Universitas Brawijaya (UB) telah memainkan peranan yang tidak tergantikan dalam mengukir sejarah bagi Kota Malang, mengantarkannya meraih pengakuan global yang sangat bergengsi. Melalui serangkaian inisiatif diplomasi akademik dan budaya yang intensif dan strategis, Kota Malang kini secara resmi menyandang status sebagai Creative City (Kota Kreatif) UNESCO dalam bidang Media Arts. Pengumuman monumental ini disampaikan langsung oleh Direktur Jenderal UNESCO, Audrey Azoulay, bertepatan dengan perayaan World Cities Day 2025, pada Kamis, 30 Oktober 2025, dari Markas Besar UNESCO yang megah di Paris, Prancis.
Penetapan ini bukan sekadar sebuah gelar, melainkan sebuah validasi internasional atas kekayaan dan dinamisme ekosistem kreatif Kota Malang, sekaligus menempatkannya sebagai kota pertama di Provinsi Jawa Timur yang berhasil masuk dalam jaringan kota kreatif dunia yang prestisius. Pencapaian luar biasa ini merupakan hasil nyata dari sinergi yang sangat kuat antara Pemerintah Kota Malang, komunitas kreatif lokal yang vibran, dan pilar akademik, di mana Universitas Brawijaya berdiri tegak sebagai lokomotif penggerak utama. Kontribusi UB tidak hanya terbatas pada dukungan teknis, melainkan juga dalam merumuskan strategi, menjalin kemitraan internasional, dan memfasilitasi pertukaran pengetahuan yang krusial.
Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UB muncul sebagai motor utama di balik upaya diplomasi akademik yang ambisius ini. FIB berhasil menggandeng jejaring kerja sama strategis dengan salah satu institusi pendidikan terkemuka dunia, Peking University, Tiongkok. Kunci dari kolaborasi lintas benua ini adalah kehadiran sosok Prof. Dr. Yong (Hardy) Xiang, seorang pakar global terkemuka yang menyandang gelar UNESCO Chairholder on Creativity and Sustainable Development. Perannya sebagai Dekan Institute for Cultural Industries di Peking University memberikan bobot dan otoritas akademik yang tak tertandingi dalam proses pengajuan Kota Malang.
UB secara proaktif dan penuh dedikasi memfasilitasi kunjungan Prof. Hardy ke Malang pada bulan Februari 2025. Kunjungan ini dirancang secara cermat untuk memberikan Prof. Hardy gambaran langsung mengenai potensi dan dinamika kreativitas di Kota Malang. Selama kunjungannya, Prof. Hardy, didampingi oleh delegasi dari UB dan perwakilan Pemerintah Kota Malang, meninjau langsung berbagai episentrum kreativitas lokal yang menjadi denyut nadi kota. Lokasi-lokasi strategis yang dikunjungi antara lain Malang Creative Center (MCC) yang menjadi hub inovasi, Kampung Heritage Kayutangan yang kaya akan sejarah dan budaya, serta Kampung Budaya Polowijen yang melestarikan seni tradisional. Di setiap lokasi, Prof. Hardy berinteraksi dengan para pelaku kreatif, memahami proses, dan mengapresiasi keunikan karya-karya yang dihasilkan.
Kunjungan yang intensif ini menghasilkan sebuah output krusial: sebuah Surat Rekomendasi (Letter of Recommendation) resmi yang ditandatangani langsung oleh Prof. Hardy. Dokumen ini menjadi validasi akademis tingkat dunia yang memiliki bobot sangat penting dalam berkas pengajuan Kota Malang ke Komite Evaluasi UNESCO. Rekomendasi dari seorang UNESCO Chairholder adalah bukti nyata pengakuan internasional atas kesiapan dan kelayakan Malang sebagai Creative City. Surat ini bukan hanya sekadar formalitas, melainkan pernyataan kuat dari pakar terkemuka yang mengakui potensi Media Arts di Malang untuk berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan dan kohesi sosial.
Yang Nadia Miranti, S.Hum., M.Pd., seorang dosen bahasa dan budaya Tiongkok di FIB UB yang juga menjabat sebagai narahubung utama kerja sama ini, menegaskan peran sentral UB dalam kolaborasi lintas negara tersebut. "UB dalam diplomasi akademik dengan Peking University memegang peran yang sangat penting. Dari diskusi kami dengan Prof. Dr. Yong (Hardy) Xiang lahirlah revisi proposal dan surat rekomendasi langsung untuk Kota Malang sebagai Kota Kreatif UNESCO bidang Media Arts," jelas Nadia. Ia menambahkan bahwa perbaikan proposal yang dilakukan berdasarkan masukan Prof. Hardy sangat substansial, memastikan bahwa narasi dan data yang disajikan selaras dengan kriteria ketat UNESCO.
Nadia lebih lanjut menyoroti bahwa akulturasi budaya Tiongkok yang telah lama mengakar kuat di Malang justru menjadi salah satu elemen penguat ekosistem kreativitas kota. "Akulturasi budaya Tiongkok di Malang sangat kuat. Dari gastronomi seperti bakso dan mi yang kini menjadi ikon kuliner lokal, hingga pewarnaan topeng Malangan yang mengambil karakter warna dan filosofi dari budaya Tiongkok. Kelenteng Eng An Kiong juga berperan penting dalam memperluas ruang kreatif masyarakat, tidak hanya sebagai pusat keagamaan tetapi juga sebagai ruang pertunjukan dan pelestarian seni," ujarnya. Hal ini menunjukkan bagaimana warisan budaya dapat berinteraksi secara dinamis dengan inovasi kreatif, menghasilkan identitas yang unik dan kuat untuk Media Arts di Malang. Misalnya, narasi visual topeng Malangan dapat diadaptasi ke dalam bentuk media digital, atau festival budaya di Kelenteng dapat menjadi ajang eksperimen media baru.
Selain kontribusi dalam proses pengajuan UNESCO Creative City, UB, melalui FIB, juga aktif mengembangkan berbagai program soft diplomacy lain yang bertujuan mempererat hubungan budaya dan akademik internasional. Inisiatif-inisiatif tersebut mencakup penyelenggaraan Chinese Paradise Festival, sebuah ajang perayaan budaya Tiongkok yang mempromosikan seni, kuliner, dan bahasa; pendirian Rumah Budaya Indonesia di Tiongkok sebagai pusat promosi kebudayaan nasional; serta fasilitasi tes bahasa Indonesia (UKBIPA) resmi bagi para pembelajar di Tiongkok, yang menunjukkan komitmen UB dalam mempromosikan bahasa dan budaya Indonesia di kancah global. Upaya-upaya ini menciptakan jembatan budaya yang kuat, yang pada gilirannya mendukung diplomasi yang lebih besar untuk status Kota Kreatif.
Keberhasilan meraih status UNESCO Creative City ini secara otomatis membuka gerbang kolaborasi internasional yang jauh lebih luas bagi UB dan Kota Malang di masa mendatang. Nadia, yang juga seorang praktisi aktif di berbagai forum internasional, memaparkan rencana tindak lanjut yang telah dirumuskan bersama Peking University. "Dalam waktu dekat, kami akan membangun Workstation UNESCO Chairholder di UB. Ini akan menjadi pusat penelitian, pengembangan kebijakan, dan pertukaran pengetahuan terkait kreativitas dan pembangunan berkelanjutan. Selain itu, kami juga merencanakan pelaksanaan program student mobility pada tahun 2026, yang memungkinkan mahasiswa dari kedua universitas untuk merasakan pengalaman belajar dan berkreasi di lingkungan budaya yang berbeda," ungkapnya.
Tidak berhenti sampai di situ, UB juga tengah berperan aktif dalam menjembatani inisiasi kerja sama sister city antara Kota Malang dengan Kota Changsha di Tiongkok, sebuah kota yang juga dikenal dengan dinamika budayanya. Lebih jauh lagi, UB juga menginisiasi program sister village antara desa-desa di Kabupaten Malang dengan desa-desa di Tiongkok. Inisiatif-inisiatif ini diharapkan dapat mendorong pertukaran budaya, ekonomi, dan pengetahuan yang lebih mendalam di berbagai tingkatan masyarakat, dari perkotaan hingga pedesaan, memperkuat posisi Malang dalam jaringan global.
Dalam surat rekomendasinya, Prof. Dr. Yong (Hardy) Xiang secara eksplisit menilai Malang sebagai perwujudan semangat jaringan kota kreatif UNESCO. Baginya, Malang adalah tempat di mana media arts tidak hanya berkembang pesat, tetapi juga berfungsi sebagai katalisator utama untuk ketahanan budaya dan kohesi sosial. Media arts di Malang, dengan berbagai bentuknya mulai dari seni digital, animasi, film pendek, hingga penggunaan teknologi dalam melestarikan warisan, mampu menjembatani perbedaan dan memperkuat identitas komunal. Prof. Hardy percaya bahwa pendekatan interaktif dan inovatif Malang terhadap media arts dapat menjadi model bagi kota-kota lain di dunia.
Status ini secara konkret membuka peluang kerja sama yang luas dengan kota-kota kreatif dunia lainnya. Misalnya, kolaborasi dengan Gwangju di Korea Selatan, yang juga merupakan UNESCO Creative City untuk Media Arts, dapat memungkinkan pertukaran seniman, pameran bersama, atau proyek pengembangan media baru. Prof. Hardy juga merekomendasikan pembentukan Media Arts Innovation Council, sebuah dewan yang akan beranggotakan para ahli, akademisi, dan praktisi untuk merumuskan kebijakan dan program inovasi di bidang media arts. Selain itu, ia juga mengusulkan pengembangan Media Arts Impact Index, yang akan digarap bersama UB untuk secara sistematis mengukur kontribusi kota-kota UNESCO terhadap pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), seperti promosi pendidikan berkualitas, inovasi industri, dan kemitraan global.
Penetapan Kota Malang sebagai UNESCO Creative City ini menjadi hadiah istimewa dan momentum yang sangat tepat menjelang perhelatan Indonesia Creative Cities Festival (ICCF) 2025. Festival nasional ini akan diselenggarakan di Malang pada tanggal 8 November 2025, dan pengakuan UNESCO ini akan memberikan dorongan moral serta sorotan internasional yang luar biasa bagi acara tersebut. Keberhasilan ini tidak hanya menegaskan peran vital Universitas Brawijaya dalam kancah global sebagai institusi pendidikan yang tidak hanya menghasilkan lulusan berkualitas, tetapi juga aktif berkontribusi pada pembangunan sosial dan budaya melalui diplomasi akademik yang visioner. Ini adalah babak baru bagi Malang, sebuah kota yang kini siap untuk berbagi kreativitasnya dengan dunia dan belajar dari kota-kota lain dalam jaringan UNESCO.
Baca berita lainnya di Google News atau langsung di halaman Indeks Berita rakyatindependen.id
