Negara Hadir di Makam Marsinah: Wamensos Agus Jabo Kawal Pengusulan Pahlawan Nasional, Wujud Komitmen Keadilan Sejarah

Nganjuk – Dalam sebuah langkah yang menandai babak baru pengakuan negara terhadap perjuangan buruh dan penegakan hak asasi manusia, Wakil Menteri Sosial (Wamensos) Agus Jabo Priyono pada Jumat, 10 Oktober 2025, melakukan ziarah ke makam aktivis buruh legendaris, Marsinah, di Desa Nglundo, Kecamatan Sukomoro, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur. Kunjungan yang khidmat ini bukan sekadar penghormatan, melainkan bagian integral dari upaya serius Kementerian Sosial (Kemensos) untuk menindaklanjuti aspirasi masyarakat agar Marsinah dianugerahi gelar Pahlawan Nasional. Langkah ini mendapat restu langsung dari Presiden Prabowo Subianto, yang telah memerintahkan Kemensos untuk segera memproses pengusulan gelar kehormatan tersebut.

Ziarah ini berlangsung setelah Wamensos Agus Jabo menghadiri seminar bertajuk "Marsinah: Perjuangan, Kemanusiaan, dan Pengakuan Negara" di Front One Ratu Hotel, Nganjuk. Seminar tersebut, yang merupakan kolaborasi antara Kemensos dan Pemerintah Kabupaten Nganjuk, juga berfungsi sebagai uji publik, sebuah tahapan krusial dalam proses pengusulan gelar Pahlawan Nasional. Kehadiran Wamensos, didampingi oleh Wakil Bupati Nganjuk Trihandy Cahyo Saputro, di makam Marsinah menggarisbawahi komitmen pemerintah pusat dan daerah dalam mengusung perjuangan almarhumah ke jenjang pengakuan tertinggi.

Agus Jabo mengungkapkan bahwa dukungan dari Presiden Prabowo Subianto adalah dorongan moral yang sangat kuat. "Presiden sudah menyetujui dan memerintahkan Kemensos untuk segera memproses pengusulan gelar Pahlawan Nasional bagi Mbak Marsinah. Beliau memiliki jasa besar dalam memperjuangkan hak-hak buruh dan membuka ruang demokrasi di Indonesia," ujar Agus Jabo pada Sabtu, 11 Oktober 2025, sehari setelah ziarah. Pernyataan ini menegaskan bahwa pengakuan terhadap Marsinah bukan sekadar simbolis, melainkan cerminan dari penghargaan negara terhadap nilai-nilai perjuangan, keadilan, dan kemanusiaan yang telah ditanamkan oleh Marsinah dengan nyawanya.

Wamensos menilai perjuangan Marsinah sebagai tonggak penting yang tak terbantahkan dalam sejarah pergerakan buruh di Indonesia. Pada masa-masa sulit Orde Baru, ketika kebebasan berorganisasi dan berekspresi sangat dibatasi, Marsinah hadir sebagai suara yang berani menuntut hak-hak dasar para pekerja. "Dengan hadirnya Mbak Marsinah, kaum buruh bisa berorganisasi dan mengekspresikan pendapat secara bebas. Ini merupakan warisan perjuangan yang harus kita hormati dan teladani oleh generasi sekarang," tambahnya, merujuk pada dampak jangka panjang dari keberanian Marsinah yang membuka celah bagi gerakan demokrasi dan hak asasi manusia di tanah air.

Marsinah, yang lahir di Nganjuk pada 10 April 1969, adalah sosok yang tak terpisahkan dari sejarah perjuangan buruh Indonesia. Ia adalah buruh di PT Catur Putra Surya (CPS), sebuah pabrik arloji di Porong, Sidoarjo. Di tengah lingkungan kerja yang eksploitatif dan iklim politik yang represif pada era Orde Baru, Marsinah menunjukkan keberanian luar biasa. Ia aktif di Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) dan dikenal vokal dalam menyuarakan tuntutan kenaikan upah, perbaikan kondisi kerja, serta kebebasan berserikat. Pada Mei 1993, Marsinah memimpin aksi mogok kerja untuk menuntut kenaikan upah sebesar Rp 200 per hari, tunjangan makan, dan cuti haid bagi buruh perempuan. Tuntutan ini, meski terkesan kecil di era sekarang, merupakan bentuk perlawanan besar terhadap sistem yang menindas.

Tragedi menimpa Marsinah setelah ia menghilang pada 5 Mei 1993. Tiga hari kemudian, pada 8 Mei 1993, jasadnya ditemukan di hutan wilayah Kecamatan Wilangan, Nganjuk, dalam kondisi mengenaskan dengan tanda-tanda penyiksaan berat. Kematiannya yang misterius dan brutal mengguncang sendi-sendi keadilan di Indonesia dan memicu kecaman luas dari dalam maupun luar negeri. Kasus Marsinah menjadi simbol perlawanan terhadap otoritarianisme negara dan impunitas, serta menjadi salah satu kasus pelanggaran hak asasi manusia yang paling ikonik di Indonesia. Hingga kini, keadilan penuh atas kematiannya belum sepenuhnya tercapai, menyisakan luka mendalam bagi keluarga dan seluruh pejuang hak asasi manusia.

Proses pengusulan Marsinah sebagai Pahlawan Nasional telah dimulai dari tingkat daerah. Agus menjelaskan, "Setelah Pak Presiden menyampaikan hal tersebut dalam peringatan May Day di Monas, Kemensos langsung berkoordinasi dengan Pemkab Nganjuk dan tokoh-tokoh masyarakat setempat untuk mempersiapkan seluruh syarat administratif pengusulan. Karena ujungnya nanti keputusan ada di tangan Presiden." Ini menunjukkan bahwa dukungan presiden bukan sekadar wacana, melainkan telah diterjemahkan menjadi tindakan konkret di lapangan.

Wamensos menambahkan bahwa tahapan pengusulan gelar pahlawan harus melalui proses panjang dan berlapis, dimulai dari tingkat kabupaten, provinsi, hingga ke Kementerian Sosial. "Prosesnya harus dimulai dari bawah, dari kabupaten dan provinsi, lalu baru diusulkan ke Kemensos untuk dibawa ke Dewan Gelar di Istana," sambungnya. Proses ini dirancang untuk memastikan bahwa setiap calon Pahlawan Nasional memenuhi kriteria ketat yang ditetapkan oleh undang-undang, termasuk memiliki jasa besar bagi bangsa dan negara, tidak pernah berkhianat, dan gugur atau meninggal dunia demi kepentingan bangsa dan negara, serta nilai-nilai kepahlawanan yang dapat menginspirasi generasi.

Lebih lanjut, Agus menyebut Kemensos akan membentuk Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) yang terdiri dari akademisi, sejarawan, dan pakar di bidangnya. Tim ini akan melakukan asesmen mendalam terhadap seluruh data dan bukti terkait pengusulan Marsinah. TP2GP akan menganalisis rekam jejak perjuangan Marsinah, dampak historisnya, serta integritas moral dan sumbangsihnya yang luar biasa. "Kemensos siap mengawal sesuai dengan perintah Presiden sampai Mbak Marsinah benar-benar ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional," tegasnya, menunjukkan keseriusan penuh pemerintah dalam mewujudkan pengakuan ini.

Dalam kesempatan itu, Agus Jabo juga mengungkapkan kekagumannya secara pribadi terhadap sosok Marsinah. "Saya secara pribadi sejak mahasiswa sudah mengidolakan Mbak Marsinah. Beliau seorang buruh yang berani memperjuangkan hak-hak kesejahteraan di tengah situasi politik yang sangat ketat saat itu," ungkapnya dengan nada penuh hormat. Pengakuan dari seorang Wamensos, yang mungkin juga pernah merasakan gejolak pergerakan di masa mudanya, menambah bobot personal pada pengusulan ini.

"Dulu berkumpul saja tidak bisa, tapi Mbak Marsinah tetap bangkit dan menuntut hak-hak buruh. Beliau gugur sebagai martir perjuangan rakyat Indonesia dalam menegakkan demokrasi dan keadilan," lanjut Agus, menggambarkan betapa sulitnya kondisi pada era Orde Baru dan betapa luar biasanya keberanian Marsinah. Marsinah bukan hanya seorang aktivis buruh; ia adalah simbol perlawanan terhadap ketidakadilan, sebuah obor yang terus menyala di tengah kegelapan penindasan, dan martir yang mengorbankan segalanya demi idealisme keadilan sosial.

Pengusulan gelar Pahlawan Nasional bagi Marsinah, lebih dari tiga dekade setelah kematiannya, merupakan langkah penting dalam upaya rekonsiliasi sejarah dan penegakan keadilan. Ini adalah pengakuan negara atas penderitaan dan pengorbanan yang dialami oleh para pejuang hak asasi manusia dan buruh di masa lalu. Penetapan Marsinah sebagai Pahlawan Nasional akan menjadi pesan kuat bahwa negara tidak akan melupakan sejarah kelamnya dan berkomitmen untuk menghormati mereka yang berjuang demi keadilan dan kemanusiaan. Pengakuan ini diharapkan tidak hanya menjadi sebuah gelar, tetapi juga inspirasi bagi generasi muda untuk terus menyuarakan kebenaran dan memperjuangkan hak-hak yang adil bagi seluruh rakyat Indonesia.

(tok/ted – rakyatindependen.id)

Exit mobile version