Senin sore, 3 November 2025, menjadi hari yang kelam bagi warga Kecamatan Kalitidu, Bojonegoro. Sekitar pukul 16.54 WIB, cuaca ekstrem berupa hujan deras yang disertai angin kencang menerjang wilayah tersebut dengan intensitas yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam beberapa tahun terakhir. Langit yang semula cerah tiba-tiba berubah menjadi gelap gulita, diiringi suara gemuruh angin yang menakutkan, menandakan datangnya bencana yang akan segera meluluhlantakkan. Badai ini tidak hanya membawa curah hujan yang tinggi, tetapi juga hembusan angin yang begitu dahsyat, mampu merobohkan belasan pohon dan merusak sejumlah rumah warga, meninggalkan jejak kehancuran dan kepanikan di tengah masyarakat. Momen-momen mencekam ini menyisakan trauma mendalam bagi mereka yang menyaksikannya, dengan banyak yang bergegas mencari perlindungan di dalam rumah mereka, berharap badai segera berlalu.
Salah satu lokasi yang paling parah terdampak adalah Jalan Provinsi Bojonegoro-Cepu, khususnya di Desa Mojosari. Arteri vital yang menghubungkan dua wilayah penting ini seketika berubah menjadi medan rintangan. Sebanyak lima pohon jenis slobin, yang dikenal memiliki batang cukup besar dan tinggi, roboh tak berdaya diterpa kekuatan angin yang tak terkira. Pohon-pohon raksasa ini ambruk melintang dan menutup separuh akses jalan, menciptakan kemacetan panjang dan mengancam kelancaran arus lalu lintas yang padat, terutama pada jam pulang kerja. Insiden ini tidak hanya menghambat mobilitas warga lokal, tetapi juga para pengendara dari luar daerah yang menggunakan jalur tersebut sebagai akses utama. Pemandangan dahan dan batang pohon yang berserakan di jalan raya menjadi simbol nyata dari keganasan badai yang baru saja melanda, memutus sementara konektivitas dan aktivitas ekonomi.
Kepala Pelaksana BPBD Bojonegoro, Heru Wicaksi, segera mengonfirmasi insiden ini. Setelah menerima laporan dari warga yang panik sekitar pukul 17.00 WIB, tim reaksi cepat BPBD langsung bergerak. Tanpa menunda waktu, mereka segera menuju lokasi bencana, tiba sekitar pukul 17.17 WIB. Respons cepat ini menjadi kunci dalam menanggulangi dampak awal badai. Tim BPBD, yang dilengkapi dengan peralatan pemotong pohon seperti gergaji mesin dan alat berat, langsung memulai proses evakuasi dan penanganan darurat. Dalam kondisi cuaca yang masih tidak menentu dan penerangan yang mulai minim seiring datangnya malam, para petugas bekerja tanpa henti. Mereka berjuang memotong dan memindahkan batang-batang pohon yang melintang di jalan, berkoordinasi dengan kepolisian dan warga setempat untuk memastikan keamanan selama proses evakuasi.
"Kami segera bergerak cepat untuk membersihkan pohon-pohon yang roboh dan menutupi jalan. Prioritas utama kami adalah memulihkan akses transportasi agar tidak mengganggu aktivitas masyarakat lebih lama," jelas Heru, mengutip dari laporan resmi BPBD yang diterima rakyatindependen.id. Berkat kerja keras dan dedikasi tim gabungan, proses evakuasi berhasil diselesaikan sekitar pukul 18.40 WIB. Ini berarti dalam waktu kurang dari dua jam setelah tiba di lokasi, akses jalan provinsi yang vital itu sudah dapat dilalui kendaraan sepenuhnya. Keberhasilan ini menunjukkan kesigapan dan koordinasi yang baik antara BPBD dan pihak terkait lainnya dalam menghadapi situasi darurat. Namun, Heru juga mengingatkan bahwa pemulihan akses jalan hanyalah langkah awal dari serangkaian penanganan pasca-bencana yang lebih komprehensif.
Dampak angin kencang ini sayangnya tidak hanya berhenti pada kerusakan infrastruktur jalan umum. Kekuatan angin yang luar biasa juga merusak setidaknya sembilan rumah warga di Desa Mojosari. Angin menerjang dengan kecepatan tinggi, mengoyak atap, meruntuhkan dinding, dan bahkan menumbangkan pohon yang menimpa bangunan. Dari sembilan rumah yang terdampak, dua di antaranya mengalami kerusakan yang sangat parah, meninggalkan pemiliknya dalam kondisi shock dan ketidakpastian. Rumah-rumah ini, yang sebagian besar dibangun dengan struktur sederhana, tidak mampu menahan terjangan badai yang begitu kuat, memperlihatkan kerentanan komunitas terhadap fenomena alam ekstrem.
Rumah Bapak Darkun, yang beralamat di RT 07/RW 02, adalah salah satu korban terparah. Laporan menyebutkan bahwa rumahnya mengalami kerusakan berat dengan atap genteng yang ambrol total, menyisakan rangka atap terbuka yang kini tak lagi berfungsi sebagai pelindung. Dinding rumahnya pun ikut ambrol di beberapa bagian, menyebabkan bagian dalam rumah terpapar langsung oleh hujan dan angin. Pecahan genteng berserakan di halaman dan di dalam rumah, puing-puing kayu dan material bangunan lainnya memenuhi setiap sudut, membuat rumah itu praktis tidak layak huni. Keluarga Darkun terpaksa mengungsi ke rumah kerabat terdekat untuk sementara waktu, kehilangan tempat tinggal dan seluruh harta benda mereka yang kini basah dan rusak.
Kondisi serupa menimpa rumah Ibu Samini, yang berada di RT 05/RW 01. Rumahnya tertimpa pohon tumbang, bukan hanya satu dahan, melainkan seluruh batang pohon yang berukuran cukup besar. Batang pohon raksasa itu menembus atap dan menghancurkan bagian ruang tamu serta kamar tidur. Struktur bangunan yang runtuh di bawah beban pohon menciptakan pemandangan yang menyayat hati, menandakan betapa dahsyatnya kekuatan alam. Sama seperti keluarga Darkun, keluarga Samini juga kehilangan tempat tinggal dan sebagian besar perabotan mereka yang hancur tertimpa pohon. Trauma atas kejadian ini sangat terasa, terutama bagi anak-anak yang menyaksikan rumah mereka hancur dalam sekejap mata.
Selain dua rumah yang mengalami kerusakan parah tersebut, tujuh rumah lainnya di Desa Mojosari juga tidak luput dari amukan badai. Meskipun tidak separah Darkun dan Samini, rumah-rumah ini mengalami kerusakan pada bagian atap genteng yang berhamburan dan teras yang ambruk sebagian. Genteng-genteng yang terlepas diterbangkan angin sejauh puluhan meter, meninggalkan lubang-lubang besar di atap dan memungkinkan air hujan masuk ke dalam rumah. Beberapa teras yang terbuat dari kayu atau baja ringan tidak mampu menahan hembusan angin, roboh dan menimpa bagian depan rumah. Kerusakan-kerusakan ini, meskipun tergolong ringan, tetap memerlukan perbaikan segera dan menimbulkan kerugian finansial yang tidak sedikit bagi para pemiliknya. Bahkan, ada laporan tentang kerusakan pada instalasi listrik di beberapa rumah, yang menambah risiko bahaya dan mempersulit pemulihan.
Melihat skala kerusakan dan dampaknya terhadap warga, BPBD Bojonegoro tidak hanya berfokus pada penanganan darurat di lapangan. Mereka juga segera melakukan pendataan menyeluruh terhadap korban dan kerugian. Pendataan ini penting untuk menyalurkan bantuan yang tepat sasaran, mulai dari bantuan logistik seperti terpal untuk menutupi atap sementara, makanan, hingga potensi bantuan finansial untuk perbaikan rumah. Koordinasi intensif dilakukan dengan pemerintah desa setempat, TNI, Polri, dan relawan masyarakat untuk memastikan semua warga terdampak mendapatkan perhatian dan bantuan yang diperlukan. Tim kesehatan juga disiagakan untuk memberikan pertolongan pertama atau penanganan medis jika ada korban luka.
Kejadian badai ekstrem ini juga memicu diskusi lebih luas mengenai fenomena perubahan iklim dan dampaknya terhadap wilayah Bojonegoro. Dalam beberapa tahun terakhir, frekuensi dan intensitas cuaca ekstrem seperti angin kencang dan hujan lebat memang menunjukkan peningkatan. Para ahli meteorologi dan klimatologi mengaitkan tren ini dengan pemanasan global yang menyebabkan perubahan pola cuaca di berbagai belahan dunia. Bojonegoro, yang secara geografis berada di dataran rendah dan memiliki banyak area terbuka, menjadi lebih rentan terhadap terjangan angin kencang. Selain faktor iklim global, kondisi lingkungan lokal juga turut berperan. Kurangnya pemeliharaan pohon di tepi jalan atau di area permukiman, serta usia bangunan yang sudah tua dan kurang kokoh, bisa menjadi faktor pemicu kerusakan yang lebih parah saat badai melanda. Edukasi tentang mitigasi bencana dan pembangunan infrastruktur yang lebih tangguh menjadi sangat krusial.
Mengingat potensi ancaman yang terus-menerus, BPBD Bojonegoro mengimbau warga untuk tetap waspada terhadap potensi angin kencang dan pohon tumbang, terutama di kawasan rawan. Heru Wicaksi menekankan pentingnya kesiapsiagaan masyarakat. "Kami tidak bisa memprediksi kapan bencana akan datang, tetapi kita bisa mempersiapkan diri," ujarnya. Imbauan ini mencakup beberapa langkah praktis, seperti secara rutin memangkas dahan pohon yang sudah terlalu rindang atau rapuh di sekitar rumah, memastikan struktur bangunan dalam kondisi baik, dan menyiapkan rencana evakuasi darurat bagi keluarga. BPBD juga akan terus menyosialisasikan pentingnya memiliki nomor kontak darurat dan memantau informasi cuaca dari sumber-sumber resmi.
Selain itu, pemerintah daerah diharapkan dapat menggalakkan program penghijauan dengan pemilihan jenis pohon yang lebih kuat dan akarnya tidak merusak struktur tanah atau bangunan. Pemetaan daerah rawan bencana angin kencang juga perlu diperbarui secara berkala, diikuti dengan pemasangan papan peringatan atau penanda khusus. Kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta dalam upaya mitigasi bencana menjadi kunci untuk membangun Bojonegoro yang lebih tangguh dan berketahanan. Bantuan untuk pembangunan kembali rumah-rumah yang rusak parah juga menjadi prioritas, memastikan keluarga yang terdampak dapat kembali menempati hunian yang layak dan aman sesegera mungkin. Kejadian ini menjadi pengingat pahit akan kekuatan alam, namun sekaligus memicu semangat kebersamaan dan gotong royong dalam menghadapi tantangan di masa depan. Upaya pemulihan akan membutuhkan waktu dan sumber daya yang tidak sedikit, namun dengan sinergi semua pihak, Bojonegoro akan bangkit lebih kuat dari sebelumnya.
Baca berita lainnya di Google News atau langsung di halaman Indeks Berita rakyatindependen.id.
