah sedimentasi parah dan adanya sumbatan di hilir sungai. Material endapan lumpur, sampah, dan vegetasi yang menumpuk di dasar sungai telah mengurangi kapasitas aliran air secara drastis, sehingga ketika debit air meningkat drastis akibat hujan lebat, sungai tidak mampu mengalirkan air dengan lancar. "Ini sudah 15 tahun tidak banjir, baru sekarang ini banjir, karena di hilirnya ada sumbatan dan butuh dilakukan normalisasi," ujarnya, menekankan pentingnya intervensi jangka panjang untuk mencegah terulangnya bencana serupa. Sedimentasi yang terjadi selama bertahun-tahun tanpa penanganan yang memadai, ditambah dengan kemungkinan adanya penyempitan atau pembangunan di area bantaran sungai, menjadi faktor pemicu yang memperparah situasi.

Dampak langsung dari banjir ini tidak hanya terbatas pada kerusakan fisik rumah. Krisis kemanusiaan kini mulai terasa, terutama dalam pemenuhan kebutuhan dasar warga. Akses terhadap air bersih menjadi sangat sulit karena sebagian besar sumur warga ikut terendam air sungai yang keruh. Air sumur yang tercampur dengan luapan sungai menjadi tidak layak konsumsi dan berpotensi menimbulkan penyakit. Selain itu, aktivitas memasak pun terhenti total. Dapur-dapur rumah warga yang terendam membuat mereka tidak bisa menyiapkan makanan sejak pagi hari. Banyak keluarga yang belum makan dan kini sangat membutuhkan pasokan makanan siap saji. "Yang dibutuhkan warga makanan karena dari pagi tidak bisa masak dan belum makan, termasuk pasokan air bersih untuk minum," ungkap Kutum, menggambarkan situasi darurat yang dihadapi warga.

Lumajang Diterjang Banjir Terparah dalam 15 Tahun: Ribuan Rumah Terendam, Warga Jatiroto Berjuang Hadapi Krisis Air dan Pangan

Kondisi ini diperparah dengan ancaman kesehatan yang membayangi. Genangan air yang lama dapat menjadi sarang nyamuk penyebab demam berdarah dan meningkatkan risiko penyebaran penyakit menular lainnya seperti diare dan leptospirosis, terutama jika sanitasi lingkungan tidak segera pulih. Anak-anak dan lansia menjadi kelompok yang paling rentan dalam situasi ini, baik dari segi kesehatan fisik maupun dampak psikologis. Kehilangan tempat tinggal sementara, kekhawatiran akan harta benda yang rusak, dan ketidakpastian masa depan menciptakan tekanan mental yang signifikan bagi para korban. Para orang tua khawatir tentang pendidikan anak-anak mereka yang terganggu, serta bagaimana mereka akan membangun kembali kehidupan setelah bencana ini.

Menanggapi situasi genting ini, pemerintah kecamatan bersama Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lumajang bergerak cepat. Tim gabungan segera menyiapkan bantuan logistik darurat bagi warga terdampak. Makanan siap saji, air mineral kemasan, selimut, dan obat-obatan dasar menjadi prioritas utama yang disalurkan ke lokasi-lokasi pengungsian atau titik kumpul warga. Posko-posko kesehatan darurat juga mulai didirikan untuk memberikan penanganan medis awal bagi warga yang membutuhkan. Koordinasi intensif terus dilakukan untuk memastikan bantuan dapat menjangkau seluruh korban yang tersebar di tiga dusun terdampak. Selain bantuan logistik, upaya jangka panjang juga menjadi fokus. Diskusi mengenai normalisasi sungai, termasuk pengerukan sedimentasi dan perbaikan tanggul, menjadi agenda penting agar kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang.

Berbagai elemen masyarakat juga mulai menunjukkan solidaritas. Relawan dari berbagai organisasi, termasuk pemuda setempat, turut membantu evakuasi warga dan distribusi bantuan. Mereka bekerja bahu-membahu dengan aparat keamanan dan tim SAR dalam menyisir area terdampak, memastikan tidak ada warga yang terisolasi atau belum mendapatkan bantuan. Pendataan kerugian juga terus dilakukan untuk mendapatkan gambaran komprehensif mengenai dampak ekonomi dan sosial yang ditimbulkan oleh banjir ini. Banyak petani yang sawahnya terendam, pedagang kecil yang toko atau warungnya tergenang, sehingga kerugian ekonomi diperkirakan akan sangat besar.

Bencana banjir di Jatiroto ini menjadi pengingat keras akan pentingnya pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan dan kesiapsiagaan bencana. Sedimentasi sungai yang menumpuk selama bertahun-tahun adalah akibat dari berbagai faktor, mulai dari erosi lahan di hulu sungai, pembuangan sampah sembarangan, hingga kurangnya program pemeliharaan sungai yang terencana dan berkelanjutan. Ke depan, selain normalisasi sungai, perlu juga dipikirkan upaya reboisasi di hulu, edukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan sungai, serta pembangunan sistem peringatan dini banjir yang lebih efektif.

Pemerintah Kabupaten Lumajang, dengan dukungan pemerintah provinsi dan pusat, diharapkan dapat segera merumuskan rencana aksi komprehensif untuk pemulihan pascabencana dan mitigasi risiko di masa depan. Ini termasuk relokasi warga yang tinggal di area sangat rawan banjir, pembangunan infrastruktur penahan air, serta pemberdayaan masyarakat untuk menjadi lebih tangguh dalam menghadapi bencana. Krisis air bersih dan pangan yang kini dialami warga Jatiroto adalah panggilan darurat bagi semua pihak untuk bersama-sama meringankan beban mereka dan memastikan bahwa kehidupan di Lumajang dapat kembali normal dengan lebih kuat dan siap menghadapi tantangan alam di masa mendatang. Solidaritas dan gotong royong menjadi kunci utama dalam menghadapi cobaan ini, karena hanya dengan bersatu, masyarakat Jatiroto dapat bangkit kembali dari keterpurukan.

rakyatindependen.id

Lumajang Diterjang Banjir Terparah dalam 15 Tahun: Ribuan Rumah Terendam, Warga Jatiroto Berjuang Hadapi Krisis Air dan Pangan

Related Articles