Pacitan Siaga Musim Hujan: BPBD Perkuat Peringatan Bencana, Dari Longsor hingga Angin Kencang, Antisipasi Epidemi Penyakit

Kabupaten Pacitan, sebuah wilayah di Jawa Timur yang dikenal dengan keindahan alamnya yang permai namun juga topografinya yang berbukit-bukit, telah resmi memasuki musim penghujan sejak awal Oktober 2025. Meskipun curah hujan mulai teramati di beberapa titik, intensitasnya masih sporadis dan belum merata di seluruh kecamatan, menandakan fase transisi yang memerlukan kewaspadaan ekstra. Fenomena ini, yang seringkali disebut sebagai masa pancaroba, membawa serta serangkaian tantangan dan potensi bencana yang harus diantisipasi oleh seluruh elemen masyarakat dan pemerintah daerah. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pacitan, sebagai garda terdepan dalam mitigasi dan penanganan bencana, secara proaktif telah menyuarakan imbauan kepada warga untuk meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi berbagai ancaman hidrometeorologi.

Radite Suryo Anggono, Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Pacitan, menegaskan pentingnya kewaspadaan di tengah perubahan cuaca yang ekstrem. Ia menyoroti pola hujan deras yang berpotensi terjadi secara tiba-tiba, seringkali disertai dengan embusan angin kencang yang membahayakan. "Biasanya hujan dengan intensitas cukup deras terjadi tiba-tiba, disertai angin kencang," jelas Radite pada Senin, 27 Oktober 2025. Pernyataan ini bukan sekadar peringatan rutin, melainkan refleksi dari pengalaman masa lalu di mana Pacitan kerap menjadi langganan bencana saat musim hujan tiba. Topografi Pacitan yang didominasi perbukitan karst, lereng curam, dan struktur tanah yang labil, menjadikannya sangat rentan terhadap tanah longsor, terutama ketika curah hujan tinggi memicu saturasi air dalam tanah. Selain itu, vegetasi pohon yang rindang di sepanjang jalan dan permukiman, meski memberikan kesejukan, juga berpotensi tumbang akibat terpaan angin kencang atau akar yang tidak mampu menahan beban tanah yang jenuh air.

Sebagai langkah antisipasi yang komprehensif, BPBD Pacitan telah melakukan pemetaan menyeluruh terhadap wilayah-wilayah yang diidentifikasi sebagai zona rawan bencana. Pemetaan ini tidak hanya mencakup area berisiko tanah longsor dan pohon tumbang, tetapi juga mempertimbangkan potensi munculnya penyakit musiman yang kerap menyerang pada masa peralihan musim. "Tanah longsor dan pohon tumbang yang kita waspadai, juga potensi penyakit yang bisa muncul saat peralihan musim," tambah Radite, menggarisbawahi spektrum ancaman yang lebih luas. Penyakit seperti Demam Berdarah Dengue (DBD), diare, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), hingga leptospirosis, seringkali meningkat kasusnya saat musim hujan karena kondisi lingkungan yang mendukung perkembangbiakan vektor penyakit dan menurunnya daya tahan tubuh masyarakat.

Puncak musim penghujan di Pacitan diprediksi akan berlangsung pada Januari 2026. Prediksi ini didasarkan pada analisis data meteorologi dan klimatologi yang bekerja sama dengan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Periode puncak ini diperkirakan akan membawa curah hujan yang jauh lebih tinggi dan merata, meningkatkan risiko bencana secara signifikan. Oleh karena itu, BPBD Pacitan tidak hanya berhenti pada pemetaan, melainkan terus mengintensifkan pemantauan di daerah-daerah rawan dan menyiapkan langkah-langkah darurat, termasuk rencana evakuasi, penyediaan logistik, serta koordinasi dengan berbagai pihak terkait seperti TNI, Polri, Dinas Kesehatan, dan relawan. Sistem peringatan dini (early warning system) juga menjadi fokus utama, mulai dari pemasangan alat deteksi longsor sederhana hingga sosialisasi tanda-tanda alam yang harus diwaspadai masyarakat.

Pengalaman pahit di masa lalu menjadi pelajaran berharga. Beberapa waktu lalu, hujan deras yang mengguyur wilayah utara Pacitan, tepatnya di Kecamatan Nawangan, telah memicu sembilan kejadian longsor yang merusak. Enam rumah warga dilaporkan mengalami kerusakan struktural yang parah, sementara tiga ruas jalan vital terputus, menghambat akses transportasi dan logistik. Insiden ini adalah pengingat konkret betapa cepat dan merusaknya bencana hidrometeorologi dapat terjadi, serta betapa krusialnya kesiapsiagaan. Kerugian yang ditimbulkan tidak hanya bersifat materiil, tetapi juga mengganggu aktivitas ekonomi, pendidikan, dan kesehatan masyarakat setempat. Oleh karena itu, langkah-langkah mitigasi tidak boleh hanya reaktif, melainkan harus proaktif dan berkelanjutan.

Dalam konteks ancaman tanah longsor, masyarakat diimbau untuk mengenali tanda-tanda awal seperti retakan tanah di lereng, munculnya mata air baru secara tiba-tiba, pohon atau tiang listrik yang miring, serta suara gemuruh dari arah bukit. Jika tanda-tanda ini terlihat, evakuasi mandiri ke tempat yang lebih aman adalah prioritas utama. Untuk angin kencang, masyarakat disarankan untuk memangkas dahan pohon yang rimbun di sekitar rumah, mengamankan benda-benda yang mudah terbang, dan mencari perlindungan di dalam bangunan yang kokoh saat terjadi badai. Penting juga untuk tidak berteduh di bawah pohon besar atau dekat tebing saat hujan deras disertai angin kencang, mengingat potensi pohon tumbang dan material longsor yang dapat membahayakan jiwa.

Lebih jauh lagi, BPBD Pacitan juga menyoroti pentingnya menjaga kesehatan dan stamina, terutama di masa pancaroba. Perubahan cuaca yang tidak menentu seringkali membuat tubuh rentan terhadap penyakit. Masyarakat diimbau untuk mengonsumsi makanan bergizi, cukup istirahat, dan menjaga kebersihan lingkungan. Gerakan 3M Plus (Menguras, Menutup, Mendaur ulang, serta Plus menabur bubuk larvasida, memelihara ikan pemakan jentik, menggunakan kelambu, dll.) harus digalakkan untuk mencegah perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti penyebab DBD. Kebersihan air dan sanitasi juga perlu diperhatikan untuk menghindari penyakit diare dan leptospirosis, yang penularannya terkait dengan air kencing tikus di genangan air.

Pemerintah daerah Pacitan, bersama BPBD dan dinas terkait lainnya, tidak bekerja sendiri. Kesiapsiagaan bencana adalah tanggung jawab kolektif. Edukasi publik mengenai pentingnya mitigasi bencana terus dilakukan melalui berbagai media dan kegiatan komunitas. Program-program seperti pembentukan desa tangguh bencana, pelatihan relawan, dan simulasi evakuasi menjadi bagian integral dari upaya peningkatan kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana. Partisipasi aktif dari masyarakat, termasuk laporan dini mengenai potensi bahaya, sangat dibutuhkan untuk mendukung kerja-kerja BPBD. Sistem komunikasi yang efektif antara masyarakat dan BPBD juga terus diperkuat, memastikan informasi dapat tersampaikan dengan cepat dan akurat.

Mengingat prediksi puncak musim hujan pada Januari 2026, persiapan harus dimulai dari sekarang. Pengecekan kondisi rumah, saluran air, dan lingkungan sekitar perlu dilakukan secara berkala. Bagi warga yang tinggal di daerah rawan, menyiapkan tas siaga bencana yang berisi dokumen penting, obat-obatan pribadi, makanan ringan, air minum, senter, dan peluit adalah langkah bijak. Pemahaman tentang jalur evakuasi dan lokasi titik kumpul aman juga krusial.

Pada akhirnya, kesiapsiagaan menghadapi musim hujan bukanlah sekadar tugas pemerintah, melainkan sebuah budaya yang harus melekat pada setiap individu dan komunitas di Pacitan. Dengan kesadaran kolektif, tindakan preventif yang tepat, dan respons yang cepat, dampak buruk dari bencana hidrometeorologi dapat diminimalisir. "Kami imbau masyarakat untuk berhati-hati. Saat hujan, hindari berteduh di dekat tebing atau pohon yang rapuh. Selain itu, tetap jaga kesehatan dan stamina," pungkas Radite, mengakhiri imbauan dengan pesan yang mendalam dan relevan bagi seluruh warga Pacitan. Keselamatan dan kesejahteraan masyarakat adalah prioritas utama dalam menghadapi setiap tantangan alam.

rakyatindependen.id

Exit mobile version