Penurunan Drastis Tingkat Hunian Hotel di Kabupaten Mojokerto: Refleksi Tantangan Musiman dan Kebutuhan Inovasi Sektor Pariwisata

Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Mojokerto mencatat kemerosotan signifikan dalam Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel pada bulan Agustus 2025, sebuah indikator penting kesehatan sektor pariwisata dan perhotelan di wilayah tersebut. Data terbaru menunjukkan bahwa TPK hotel di Kabupaten Mojokerto hanya mencapai 27,43 persen, angka ini menurun tajam sebanyak 3,64 poin persentase dibandingkan bulan Juli 2025 yang tercatat sebesar 31,07 persen. Penurunan ini memicu kekhawatiran di kalangan pelaku industri dan pemerintah daerah mengenai prospek pemulihan sektor ini di sisa tahun.

Kepala BPS Kabupaten Mojokerto, Dwi Yuhenny, menjelaskan bahwa penurunan TPK hotel tersebut secara jelas mencerminkan masih lemahnya aktivitas wisata dan perjalanan bisnis di wilayah Kabupaten Mojokerto pasca puncak libur panjang pertengahan tahun. "Tingkat Penghunian Kamar hotel di bulan Agustus 2025 mengalami penurunan dibandingkan bulan sebelumnya. Kondisi ini bisa dipengaruhi oleh faktor musiman, di mana periode setelah libur panjang sekolah dan Iduladha biasanya mengalami penurunan kunjungan wisatawan," ungkap Dwi Yuhenny pada Sabtu (1/11/2025). Penjelasan ini menggarisbawahi pola umum dalam industri pariwisata, di mana euforia liburan seringkali diikuti oleh periode tenang, namun skala penurunan kali ini menjadi sorotan khusus.

Musim liburan sekolah dan Iduladha pada bulan Juni dan Juli 2025 memang sempat memberikan angin segar bagi industri perhotelan dan pariwisata. Berbagai destinasi wisata, baik alam, sejarah, maupun buatan, di Kabupaten Mojokerto mencatat peningkatan kunjungan. Namun, berakhirnya periode liburan panjang tersebut, yang umumnya diiringi dengan kembalinya aktivitas rutin masyarakat seperti masuk sekolah dan bekerja, secara langsung berdampak pada menurunnya frekuensi perjalanan dan menginap di hotel. Fenomena ini bukan hanya terjadi di Mojokerto, tetapi seringkali menjadi pola yang diamati secara nasional, meskipun tingkat keparahannya bisa bervariasi antar daerah.

Selain faktor musiman, beberapa analis pariwisata juga menyoroti potensi pengaruh kondisi ekonomi makro. Inflasi yang masih tinggi dan daya beli masyarakat yang cenderung berhati-hati dapat memengaruhi alokasi anggaran untuk kegiatan liburan dan perjalanan. Wisatawan mungkin cenderung memilih destinasi yang lebih dekat, perjalanan singkat (day trip), atau akomodasi alternatif yang lebih hemat biaya, alih-alih menginap di hotel. Hal ini turut menjelaskan mengapa rata-rata lama menginap tamu (RLMT) masih berada pada angka yang rendah.

Rata-rata Lama Menginap Tamu (RLMT) pada bulan Agustus 2025 tercatat stabil di angka 1,03 hari, sama seperti bulan sebelumnya. Angka ini mencakup baik tamu domestik maupun tamu asing yang memiliki rata-rata lama menginap yang identik, yaitu 1,03 hari. Dwi Yuhenny menyoroti bahwa angka tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar tamu hanya menginap untuk keperluan singkat. "Kecenderungannya masih pada perjalanan singkat, baik untuk wisata, urusan keluarga, maupun pekerjaan. Ini juga menggambarkan karakteristik pasar pariwisata di Kabupaten Mojokerto yang masih didominasi oleh wisatawan lokal dan perjalanan singkat," ujarnya.

Stabilitas RLMT di angka yang rendah ini mengindikasikan bahwa Mojokerto masih belum mampu menarik wisatawan untuk tinggal lebih lama dan menjelajahi lebih banyak potensi yang ditawarkannya. Mayoritas kunjungan tampaknya bersifat transaksional atau sekadar persinggahan, bukan sebagai destinasi utama untuk liburan panjang. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah daerah dan pelaku usaha pariwisata untuk menciptakan paket wisata yang lebih menarik dan terintegrasi, yang mendorong wisatawan untuk memperpanjang durasi tinggal mereka.

Kabupaten Mojokerto sendiri memiliki potensi pariwisata yang cukup besar, mulai dari situs-situs bersejarah peninggalan Kerajaan Majapahit seperti Candi Bajang Ratu, Candi Wringin Lawang, hingga Museum Trowulan. Selain itu, keindahan alam pegunungan di kawasan Pacet dan Trawas menawarkan destinasi seperti air terjun, pemandian air panas, serta agrowisata. Namun, ketersediaan dan promosi paket wisata yang mengintegrasikan berbagai atraksi ini masih perlu ditingkatkan agar wisatawan merasa rugi jika hanya menginap satu malam.

Dari perspektif pelaku usaha perhotelan, penurunan TPK ini berdampak langsung pada pendapatan operasional. "Setelah euforia liburan, kami memang sudah menduga akan ada penurunan. Namun, angka 27 persen ini cukup mengkhawatirkan. Biaya operasional terus berjalan, sementara pendapatan berkurang," ujar Budi Santoso, salah satu manajer hotel di kawasan Trawas. Ia menambahkan bahwa sebagian besar hotel kini berfokus pada strategi promosi yang lebih agresif, seperti diskon harga kamar, paket menginap plus makan, atau kerja sama dengan platform pemesanan daring untuk menarik kembali tamu. Beberapa hotel bahkan mulai menyasar segmen pasar MICE (Meeting, Incentive, Conference, Exhibition) yang dianggap lebih stabil di luar musim liburan.

Pemerintah Kabupaten Mojokerto melalui Dinas Kebudayaan, Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata (Disbudporapar) juga tidak tinggal diam. Kepala Disbudporapar, Nuryakin, menyatakan bahwa pihaknya sedang merumuskan strategi jangka pendek dan panjang untuk mendongkrak kembali angka kunjungan dan hunian hotel. "Kami akan lebih gencar lagi mempromosikan destinasi unggulan Mojokerto, tidak hanya melalui media konvensional tetapi juga digital. Kami juga berencana mengadakan berbagai event budaya dan festival yang diharapkan dapat menjadi daya tarik tambahan di luar musim liburan," jelas Nuryakin. Ia juga menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, pelaku usaha, dan komunitas lokal untuk menciptakan ekosistem pariwisata yang lebih kondusif dan inovatif.

Salah satu fokus ke depan adalah pengembangan pariwisata berkelanjutan dan berbasis komunitas. Dengan melibatkan masyarakat lokal dalam pengelolaan destinasi wisata, diharapkan tercipta pengalaman yang lebih otentik bagi wisatawan sekaligus memberikan manfaat ekonomi langsung kepada warga. Pengembangan homestay dan desa wisata juga menjadi alternatif akomodasi yang dapat melengkapi keberadaan hotel, serta memperpanjang lama tinggal wisatawan dengan menawarkan pengalaman hidup lokal.

Menariknya, meskipun TPK menurun, RLMT yang stabil di 1,03 hari menunjukkan bahwa masih ada basis tamu yang datang, meskipun untuk tujuan singkat. Ini bisa menjadi celah bagi hotel untuk menawarkan layanan tambahan atau paket yang lebih fleksibel untuk perjalanan bisnis atau keluarga yang singkat. Misalnya, paket "workation" (work-vacation) bagi pekerja yang ingin suasana berbeda, atau paket "day use" untuk rapat singkat atau acara keluarga tanpa menginap semalam.

Membandingkan dengan tren regional, beberapa daerah tetangga yang juga memiliki potensi pariwisata serupa mungkin mengalami pola yang sama. Namun, perbedaan dalam strategi promosi, infrastruktur, dan daya tarik unik dapat menghasilkan kinerja yang bervariasi. Misalnya, kota-kota besar seperti Surabaya atau Malang mungkin memiliki TPK yang lebih stabil karena didukung oleh perjalanan bisnis dan MICE yang lebih masif. Mojokerto, dengan karakternya yang lebih dominan sebagai destinasi wisata alam dan sejarah, lebih rentan terhadap fluktuasi musiman.

Untuk jangka panjang, sektor pariwisata Mojokerto perlu berinvestasi pada peningkatan kualitas layanan, diversifikasi produk wisata, dan penguatan branding. Peningkatan aksesibilitas menuju destinasi, baik melalui perbaikan jalan maupun transportasi umum, juga menjadi kunci. Pengembangan paket wisata tematik, seperti wisata religi, wisata kuliner, atau wisata petualangan, dapat menarik segmen pasar yang lebih spesifik dan memperpanjang durasi kunjungan. Digitalisasi promosi, dengan memanfaatkan media sosial dan influencer, juga akan menjadi sangat krusial di era saat ini.

Penurunan TPK hotel di Kabupaten Mojokerto pada Agustus 2025 adalah sebuah peringatan bagi semua pihak terkait. Ini bukan hanya angka statistik, melainkan cerminan dari dinamika pasar yang kompleks, dipengaruhi oleh faktor musiman, ekonomi, dan persaingan. Respons cepat dan terkoordinasi dari pemerintah daerah, asosiasi hotel, dan pelaku usaha pariwisata akan menentukan sejauh mana sektor ini dapat bangkit kembali dan mencapai potensi penuhnya di masa mendatang. Dengan inovasi, kolaborasi, dan strategi yang tepat, diharapkan Mojokerto dapat mengubah tantangan ini menjadi peluang untuk memperkuat fondasi pariwisatanya.

[rakyatindependen.id]

Exit mobile version