Ribuan pendekar Pagar Nusa dari berbagai provinsi di Indonesia, dengan seragam kebanggaan dan semangat membara, menggelar Aksi Bela Kiai besar-besaran di Jakarta pada Selasa (21/10/2025). Aksi ini merupakan manifestasi dari kegelisahan mendalam terhadap dugaan pelecehan martabat kiai dan pesantren oleh stasiun televisi Trans7, menuntut tindakan tegas dari negara, bahkan hingga pencabutan hak siar secara menyeluruh. Gelombang massa yang bergerak tertib namun penuh determinasi ini mengawali aksinya di Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), lembaga yang berwenang mengawasi konten siaran, sebelum kemudian melanjutkan orasi dan penyampaian tuntutan di hadapan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), institusi kunci dalam regulasi media penyiaran nasional. Isu ini bukan sekadar protes biasa, melainkan sebuah deklarasi moral yang menegaskan posisi ulama sebagai pilar peradaban dan penjaga moralitas bangsa.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Pagar Nusa, Muchamad Nabil Haroen atau akrab disapa Gus Nabil, dengan suara lantang penuh wibawa, menyatakan bahwa pelecehan terhadap kiai adalah ancaman serius yang merongrong fondasi identitas bangsa. "Kiai bukan hanya sekadar tokoh agama; mereka adalah penjaga akhlak bangsa, benteng terakhir moralitas publik. Jika negara memilih diam dan abai terhadap pelecehan ini, maka yang terganggu bukan hanya perasaan umat Islam semata, melainkan keseluruhan kepribadian dan kebudayaan Indonesia yang luhur," tegas Gus Nabil dalam orasinya yang membakar semangat ribuan pendekar di tengah terik matahari Jakarta. Ia menekankan bahwa kehormatan ulama adalah cerminan dari kehormatan bangsa itu sendiri, dan membiarkan ulama direndahkan sama artinya dengan membiarkan nilai-nilai kebangsaan terkikis.
Dalam demonstrasi yang memukau dan tertib tersebut, ribuan pendekar Pagar Nusa secara serempak dan penuh kekompakan memperagakan jurus salam Pagar Nusa yang terdiri dari 12 gerakan. Gerakan-gerakan ini, yang merupakan simbol resmi bela diri dan adab santri Nahdlatul Ulama (NU), bukan sekadar demonstrasi fisik, melainkan sebuah peneguhan komitmen yang mendalam. Setiap gerakan merepresentasikan janji untuk senantiasa menjaga ulama, melindungi negara kesatuan Republik Indonesia, dan menegakkan akhlak publik dari berbagai bentuk ancaman dan degradasi moral. Aksi ini berlangsung dalam suasana khidmat, diiringi lantunan shalawat Nabi yang menyejukkan hati dan istighotsah yang memohon pertolongan dari Tuhan Yang Maha Esa, menunjukkan bahwa kekuatan spiritual dan nilai-nilai keagamaan menjadi inti dari setiap perjuangan Pagar Nusa. Spanduk-spanduk dan poster-poster yang dibawa massa juga menegaskan pesan "Bela Kiai, Bela Negara, Bela Akhlak", memperjelas cakupan perjuangan mereka yang melampaui kepentingan kelompok semata.
Lima Tuntutan Mendesak Pagar Nusa untuk Keadilan dan Etika Penyiaran
Pagar Nusa, sebagai organisasi yang lahir dari tradisi pesantren dan Nahdlatul Ulama, menyampaikan lima tuntutan pokok yang harus segera direspons oleh pemerintah dan pihak terkait. Tuntutan ini bukan sekadar gertakan, melainkan seruan serius demi menjaga etika penyiaran dan martabat ulama di Indonesia:
- Pencabutan Hak Siar Trans7 Secara Menyeluruh: Pagar Nusa mendesak KPI dan Komdigi untuk segera mencabut hak siar Trans7. Mereka menilai bahwa tindakan Trans7 yang dianggap merendahkan martabat kiai dan pesantren adalah pelanggaran berat terhadap etika penyiaran dan nilai-nilai agama, sehingga tidak layak lagi beroperasi di ruang publik. Gus Nabil menegaskan, "Sanksi teguran atau denda tidak cukup. Ini soal marwah, soal kehormatan. Pencabutan izin siar adalah konsekuensi logis bagi media yang merusak tatanan sosial dan agama."
- Permintaan Maaf Terbuka dan Resmi dari Trans7: Selain sanksi administratif, Pagar Nusa menuntut Trans7 untuk segera menyampaikan permintaan maaf secara terbuka, tulus, dan resmi kepada seluruh kiai, pesantren, dan umat Islam di Indonesia melalui berbagai platform media. Permintaan maaf ini harus mencakup pengakuan atas kesalahan dan komitmen untuk tidak mengulangi perbuatan serupa.
- Evaluasi Menyeluruh Terhadap Konten Siaran dan Kebijakan Internal Trans7: Pagar Nusa menuntut KPI dan Komdigi untuk melakukan audit menyeluruh terhadap seluruh program dan kebijakan internal Trans7, terutama terkait dengan standar etika penyiaran, penghormatan terhadap nilai-nilai agama, dan proses penyaringan konten. Hal ini untuk memastikan bahwa insiden serupa tidak terulang di masa mendatang.
- Penegakan Aturan Penyiaran yang Lebih Tegas dan Transparan: Aksi ini juga menjadi momentum bagi Pagar Nusa untuk mendesak pemerintah dan KPI agar meninjau ulang dan memperketat regulasi penyiaran, khususnya terkait dengan konten yang sensitif terhadap agama dan budaya. Diperlukan sanksi yang lebih tegas dan mekanisme pengawasan yang lebih transparan agar lembaga penyiaran lebih bertanggung jawab.
- Edukasi Publik tentang Pentingnya Penghormatan terhadap Ulama dan Nilai-nilai Agama: Pagar Nusa mengajak seluruh elemen masyarakat, termasuk pemerintah dan media, untuk aktif mengedukasi publik tentang pentingnya menghormati ulama, tokoh agama, dan nilai-nilai luhur keagamaan. Hal ini dianggap krusial untuk membangun harmoni sosial dan mencegah perpecahan akibat konten yang tidak bertanggung jawab.
Aparat keamanan, yang terdiri dari kepolisian dan TNI, mengawal jalannya aksi dengan sangat profesional, memastikan seluruh rangkaian kegiatan berlangsung tertib dan aman. Meskipun ribuan massa hadir, disiplin para pendekar Pagar Nusa patut diacungi jempol, tidak ada kericuhan atau provokasi. Bahkan, menjelang akhir kegiatan, sebuah momen unik dan mengharukan terjadi: suasana mencair dengan adanya adu panco persahabatan antara beberapa pendekar Pagar Nusa dan anggota Sabhara yang bertugas mengamankan aksi. Momen ini bukan sekadar interaksi spontan, melainkan sebuah simbol kuat bahwa aksi ini berbasis adab, persaudaraan, dan nilai-nilai luhur, bukan permusuhan apalagi kekerasan. Ini menegaskan bahwa meski ada tuntutan keras, semangat silaturahmi dan kebangsaan tetap terjaga.
Gus Nabil dalam pidato penutupnya kembali menegaskan bahwa Aksi Bela Kiai hari ini merupakan bentuk konsolidasi moral santri dan elemen masyarakat yang peduli untuk menjaga frekuensi publik dari komersialisasi nilai agama dan kebudayaan yang seringkali mereduksi substansi menjadi hiburan semata. "Bela kiai berarti menjaga masa depan bangsa. Ini adalah panggilan moral bagi kita semua untuk memastikan bahwa ruang publik kita bersih dari segala bentuk pelecehan dan penghinaan terhadap nilai-nilai luhur yang telah menjadi pondasi peradaban Indonesia," pungkasnya. Aksi ini mengirimkan pesan jelas bahwa umat tidak akan diam ketika ulama mereka direndahkan, dan negara memiliki tanggung jawab besar untuk melindungi martabat agama dan moralitas bangsanya dari segala bentuk ancaman. Ini adalah peringatan keras bagi seluruh lembaga penyiaran untuk lebih berhati-hati dan bertanggung jawab dalam setiap konten yang mereka sajikan kepada publik.
Baca berita lainnya di Google News atau langsung di halaman Indeks Berita rakyatindependen.id