Bojonegoro Mengukir Inovasi: Mengubah Sampah Program Makanan Bergizi Gratis Menjadi Peluang Ekonomi dan Lingkungan Berkelanjutan

Guna mengantisipasi potensi lonjakan timbunan sampah yang tak terhindarkan seiring meluasnya implementasi program Makanan Bergizi Gratis (MBG) di seluruh wilayah Bojonegoro, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bojonegoro telah mengambil langkah strategis yang visioner. Pendekatan ini tidak semata-mata berfokus pada aspek pengelolaan kebersihan konvensional, melainkan juga secara proaktif menyasar potensi nilai ekonomi yang terkandung dalam setiap jenis sampah yang dihasilkan, mengubahnya dari beban menjadi aset berharga.

Program Makanan Bergizi Gratis sendiri merupakan inisiatif mulia yang dirancang untuk mengatasi masalah gizi dan meningkatkan kesehatan masyarakat, terutama kelompok rentan. Namun, kesuksesan dan ekspansi program ini secara inheren membawa tantangan baru: peningkatan signifikan volume sampah. Mulai dari sisa bahan makanan mentah, limbah proses pengolahan, hingga kemasan makanan, semuanya berpotensi menambah beban lingkungan jika tidak dikelola dengan baik. Kepala DLH Bojonegoro, Luluk Alifah, menyuarakan keprihatinan mendalam mengenai situasi ini. "Kami khawatirkan, jika semakin banyak dapur MBG yang beroperasi tanpa pengelolaan sampah yang baik, justru akan menimbulkan masalah lingkungan yang lebih besar yang dapat mengancam keberlanjutan program itu sendiri dan kualitas hidup masyarakat Bojonegoro," ujarnya, menegaskan urgensi dan pentingnya langkah pencegahan yang komprehensif ini. Kekhawatiran ini beralasan, mengingat lonjakan sampah dapat membebani kapasitas Tempat Pemrosesan Akhir (TPA), memicu pencemaran tanah dan air, serta berpotensi menimbulkan masalah kesehatan masyarakat jika penanganannya tidak memadai.

Sebagai tulang punggung utama dari aksi mitigasi dan transformasi ini, DLH Bojonegoro tidak bekerja sendiri. Mereka secara aktif dan intensif menggandeng para mitra Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang merupakan ujung tombak pelaksanaan program MBG di lapangan. Kolaborasi strategis ini akan diwujudkan melalui serangkaian pelatihan dan sosialisasi yang dirancang secara intensif dan berkelanjutan. Pendekatan ini dinilai sangat mendesak dan krusial, mengingat hingga saat ini belum ada panduan tertulis yang khusus dan terperinci yang mengatur tata kelola sampah sisa program MBG secara terpadu dan standar. Ketiadaan panduan ini dapat menyebabkan praktik pengelolaan sampah yang bervariasi, tidak efisien, dan berpotensi menimbulkan masalah lingkungan di kemudian hari.

Pelatihan yang akan diberikan kepada para mitra SPPG tidak hanya bersifat teoritis, tetapi juga praktis dan aplikatif. Materi pelatihan akan mencakup identifikasi jenis sampah, teknik pemilahan yang tepat, manfaat dari pemilahan sampah, serta cara mengolah sampah organik menjadi produk bernilai. "Melalui pelatihan, kami harap mitra SPPG dapat meminimalisir timbunan sampah dari sumbernya, yaitu langsung dari dapur-dapur MBG. Kuncinya adalah pemilahan yang tepat antara sampah organik dan non-organik," jelas Luluk, Minggu (5/10/2025), menekankan bahwa pemilahan adalah langkah fundamental yang akan menentukan efektivitas seluruh rantai pengelolaan sampah selanjutnya. Pemilahan di sumber akan memudahkan proses pengolahan lebih lanjut, baik untuk daur ulang maupun pengomposan, serta mengurangi volume sampah yang berakhir di TPA. Ini adalah langkah awal yang krusial dalam mewujudkan ekonomi sirkular.

Lebih jauh, Luluk memaparkan bahwa skema pengelolaan sampah ini dirancang secara holistik untuk memiliki dampak ganda yang signifikan. Dampak pertama adalah bagi kelestarian lingkungan, dan dampak kedua adalah bagi penguatan perekonomian lokal. Sampah organik, yang mencakup sisa-sisa bahan makanan seperti kulit buah, sisa sayuran, ampas kopi, atau sisa nasi, tidak akan lagi dianggap sebagai limbah tak berguna. Sebaliknya, sampah-sampah ini akan diolah melalui proses pengomposan menjadi pupuk kompos berkualitas tinggi yang memiliki nilai jual. Pupuk kompos ini sangat bermanfaat untuk menyuburkan tanah, mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia, dan mendukung pertanian berkelanjutan di Bojonegoro. Proses pengomposan ini juga dapat dilakukan secara sederhana di tingkat komunitas atau bahkan rumah tangga, memberdayakan masyarakat untuk berkontribusi langsung pada pengelolaan lingkungan.

Sementara itu, sampah non-organik yang telah terpilah dengan baik, seperti botol plastik, kemasan kardus, kaleng aluminium, atau kertas, akan lebih mudah untuk didaur ulang. Pemilahan yang presisi di tingkat sumber memastikan bahwa material daur ulang tidak terkontaminasi oleh sampah organik, sehingga nilai jualnya tetap tinggi dan proses daur ulang menjadi lebih efisien. Material-material ini dapat disalurkan ke bank sampah, pengepul, atau industri daur ulang, menciptakan aliran pendapatan baru bagi komunitas dan mengurangi kebutuhan akan bahan baku baru. Ini adalah langkah konkret menuju ekonomi sirkular, di mana limbah dipandang sebagai sumber daya yang dapat terus dimanfaatkan.

Dari sisi pendapatan daerah, sinergi yang baik dalam pengelolaan sampah ini berpotensi memberikan kontribusi yang signifikan bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Bojonegoro. Peningkatan PAD ini akan bersumber dari pembayaran retribusi sampah yang akan disesuaikan secara proporsional dengan jenis dan volume sampah yang dihasilkan oleh masing-masing dapur MBG. Sistem retribusi ini tidak hanya berfungsi sebagai sumber pendapatan, tetapi juga sebagai insentif bagi para pengelola dapur MBG untuk melakukan pemilahan sampah yang lebih baik, karena volume sampah yang terpilah dan dapat didaur ulang atau dikomposkan akan mengurangi volume sampah yang harus dibuang ke TPA, yang pada gilirannya dapat menurunkan biaya retribusi mereka. Dengan demikian, tercipta siklus positif di mana upaya pengelolaan sampah yang lebih baik secara langsung berkorelasi dengan keuntungan finansial, baik bagi pengelola MBG maupun bagi pemerintah daerah. Dana PAD yang terkumpul dari retribusi sampah ini dapat dialokasikan kembali untuk membiayai program-program pengelolaan lingkungan lainnya, seperti pengadaan fasilitas bank sampah, pengembangan teknologi pengolahan limbah, atau program edukasi lingkungan yang lebih luas.

Visi jangka panjang DLH Bojonegoro sangat jelas: mengubah paradigma masyarakat tentang sampah. "Dengan demikian, sampah yang awalnya menjadi beban, kami transformasi menjadi sumber daya yang memiliki nilai tambah. Maka, sosialisasi dan implementasi program pengelolaan sampah terpadu ini akan kami genjot segera dan terus-menerus," pungkas Luluk. Pernyataan ini menunjukkan komitmen kuat DLH Bojonegoro untuk tidak menunda-nunda pelaksanaan program ini. Keberhasilan inisiatif ini tidak hanya akan menjadikan Bojonegoro sebagai pelopor dalam pengelolaan sampah program MBG, tetapi juga dapat menjadi model percontohan bagi daerah lain di Indonesia yang menghadapi tantangan serupa. Ini adalah langkah proaktif menuju Bojonegoro yang lebih bersih, sehat, mandiri secara ekonomi, dan berkelanjutan bagi generasi mendatang. Melalui pendekatan holistik yang mengintegrasikan edukasi, kolaborasi, dan inovasi teknologi sederhana, DLH Bojonegoro membuktikan bahwa tantangan lingkungan dapat diubah menjadi peluang pembangunan yang berkelanjutan.

Baca berita lainnya di Google News atau langsung di halaman Indeks Berita rakyatindependen.id

Exit mobile version