Memasuki tahun ke-13, pagelaran kolosal Gandrung Sewu kembali hadir memukau, mengukuhkan posisinya sebagai salah satu ikon budaya dan pariwisata terkemuka di Indonesia. Ribuan pasang mata terpaku, terhipnotis oleh simfoni gerak dan warna yang disuguhkan oleh 1.400 penari, dengan gemulai tema “Selendang Sang Gandrung”. Pantai Marina Boom, yang biasanya menjadi saksi bisu deru ombak, pada Sabtu, 25 Oktober 2025, bertransformasi menjadi panggung raksasa di mana tradisi berpadu dengan modernitas, menciptakan tarian kolosal yang anggun, harmonis, dan penuh makna, berhasil menghipnotis penonton dari berbagai penjuru dunia.
Gandrung Sewu bukan sekadar pertunjukan tari; ia adalah narasi hidup, sebuah perjalanan spiritual dan budaya yang dipentaskan di atas pasir pantai Banyuwangi yang legendaris. Sejak pertama kali digagas, festival ini telah tumbuh menjadi magnet budaya yang tak hanya melestarikan seni tari Gandrung, tetapi juga memperkenalkannya ke kancah internasional. Tema "Selendang Sang Gandrung" tahun ini membawa penonton pada perenungan mendalam tentang filosofi selendang, sebuah elemen krusial dalam busana tari Gandrung. Selendang, yang dalam setiap ayunannya seolah bernyawa, melambangkan perjalanan hidup yang penuh kolaborasi, saling menggerakkan, dan pada akhirnya menciptakan sebuah harmoni yang indah dan abadi. Setiap gerakan, setiap lilitan, dan setiap kibasan selendang mengandung pesan bahwa kehidupan adalah tarian yang memerlukan sinergi dan kebersamaan, sebuah filosofi yang dipegang teguh oleh masyarakat Banyuwangi.
Pertunjukan ini dibuka dengan aksi teatrikal yang sangat menyentuh, mengisahkan perjuangan dan pengorbanan seorang calon penari Gandrung. Dengan sentuhan dramatis dan iringan musik tradisional yang mendayu-dayu, narasi ini membawa penonton memahami betapa sakral dan mendalamnya proses untuk menjadi seorang Gandrung. Dari latihan keras, penempaan mental, hingga penguasaan gerak yang sempurna, setiap tahap perjalanan diungkapkan dengan visual yang kuat. Aksi teatrikal ini berhasil menambah kesan sakral dan magis dalam pementasan tersebut, membuat setiap penonton merasakan getaran emosional yang mendalam, seolah ikut merasakan perjuangan para penari.
Salah satu penonton yang terlihat sangat terkesan adalah Tara, seorang wisatawan asal Inggris. Dengan mata berbinar, ia mengungkapkan kekagumannya. "Ini pertunjukan yang luar biasa, penarinya sangat banyak dan menari dengan kompak serta indah. Saya belum pernah melihat hal seperti ini sebelumnya. Kebudayaan Indonesia sungguh kaya dan menawan," ujarnya, menggambarkan betapa universalnya daya tarik seni dan budaya Banyuwangi. Kehadiran wisatawan mancanegara seperti Tara menjadi bukti nyata bahwa Gandrung Sewu telah berhasil menembus batas-batas geografis dan bahasa, membawa pesona budaya lokal ke panggung dunia.
Gandrung Sewu 2025 tidak hanya menarik perhatian publik, tetapi juga para pejabat tinggi negara dan tokoh penting. Event kali ini dihadiri oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Rini Widianti, Asdep Pemasaran Pariwisata Nusantara Erwita Dianti, Pimpinan Pemeriksa Keuangan VII BPK RI Slamet Edy Purnomo, Kepala BKSDN Yusharto Hontoyungo, Kapolda Jatim Irjen Pol Nanang Avianto, serta Bupati Bondowoso Abdul Hamid Wahid. Hadir pula perwakilan dari sejumlah kementerian dan lembaga penting seperti LKPP, Kemendes, Kementerian PUPR, Kementan, Kemendikbudristek, Kemenkop, dan Kemendagri. Kehadiran para petinggi ini menunjukkan pengakuan dan dukungan pemerintah pusat terhadap upaya Banyuwangi dalam melestarikan budaya dan memajukan pariwisata. Ini juga menegaskan bahwa Gandrung Sewu bukan hanya acara lokal, melainkan aset nasional yang patut dibanggakan.
Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani, dalam sambutannya dengan penuh semangat menyampaikan bahwa Gandrung Sewu bukan sekadar festival tahunan. "Gandrung Sewu adalah sebuah pesan, sebuah ajakan untuk merayakan keindahan yang lahir dari kolaborasi dan kebersamaan. Ini adalah cerminan dari jiwa gotong royong masyarakat Banyuwangi yang selalu berupaya menciptakan harmoni dalam setiap aspek kehidupan," ujar Ipuk. Ia melanjutkan, "Tahun ini, Festival Gandrung Sewu mengusung tema Selendang Sang Gandrung. Selendang bukan sekadar kain yang melengkapi busana penari. Dalam setiap ayunannya tersimpan filosofi bahwa hidup adalah tarian kolaborasi yang saling menggerakkan, saling mengisi, hingga tercipta harmoni yang indah. Ini adalah simbol persatuan, kekuatan, dan kelembutan yang menyatu dalam setiap gerakan." Pernyataan Bupati Ipuk ini semakin mempertegas kedalaman makna di balik setiap gerakan tari yang disuguhkan, menjadikannya lebih dari sekadar tontonan visual.
Partisipasi dalam Gandrung Sewu 2025 sungguh luar biasa, melibatkan 1.400 penari dari berbagai latar belakang. Dari jumlah tersebut, 1.200 penari berasal dari berbagai pelosok Banyuwangi, menunjukkan betapa kuatnya akar budaya ini di tanah kelahirannya. Yang menarik, para kepala desa pun turut serta dalam barisan penari, tampil sebagai Paju Gandrung, menambah nuansa kebersamaan dan meruntuhkan sekat-sekat sosial. Keikutsertaan mereka menjadi simbol bahwa seni dan budaya adalah milik bersama, tak mengenal status dan jabatan. Selain itu, 200 penari diaspora juga turut memeriahkan, datang dari berbagai daerah di Indonesia seperti Pasuruan, Sidoarjo, Surabaya, Probolinggo, Situbondo, Malang, Jakarta, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, hingga pelosok Papua. Bahkan, ada penari yang datang jauh-jauh dari Amerika Serikat, membuktikan daya tarik global Gandrung Sewu dan ikatan batin yang kuat dengan tanah leluhur.
Keberagaman usia penari juga menjadi salah satu daya tarik utama. Penari Gandrung terdiri dari berbagai generasi, mulai dari anak-anak usia 4 tahun yang menggemaskan hingga mahasiswa yang telah mendalami seni tari. Mereka semua mengenakan busana khas Gandrung dengan selendang merah menyala, menciptakan lautan warna yang memukau di bawah langit senja Pantai Marina Boom. Dengan presisi yang menakjubkan, mereka menampilkan berbagai formasi tari yang kompleks dan indah, termasuk formasi spektakuler yang membentuk tulisan "Gandrung Sewu 2025", sebuah karya seni hidup yang membutuhkan koordinasi dan disiplin tinggi.
Salah satu momen yang paling mencuri perhatian dan mengundang decak kagum adalah penampilan para gandrung cilik. Anak-anak usia 4 tahun ini tidak hanya menguasai gerakan tari Gandrung dasar, tetapi juga memadukannya dengan gerakan "velocity" yang tengah tren di media sosial. Kombinasi unik antara tradisi dan modernitas ini berhasil membuat penonton terhibur dan terpukau. Mereka dengan cepat dijuluki sebagai "Gandrung Velocity", sebuah julukan yang mencerminkan semangat inovasi dan adaptasi dalam melestarikan budaya. Fenomena ini menunjukkan bahwa warisan budaya dapat tetap relevan dan menarik bagi generasi muda, bahkan dengan sentuhan kontemporer yang kreatif.
Bupati Ipuk Fiestiandani kembali menekankan pentingnya sinergi dan kolaborasi ini. "Ini adalah bukti semangat sinergi dan kolaborasi yang luar biasa, tidak hanya dalam menjaga warisan budaya, tetapi juga dalam mengembangkannya dengan cara-cara kontemporer yang menarik. Kami berterima kasih kepada semua pihak, dari penari termuda hingga tertua, dari panitia hingga seluruh masyarakat Banyuwangi, serta para tamu undangan yang telah berpartisipasi dan memberikan dukungan penuh. Keberhasilan acara ini adalah milik kita bersama," tutur Ipuk, menggarisbawahi semangat kebersamaan yang menjadi pondasi utama Gandrung Sewu.
Di balik gemerlap panggung dan sorak sorai penonton, ada kisah perjuangan dan dedikasi yang tak terhingga dari para penari. Salah satunya adalah Diaz, seorang mahasiswi semester pertama dari Institut Seni Indonesia (ISI) Banyuwangi. Ia mengaku merasakan haru dan bahagia yang luar biasa setelah pertunjukan berakhir. "Alhamdulillah, pertunjukan berjalan lancar dan sukses. Kami sangat terharu karena kerja keras dan kebersamaan selama tiga bulan latihan terbayar lunas oleh sambutan meriah penonton dan apresiasi yang kami dapatkan," ungkapnya dengan mata berkaca-kaca. Perasaan lega dan bangga terpancar jelas dari wajahnya, mewakili ribuan penari lainnya yang telah mencurahkan waktu, tenaga, dan semangat mereka untuk kesuksesan Gandrung Sewu 2025.
Gandrung Sewu 2025 tidak hanya sekadar pertunjukan tari, tetapi juga sebuah perayaan identitas, sebuah manifestasi dari semangat Banyuwangi yang terus berinovasi tanpa melupakan akarnya. Ia adalah cerminan dari masyarakat yang bangga akan budayanya, dan berani membawanya ke tingkat yang lebih tinggi. Dengan perpaduan antara tradisi yang mendalam, sentuhan modern yang segar, dan semangat kolaborasi yang kuat, Gandrung Sewu terus menjadi mercusuar budaya yang tak hanya memukau, tetapi juga menginspirasi. Setiap tahun, ia menjanjikan pengalaman yang lebih kaya, lebih memukau, dan lebih bermakna, mengukir kisah keindahan yang tak terlupakan di hati setiap yang menyaksikannya.
(rakyatindependen.id)
