Jumantoro, Ketua FKPJ, menjelaskan makna di balik dua tumpeng yang diserahkan. "Dua tumpeng ini simbol waktu coblosan pilpres nomor urut dua. Ini wujud nyata dukungan moral kita kepada aparat penegak hukum di kejaksaan yang kemarin kita ragukan, ternyata mampu berbuat nyata untuk meyakinkan masyarakat bahwa hukum tidak tajam ke bawah tumpul ke atas," ujarnya dengan nada penuh harap. Pernyataan Jumantoro ini mengisyaratkan adanya keraguan publik sebelumnya terhadap kinerja Kejaksaan Negeri Jember, khususnya dalam menindak kasus korupsi yang melibatkan figur-figur penting di pemerintahan daerah. Keberanian Kejaksaan dalam menetapkan Wakil Ketua DPRD Jember sebagai tersangka dianggap sebagai angin segar yang mengembalikan kepercayaan masyarakat bahwa hukum berlaku untuk semua, tanpa pandang bulu. Simbolisme "nomor urut dua" juga bisa diinterpretasikan sebagai pesan tersirat dukungan terhadap agenda pemberantasan korupsi yang digaungkan oleh kandidat atau partai tertentu pada pemilihan presiden sebelumnya, yang kini diharapkan dapat diimplementasikan secara nyata.
Penetapan tersangka ini menjadi momen penting yang menunjukkan bahwa lembaga penegak hukum di daerah memiliki kapasitas dan kemauan untuk menindaklanjuti laporan atau temuan korupsi, bahkan ketika melibatkan pejabat tinggi. Masyarakat, khususnya para petani yang diwakili oleh FKPJ, merasa bahwa langkah Kejaksaan ini adalah bukti konkret dari keadilan yang selama ini mereka dambakan. Mereka percaya bahwa kasus ini akan menjadi preseden penting bagi pemberantasan korupsi di Jember, dan bahkan di seluruh Indonesia, bahwa tidak ada lagi tempat bagi oknum-oknum yang menyalahgunakan kekuasaan untuk memperkaya diri.
Lebih lanjut, Jumantoro berharap agar langkah cepat dan tegas yang diambil oleh Kejaksaan Negeri Jember ini dapat ditiru oleh institusi aparat penegak hukum lainnya, seperti Kepolisian dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia secara spesifik menyoroti kasus-kasus besar yang mandek, seperti dugaan korupsi dana bantuan sosial (bansos) di DPRD Jawa Timur yang sudah lama bergulir namun belum menunjukkan titik terang penyelesaian. "Kita berharap kasus-kasus lain seperti kasus dana bantuan sosial DPRD Jawa Timur yang sudah lama itu juga harus diusut tuntas oleh KPK, sebagai bukti nyata, bahwa mereka tidak sekadar omon-omon doang, hanya memberikan angin segar tapi tidak tuntas," tegasnya. Kritik tajam ini mencerminkan frustrasi publik terhadap lambatnya penanganan kasus-kasus korupsi besar yang melibatkan pejabat tinggi, yang seringkali hanya berhenti pada tahap penyelidikan atau penyelidikan awal tanpa ada penetapan tersangka yang jelas. Harapan Jumantoro adalah agar lembaga-lembaga ini dapat menunjukkan "bukti nyata" dari komitmen mereka, bukan hanya retorika kosong yang tidak berujung pada tindakan hukum yang konkret.
Jumantoro juga menghubungkan kasus ini dengan visi kepemimpinan nasional. "Harapan kami semua kasus korupsi diusut tuntas ke akar-akarnya. Tidak hanya oleh kejaksaan, tapi oleh KPK dan kepolisian sebagai wujud nyata implementasi salah satu Asta Cita Presiden Prabowo tentang pemberantasan korupsi," katanya. Pernyataan ini menunjukkan bahwa masyarakat memiliki ekspektasi tinggi terhadap pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, khususnya terkait janji-janji mereka dalam memberantas korupsi. Kasus di Jember ini, yang terjadi sekitar satu tahun setelah masa kepemimpinan mereka dimulai, dianggap sebagai momentum yang tepat untuk membuktikan bahwa janji-janji tersebut dapat diwujudkan dalam tindakan nyata di lapangan. FKPJ dan masyarakat Jember berharap bahwa penindakan ini bukan hanya insidentil, melainkan bagian dari gerakan yang lebih besar dan sistematis untuk membersihkan birokrasi dari praktik-praktik korupsi.
Kejaksaan Negeri Jember sendiri telah menetapkan lima tersangka dalam dugaan korupsi dana konsumsi sosialisasi peraturan daerah (sosperda) tersebut. Dua di antaranya adalah Dedy Dwi Setiawan, Wakil Ketua DPRD Jember, dan mantan istrinya, Yuanita Qomariyah. Penetapan ini dilakukan pada Senin malam, 20 Oktober 2025, setelah melalui serangkaian penyelidikan dan pengumpulan bukti yang intensif. Dedy Dwi Setiawan, sebagai seorang pejabat publik dengan posisi strategis, tentu saja menjadi sorotan utama. Keterlibatannya dalam kasus korupsi ini mengguncang kepercayaan publik terhadap lembaga legislatif daerah. Sementara itu, keterlibatan mantan istrinya, Yuanita Qomariyah, mengindikasikan adanya dugaan kolusi atau keterlibatan pihak keluarga dalam praktik rasuah ini. Modus operandi dalam kasus sosperda ini diduga melibatkan penggelembungan dana (mark-up), pembuatan laporan fiktif, atau penyalahgunaan anggaran yang seharusnya digunakan untuk konsumsi peserta sosialisasi. Sosialisasi peraturan daerah sendiri merupakan kegiatan penting untuk memastikan masyarakat memahami regulasi yang berlaku, namun seringkali celah dalam pengelolaannya dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi.
Selain Dedy dan Yuanita, Kejaksaan juga menetapkan dua aparatur sipil negara (ASN) berinisial A dan RAR, serta seorang rekanan penyedia konsumsi berinisial SR. Keterlibatan ASN menunjukkan bahwa praktik korupsi ini mungkin melibatkan koordinasi antara pejabat legislatif dan eksekutif atau staf terkait, yang memiliki akses dan wewenang dalam pengelolaan anggaran. Sementara itu, penetapan rekanan penyedia konsumsi sebagai tersangka mengindikasikan adanya dugaan kongkalikong antara pihak pemerintah dan swasta untuk meraup keuntungan ilegal. Skema korupsi dalam pengadaan konsumsi umumnya melibatkan penetapan harga yang tidak wajar, kualitas barang yang tidak sesuai, atau bahkan pengadaan fiktif yang hanya ada di atas kertas. Kejaksaan kemungkinan besar telah mengumpulkan bukti-bukti kuat berupa dokumen keuangan, kesaksian, dan bukti transaksi yang mendukung penetapan kelima tersangka ini.
Kepala Kejaksaan Negeri Jember, Ichwan Effendi, dalam keterangannya menjelaskan latar belakang penetapan tersangka ini. "Menurut hitungan saya, ini sudah masuk satu tahun masa kepemimpinan Bapak Prabowo dan Gibran. Nah, untuk itu kami akan memberikan kado dari tim kerja kami dalam menangani kasus sosperda," kata Ichwan Effendi. Pernyataan ini tidak hanya menunjukkan keseriusan Kejaksaan dalam menindak korupsi, tetapi juga mengaitkan keberhasilan ini dengan momentum politik nasional. "Kado" yang dimaksud Ichwan Effendi adalah hasil kerja keras timnya dalam mengungkap kasus ini, yang dapat menjadi bukti nyata komitmen lembaga penegak hukum di bawah pemerintahan yang baru. Ini juga bisa diartikan sebagai upaya Kejaksaan untuk menunjukkan responsifnya terhadap agenda pemberantasan korupsi yang menjadi salah satu prioritas nasional. Dengan waktu satu tahun kepemimpinan, masyarakat dan pemerintah pusat tentu mengharapkan adanya gebrakan nyata dalam upaya bersih-bersih dari praktik korupsi, dan Kejaksaan Negeri Jember telah menunjukkan langkah konkret.
Kasus ini memiliki implikasi yang luas bagi Jember. Secara politik, penetapan Wakil Ketua DPRD sebagai tersangka akan menciptakan gejolak di tubuh legislatif daerah. Kemungkinan besar akan ada desakan untuk mundur dari jabatannya, atau bahkan proses pemberhentian sementara hingga kasusnya inkrah. Hal ini juga bisa mempengaruhi peta politik di Jember menjelang pemilihan umum berikutnya, karena citra lembaga DPRD secara keseluruhan akan tercoreng. Dari sisi hukum, proses selanjutnya akan melibatkan penyidikan lebih lanjut, pemberkasan, hingga penyerahan berkas ke pengadilan untuk proses peradilan. Masyarakat akan mengawal ketat jalannya persidangan, berharap agar para pelaku korupsi dihukum seberat-beratnya sesuai dengan perbuatan mereka.
Di sisi lain, kasus ini juga menjadi peringatan keras bagi pejabat publik lainnya di Jember dan daerah lain bahwa praktik korupsi tidak akan lagi ditoleransi. Transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan anggaran negara akan semakin dituntut oleh masyarakat. Keberanian Kejaksaan Negeri Jember dalam mengungkap kasus ini diharapkan dapat mendorong institusi penegak hukum lainnya untuk lebih proaktif dalam memberantas korupsi, tidak hanya menunggu laporan, tetapi juga melakukan penyelidikan inisiatif. Dengan demikian, kepercayaan publik terhadap lembaga negara dapat pulih, dan cita-cita mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa dapat tercapai. Kasus korupsi dana sosialisasi peraturan daerah di Jember ini, dengan segala dinamika dan simbolismenya, menjadi sebuah narasi penting dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
rakyatindependen.id