Polda Jatim Tegaskan Polsek Kangean Aman, Bantah Isu Pembakaran di Tengah Gelombang Protes Penolakan Survei Seismik

Surabaya, rakyatindependen.id – Kabar simpang siur mengenai insiden pembakaran Markas Kepolisian Sektor (Polsek) Kangean oleh massa yang beredar luas di berbagai platform media sosial dan pesan instan, secara tegas dibantah oleh Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur. Klarifikasi resmi ini disampaikan langsung oleh Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Jatim, Kombes Pol Jules Abraham Abast, guna meluruskan informasi yang berpotensi menimbulkan keresahan di masyarakat. Pernyataan ini menjadi penegas bahwa situasi keamanan di Pulau Kangean, khususnya di sekitar Polsek, tetap terkendali dan tidak terjadi kerusakan signifikan pada fasilitas kepolisian sebagaimana isu yang beredar.

Kombes Pol Jules Abraham Abast menjelaskan bahwa memang benar telah terjadi pergerakan massa dalam jumlah cukup besar di Pulau Kangean, Madura. Aksi massa ini dilatarbelakangi oleh penolakan keras masyarakat setempat terhadap aktivitas survei seismik yang sedang berlangsung di perairan sekitar pulau tersebut. Namun, dia menegaskan bahwa klaim tentang pembakaran Polsek Kangean adalah tidak benar dan merupakan disinformasi.

Pergerakan massa yang terjadi pada malam hari itu dipicu oleh penangkapan salah satu warga lokal yang sebelumnya terlibat dalam insiden pengusiran dan penyerangan terhadap kapal survei seismik. Warga tersebut dilaporkan menggunakan senjata tajam seperti celurit dan parang, serta kembang api, untuk mengintimidasi dan mengusir kapal yang tengah menjalankan operasinya. "Ada masyarakat yang ditangkap karena sebelumnya telah mengusir dan menyerang kapal yang sedang survei seismik dengan menggunakan senjata tajam celurit dan parang serta kembang api," ujar Kabid Humas, memberikan konteks awal mula insiden yang memicu kemarahan massa. Penangkapan ini, yang dianggap sebagai bentuk pembelaan terhadap wilayah laut mereka, sontak memicu reaksi berantai dari masyarakat Kangean yang merasa solidaritas terhadap warga yang ditahan.

Pulau Kangean, yang merupakan bagian dari Kepulauan Kangean di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, dikenal memiliki kekayaan alam laut yang melimpah dan menjadi tulang punggung perekonomian sebagian besar penduduknya yang berprofesi sebagai nelayan. Oleh karena itu, kehadiran kapal survei seismik, yang kerap diidentikkan dengan aktivitas eksplorasi minyak dan gas bumi, seringkali menimbulkan kekhawatiran serius di kalangan masyarakat. Mereka khawatir getaran yang dihasilkan dari survei seismik dapat merusak ekosistem laut, mengusir ikan, dan pada akhirnya mengancam mata pencaharian mereka yang bergantung pada laut. Penolakan terhadap survei semacam ini bukanlah hal baru di berbagai wilayah pesisir Indonesia, di mana masyarakat seringkali merasa tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan dan khawatir akan dampak lingkungan jangka panjang.

Massa yang marah dan menuntut pembebasan warga yang ditangkap, serta penarikan seluruh petugas gabungan TNI-Polri yang dianggap terlibat dalam penangkapan, kemudian bergerak mendatangi Polsek Kangean. Tujuan utama mereka adalah mencari petugas yang melakukan penangkapan dan meminta agar mereka segera meninggalkan Pulau Kangean. Suasana di depan Polsek Kangean sempat memanas, dengan massa yang meluapkan aspirasi dan kemarahan mereka. Namun, berkat kesigapan dan kemampuan persuasif Kapolsek Kangean, situasi berhasil diredam. Kapolsek, dengan tenang, menjelaskan duduk perkara penangkapan warga tersebut dan berupaya menenangkan emosi massa. Pendekatan dialogis yang dilakukan oleh Kapolsek berhasil meredakan ketegangan. "Namun setelah dijelaskan oleh Kapolsek dan ditenangkan, maka masyarakat kemudian meninggalkan Polsek Kangean," lanjut Kombes Pol Jules Abraham Abast, mengindikasikan bahwa Polsek berhasil menghindari kerusakan dan massa bergerak dari lokasi tersebut. Keberhasilan ini menunjukkan pentingnya komunikasi dan negosiasi yang efektif dalam situasi krisis.

Setelah meninggalkan Polsek Kangean, massa tidak langsung membubarkan diri. Mereka kemudian mengalihkan sasaran kemarahan mereka ke sebuah tempat wisata yang diketahui milik salah satu politisi lokal. Politisi ini diduga kuat mendukung atau setidaknya memiliki afiliasi dengan pihak-pihak yang terlibat dalam survei seismik, sehingga menjadikannya target simbolis bagi kemarahan massa. Di lokasi tempat wisata tersebut, massa melampiaskan kekecewaan dan kemarahan mereka dengan melakukan pembakaran pada bagian depan bangunan dan memecahkan kaca. Meskipun insiden ini menyebabkan kerusakan materi, Kabid Humas menegaskan bahwa tidak ada laporan korban jiwa atau luka serius dari pihak mana pun. Pembakaran ini menjadi ekspresi puncak dari akumulasi kekecewaan dan rasa tidak berdaya masyarakat terhadap aktivitas survei yang dianggap merugikan mereka dan pihak-pihak yang diduga mendukungnya.

Menurut informasi terakhir dari Kabid Humas, sekitar pukul 20.20 WIB, massa secara bertahap sudah membubarkan diri dan kembali ke rumah masing-masing. Situasi keamanan di Pulau Kangean pun berangsur kondusif. "Tambahan sekitar jam 20.20 WIB, massa sudah membubarkan diri dan kembali ke rumah masing-masing," tegasnya, menunjukkan bahwa meskipun sempat tegang, situasi akhirnya dapat dikendalikan tanpa eskalasi yang lebih besar. Pembubaran massa secara mandiri ini mengindikasikan bahwa meskipun ada ledakan emosi, masyarakat masih memiliki kesadaran untuk tidak memperpanjang konflik dan kembali ke kediaman masing-masing setelah melampiaskan kekecewaan.

Insiden di Kangean ini menyoroti kompleksitas konflik antara kepentingan ekonomi (eksplorasi sumber daya alam) dan hak-hak masyarakat lokal (perlindungan lingkungan dan mata pencarian tradisional). Penolakan terhadap survei seismik di Kangean bukan hanya tentang satu insiden penangkapan warga, melainkan akumulasi kekhawatiran yang mendalam tentang dampak lingkungan dan sosial. Survei seismik, yang melibatkan pelepasan gelombang suara ke dasar laut untuk memetakan cadangan minyak dan gas, sering dikhawatirkan dapat mengganggu pola migrasi ikan, merusak terumbu karang, dan menyebabkan kebisingan yang mengganggu kehidupan biota laut lainnya. Bagi masyarakat Kangean yang mayoritas nelayan, ancaman terhadap ekosistem laut adalah ancaman langsung terhadap keberlangsungan hidup mereka.

Pemerintah daerah dan pihak perusahaan eksplorasi diharapkan dapat mengambil pelajaran dari insiden ini. Transparansi, dialog yang inklusif, dan upaya mitigasi dampak lingkungan serta sosial yang konkret menjadi kunci untuk mencegah terulangnya konflik serupa di masa mendatang. Keterlibatan aktif masyarakat lokal dalam setiap tahapan proyek, mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan, sangatlah penting untuk membangun kepercayaan dan meminimalkan resistensi. Tanpa komunikasi yang efektif dan solusi yang adil bagi semua pihak, potensi konflik akan terus membayangi setiap proyek pembangunan yang bersinggungan dengan kehidupan masyarakat adat dan lingkungan yang rentan.

Polda Jatim melalui Kabid Humas juga mengimbau seluruh elemen masyarakat untuk tetap tenang dan tidak mudah terprovokasi oleh informasi yang belum terverifikasi kebenarannya. Masyarakat diminta untuk selalu mencari informasi dari sumber resmi dan berwenang guna menghindari penyebaran hoaks atau disinformasi yang dapat memperkeruh suasana. Pihak kepolisian berkomitmen untuk terus menjaga stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat, serta memastikan bahwa setiap persoalan dapat diselesaikan melalui jalur hukum dan dialog yang konstruktif. Kasus penangkapan warga yang menjadi pemicu demonstrasi juga akan diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku, dengan menjunjung tinggi prinsip keadilan dan transparansi. Sementara itu, pihak-pihak yang terlibat dalam perusakan fasilitas umum atau milik pribadi akan dimintai pertanggungjawaban hukum.

Insiden di Kangean ini menjadi pengingat penting bagi semua pihak, mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, perusahaan swasta, hingga masyarakat sipil, tentang pentingnya pendekatan yang holistik dan berkelanjutan dalam pengelolaan sumber daya alam. Pembangunan ekonomi harus sejalan dengan perlindungan lingkungan dan penghormatan terhadap hak-hak masyarakat lokal. Tanpa keseimbangan ini, ketegangan dan konflik akan selalu menjadi bayang-bayang dalam perjalanan pembangunan sebuah bangsa. Kedepannya, diharapkan ada mediasi yang lebih komprehensif untuk mencari solusi jangka panjang terkait penolakan survei seismik di Kangean, yang tidak hanya meredakan ketegangan sesaat, tetapi juga mengatasi akar masalah yang mendalam.

rakyatindependen.id

Exit mobile version