Surabaya, rakyatindependen.id – Polrestabes Surabaya berhasil mengungkap dan membekuk dua pelaku pencurian lampu penerangan di kawasan Kota Lama Surabaya, sebuah insiden yang sempat menyita perhatian publik dan menjadi viral di berbagai platform media sosial. Kedua pelaku tersebut ternyata adalah pasangan bapak dan anak kandung, yang kini harus mempertanggungjawabkan perbuatan mereka di hadapan hukum. Penangkapan ini merupakan respons cepat pihak kepolisian terhadap keresahan masyarakat dan instruksi langsung dari Walikota Surabaya, Eri Cahyadi, yang menyoroti kasus pencurian yang merusak keindahan dan fasilitas umum di area cagar budaya tersebut.
Kasus ini bermula dari laporan mengenai hilangnya sejumlah lampu hias yang menjadi bagian integral dari proyek revitalisasi Kota Lama Surabaya. Lampu-lampu tersebut bukan sekadar penerangan biasa, melainkan dirancang khusus dengan gaya retro dan ornamen klasik yang menambah nilai estetika serta memperkuat nuansa historis kawasan tersebut. Kehilangan lampu-lampu ini tidak hanya menimbulkan kerugian material, tetapi juga merusak citra Kota Lama yang sedang gencar dipromosikan sebagai destinasi wisata unggulan.
Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya, AKBP Edy Herwiyanto, dalam konferensi pers yang diadakan di Mapolrestabes Surabaya, menjelaskan kronologi penangkapan kedua tersangka. "Setelah kami menerima laporan dan melihat tingkat urgensi serta dampak kerugian yang ditimbulkan, tim penyidik langsung bergerak cepat melakukan penyelidikan mendalam. Kami mengerahkan personel untuk menyisir lokasi kejadian dan mengumpulkan berbagai bukti petunjuk," ujar AKBP Edy Herwiyanto dengan tegas.
Kunci utama dalam pengungkapan kasus ini adalah rekaman kamera CCTV yang terpasang di beberapa titik strategis di sekitar Kota Lama. Rekaman tersebut menjadi saksi bisu atas aksi nekat para pelaku. Dari hasil analisis rekaman, polisi berhasil mengidentifikasi dua individu yang mencurigakan, seorang pria dewasa dan seorang pemuda, yang beraksi secara sistematis. "Dari hasil rekaman CCTV di sekitar lokasi, kami menemukan identitas MT, 46 tahun, dan MHR, 23 tahun, yang keduanya beralamat di Nyamplungan Panggung. Setelah kami lakukan penyelidikan intensif, keduanya lalu diamankan dan dibawa ke kantor Polrestabes Surabaya untuk pemeriksaan lebih lanjut," terang Edy, merinci langkah-langkah penegakan hukum yang diambil.
Pengakuan kedua tersangka, MT dan MHR, menguak fakta yang cukup mengejutkan. Aksi pencurian ini tidak dilakukan secara spontan, melainkan merupakan serangkaian tindakan yang berlangsung selama tiga hari berturut-turut, menunjukkan keberanian dan perencanaan yang cukup matang dari para pelaku. MHR, sang anak, adalah orang yang pertama kali memulai aksi kejahatan ini pada tanggal 27 Juni 2025. Ia berkeliling di kawasan Kota Lama Surabaya dengan mengendarai sepeda motor, mencari celah dan momen yang tepat untuk melancarkan aksinya. Modus operandinya cukup sederhana namun merusak: ia langsung menarik paksa lampu sasarannya hingga terlepas dari dudukannya, lalu kabur dengan cepat.
"Awalnya pelaku MHR, 23 tahun, selama tiga hari berturut-turut melakukan pencurian di kawasan Kota Lama Surabaya seorang diri. Merasa aksinya berhasil dan tidak terdeteksi, ia lalu tergoda untuk mengajak ayahnya, MT, untuk ikut serta dalam kejahatan ini," imbuh Edy. Pengakuan ini menunjukkan adanya peningkatan skala dan ambisi dari MHR setelah keberhasilan awal.
Yang lebih memprihatinkan adalah respons MT, sang ayah. Bukannya memberikan nasihat atau melarang anaknya melakukan perbuatan melawan hukum, MT justru tergoda dan ikut terjerumus. Desakan kebutuhan ekonomi disebut-sebut menjadi alasan utama MT untuk terlibat. Ia mengaku tergiur dengan keuntungan cepat yang bisa didapatkan dari penjualan lampu curian tersebut. Dalam aksi kolaborasi bapak dan anak ini, peran keduanya terbagi. MT lantas berperan sebagai pengamat situasi atau "jaga-jaga", memastikan area sekitar aman dari pantauan warga atau petugas, sementara MHR tetap berperan sebagai eksekutor yang bertugas menarik paksa lampu-lampu dari tiangnya.
"Tujuannya ya biar dapat lebih banyak lampu, sehingga pelaku mendapat keuntungan finansial yang lebih banyak dan dalam waktu singkat. Kolaborasi ini menunjukkan bagaimana desakan ekonomi bisa mengaburkan moral dan etika, bahkan dalam hubungan keluarga," jelas Edy, menyoroti motif di balik kejahatan ini.
Dari pengakuan kedua pelaku, setiap unit lampu Kota Lama Surabaya yang berhasil mereka curi dijual dengan harga relatif murah, yakni Rp 130 ribu per satuan. Harga ini jauh di bawah nilai sebenarnya dari lampu-lampu hias yang dirancang khusus untuk kawasan cagar budaya. Total sudah belasan lampu yang berhasil mereka curi dari berbagai lokasi di Kota Lama. "Mereka sudah beraksi di beberapa ruas jalan vital di kawasan Kota Lama, antara lain di Jalan Mliwis, Jalan Gelatik, dan Jalan Panggung. Total belasan lampu sudah dicuri dan berhasil mereka jual. Namun, saat ini kami masih selidiki lebih lanjut mengenai kemungkinan adanya penadah barang curian ini, serta apakah ada lokasi lain yang menjadi sasaran mereka," tutur Edy, mengindikasikan bahwa penyelidikan masih terus berjalan dan bisa saja mengungkap jaringan yang lebih luas.
Kasus pencurian ini bukan sekadar hilangnya beberapa unit lampu, melainkan juga simbol dari tantangan dalam menjaga aset publik dan warisan budaya di tengah hiruk pikuk kota. Kawasan Kota Lama Surabaya sendiri merupakan permata sejarah yang sedang giat direvitalisasi oleh Pemerintah Kota Surabaya di bawah kepemimpinan Walikota Eri Cahyadi. Proyek revitalisasi ini mencakup pembenahan infrastruktur, penataan lanskap, serta pemasangan ornamen dan fasilitas pendukung yang otentik, termasuk lampu-lampu hias yang menjadi korban pencurian ini. Tujuannya adalah untuk menghidupkan kembali pesona Kota Lama sebagai pusat sejarah, budaya, dan ekonomi kreatif, sekaligus menarik wisatawan lokal maupun mancanegara.
Oleh karena itu, insiden pencurian ini segera mendapat atensi khusus dari Walikota Eri Cahyadi. Beliau menekankan pentingnya menjaga fasilitas umum dan aset kota, serta meminta pihak kepolisian untuk menindak tegas para pelaku. "Kota Lama ini adalah kebanggaan kita bersama, warisan leluhur yang harus kita jaga. Setiap fasilitas yang ada di sana, termasuk lampu-lampu penerangan, adalah bagian dari upaya kita mempercantik dan melestarikan sejarah. Saya meminta agar kepolisian mengusut tuntas kasus ini dan memberikan efek jera kepada para pelaku," tegas Walikota Eri Cahyadi dalam sebuah kesempatan sebelumnya, menunjukkan komitmennya terhadap pelestarian cagar budaya.
Reaksi masyarakat terhadap insiden ini juga beragam. Sebagian besar menyayangkan dan mengutuk tindakan pencurian tersebut, mengingat upaya keras pemerintah kota dan partisipasi komunitas dalam menghidupkan kembali Kota Lama. Banyak yang berharap agar pelaku dihukum seberat-beratnya agar menjadi pelajaran bagi pihak lain yang berniat melakukan hal serupa. Di sisi lain, beberapa pihak juga menyuarakan keprihatinan atas motif ekonomi yang melatarbelakangi tindakan pelaku, menyoroti isu kemiskinan dan kesulitan hidup yang masih menjadi PR besar bagi pembangunan sosial.
Kedua pelaku, MT dan MHR, kini dijerat dengan Pasal 363 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Pencurian dengan Pemberatan. Ancaman hukuman untuk pasal ini tidak main-main, bisa mencapai tujuh tahun penjara. Pemberatan dalam kasus ini bisa dikenakan karena pencurian dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama dan dilakukan pada malam hari, serta merugikan fasilitas umum. Proses hukum selanjutnya akan bergulir, termasuk penyitaan barang bukti jika ditemukan, serta pencarian terhadap penadah yang membeli lampu-lampu curian tersebut, yang juga bisa dijerat dengan pasal pidana penadahan.
Penangkapan bapak dan anak pencuri lampu Kota Lama Surabaya ini menjadi pengingat penting bagi seluruh elemen masyarakat untuk lebih peduli dan menjaga lingkungan sekitar. Keamanan dan keindahan sebuah kota adalah tanggung jawab bersama. Pemerintah kota, melalui Polrestabes Surabaya, telah menunjukkan komitmennya dalam menindak tegas setiap pelanggaran hukum yang merusak fasilitas umum dan merugikan kepentingan publik. Diharapkan, dengan terungkapnya kasus ini, akan ada peningkatan kesadaran masyarakat untuk tidak hanya mengapresiasi, tetapi juga turut serta aktif dalam menjaga dan melindungi aset-aset kota, terutama yang memiliki nilai sejarah dan budaya tinggi seperti Kota Lama Surabaya. Selain itu, kasus ini juga menjadi sorotan terhadap upaya peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat, agar tidak ada lagi yang terpaksa melakukan tindakan kriminal hanya demi memenuhi kebutuhan hidup.
(rakyatindependen.id)
