Prioritas Nyawa di Tengah Reruntuhan Al Khoziny: Tim Evakuasi Berjuang, Penyelidikan Tunggu Waktu

Tragedi yang menimpa Pondok Pesantren Al Khoziny di Buduran, Sidoarjo, pada Senin (28/9/2025) sore, dengan ambruknya bangunan mushola, telah menyisakan duka mendalam dan menyedot perhatian publik. Insiden memilukan ini tidak hanya menimbun korban di bawah reruntuhan, tetapi juga menghadirkan tantangan evakuasi yang luar biasa kompleks. Sejak saat itu, seluruh fokus aparat keamanan dan tim penyelamat tertuju pada satu misi utama: menyelamatkan nyawa, baik yang masih hidup maupun yang telah berpulang, dari himpitan material bangunan. Prioritas ini telah menunda segala bentuk penyelidikan terkait potensi pelanggaran atau kelalaian yang mungkin menjadi penyebab runtuhnya struktur vital tersebut.

Kapolda Jawa Timur, Irjen Pol Nanang Avianto, menegaskan bahwa fase krusial saat ini adalah operasi penyelamatan korban. "Jadi, saya harus jawab dulu bahwa sekarang fokusnya adalah penyelamatan korban dulu. Korban selamat. Itu yang paling penting. Apakah itu sudah meninggal ataupun masih hidup, itu harus kita upayakan untuk bisa dievakuasi dulu," ujarnya. Pernyataan ini mencerminkan situasi genting di lapangan, di mana setiap detik berharga untuk mereka yang mungkin masih terperangkap di antara puing-puing.

Kondisi bangunan mushola Ponpes Al Khoziny yang ambruk dilaporkan sangat menyulitkan proses evakuasi. Reruntuhan yang tidak stabil dan tumpukan material berat menjadi rintangan besar bagi para petugas. Tim evakuasi gabungan, yang terdiri dari personel kepolisian, Badan SAR Nasional (Basarnas), TNI, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), serta relawan dari berbagai organisasi, bekerja tanpa henti di tengah ancaman reruntuhan susulan. Mereka harus bergerak dengan sangat hati-hati, seringkali menggunakan peralatan manual seperti linggis, sekop, dan bahkan tangan kosong, untuk membersihkan puing-puing secara bertahap. Setiap sudut reruntuhan menjadi medan perjuangan. Tim penyelamat tidak hanya berhadapan dengan material beton dan besi, tetapi juga dengan kepulan debu yang menyesakkan, bau apek dari reruntuhan, dan kegelapan di celah-celah sempit. Risiko tertimpa reruntuhan susulan atau terjebak dalam lubang menjadi ancaman konstan. Para petugas seringkali harus merangkak, membungkuk, dan memanjat di antara tumpukan puing, memegang erat harapan bahwa di balik material yang berat itu, masih ada suara atau gerakan yang bisa mereka deteksi.

Penggunaan alat berat, yang sejatinya sangat dibutuhkan untuk mempercepat proses, belum bisa dioperasikan sepenuhnya. Irjen Pol Nanang Avianto menjelaskan, "Alat berat belum bisa dioperasikan sepenuhnya untuk membantu proses evakuasi karena dikhawatirkan malah memperburuk situasi di lokasi reruntuhan yang belum stabil." Kekhawatiran ini sangat beralasan. Getaran dari alat berat atau pergeseran material yang tidak tepat dapat memicu keruntuhan sekunder, membahayakan baik korban yang masih tertimbun maupun para petugas penyelamat. Oleh karena itu, pendekatan yang lebih konservatif dan terukur menjadi pilihan utama, meskipun memakan waktu lebih lama.

Untuk memastikan keselamatan dan efektivitas operasi, pihak kepolisian juga melibatkan tim ahli konstruksi dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Kehadiran para pakar ini sangat vital. Mereka memberikan masukan teknis mengenai struktur bangunan, menilai tingkat kestabilan reruntuhan, serta menyarankan metode evakuasi yang paling aman dan efektif. Para ahli ITS membantu dalam memetakan area yang paling berisiko, mengidentifikasi titik-titik lemah, dan merancang strategi untuk menopang bagian-bagian yang masih berdiri agar tidak ambruk lebih lanjut selama proses pencarian dan penyelamatan. "Kita pastikan evakuasi didampingi oleh para ahli dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Jadi sama-sama kita semoga berdoa supaya korban bisa dievakuasi dulu ya," tutur Nanang, menunjukkan pentingnya kolaborasi multidisiplin dalam situasi darurat seperti ini. Anjing pelacak K-9 juga dikerahkan untuk membantu pencarian, mengendus bau manusia di antara material yang hancur, memberikan petunjuk berharga bagi tim.

Selain upaya pencarian dan pemindahan puing, tim evakuasi juga fokus pada penyediaan kebutuhan dasar bagi korban yang diduga masih hidup di bawah reruntuhan. Oksigen disalurkan melalui celah-celah reruntuhan, bersama dengan minuman dan logistik lainnya. Langkah ini adalah harapan terakhir untuk mempertahankan kehidupan para korban, sembari tim berjuang membuka akses. Peralatan canggih seperti kamera endoskopi dan alat pendengar khusus juga dikerahkan untuk mendeteksi tanda-tanda kehidupan atau lokasi korban di bawah tumpukan material. Tim medis siaga di lokasi, siap memberikan pertolongan pertama segera setelah korban berhasil dievakuasi. "Ini semua peralatan-peralatan sudah kita kerahkan untuk bisa membantu, memberikan oksigen, memberikan logistik, minuman ke korban sementara saat ini," pungkas Kapolda.

Keputusan untuk menunda pendalaman dugaan pelanggaran yang dilakukan pihak pengurus pondok pesantren (ponpes) Al Khoziny bukan berarti mengabaikan aspek hukum. Ini adalah prosedur standar dalam penanganan bencana. Dalam setiap insiden besar yang melibatkan korban jiwa, prioritas utama adalah kemanusiaan, yakni menyelamatkan nyawa dan mengevakuasi korban. Setelah fase darurat ini selesai, barulah tahapan investigasi secara menyeluruh akan dimulai. Penyidikan nantinya akan mencakup berbagai aspek. Mulai dari pemeriksaan izin mendirikan bangunan (IMB), kualitas bahan bangunan yang digunakan, proses konstruksi, hingga ada tidaknya pengawasan yang memadai selama pembangunan maupun perawatan mushola tersebut. Pertanyaan-pertanyaan mengenai apakah ada standar keselamatan bangunan yang dilanggar, apakah ada indikasi kelalaian dalam pemilihan kontraktor atau pengawasan pekerjaan, semuanya akan menjadi fokus utama. Tanggung jawab pihak pengelola ponpes, dalam hal ini pengurus Al Khoziny, juga akan diselidiki secara mendalam. Apakah mereka telah memenuhi semua persyaratan hukum dan teknis yang berlaku dalam pembangunan dan pemeliharaan fasilitas umum di lingkungan pesantren. Potensi adanya sanksi pidana atau perdata bagi pihak-pihak yang terbukti bersalah akan ditentukan berdasarkan hasil penyelidikan forensik yang komprehensif.

Pondok Pesantren Al Khoziny, yang terletak di Buduran, Sidoarjo, dikenal sebagai salah satu institusi pendidikan Islam yang cukup tua dan dihormati di wilayah tersebut. Ribuan santri telah menimba ilmu di sana selama bertahun-tahun. Mushola yang ambruk merupakan salah satu fasilitas penting, pusat kegiatan ibadah dan keagamaan bagi para santri dan civitas akademika pesantren. Ambruknya bangunan ini tentu saja menimbulkan pertanyaan besar mengenai penyebabnya. Meskipun belum ada kesimpulan resmi, beberapa dugaan awal dapat dipertimbangkan. Usia bangunan bisa menjadi salah satu faktor, meskipun tidak selalu menjadi penyebab tunggal. Konstruksi yang tidak sesuai standar, penggunaan material berkualitas rendah, atau kurangnya perawatan berkala juga bisa berkontribusi pada keruntuhan. Faktor eksternal seperti kondisi tanah, getaran lingkungan, atau bahkan cuaca ekstrem juga tidak bisa dikesampingkan sepenuhnya, meskipun dalam kasus ini, fokus lebih banyak pada integritas struktural bangunan itu sendiri. Insiden ambruknya bangunan, terutama di fasilitas umum, bukanlah hal baru di Indonesia, seringkali memicu kembali perdebatan tentang penegakan standar keamanan bangunan dan pengawasan konstruksi.

Tragedi ini tidak hanya menyisakan kerusakan fisik, tetapi juga luka emosional yang mendalam bagi seluruh komunitas Pondok Pesantren Al Khoziny dan masyarakat Sidoarjo secara luas. Santri-santri yang menyaksikan atau menjadi korban langsung tentu akan mengalami trauma psikologis yang serius. Keluarga korban, baik yang meninggal maupun yang masih dalam pencarian, hidup dalam ketidakpastian dan kesedihan yang tak terhingga. Suasana tegang dan haru menyelimuti lokasi, di mana tangisan keluarga yang menunggu kabar bercampur dengan suara gemuruh alat dan instruksi para komandan operasi. Beban psikologis ini tidak hanya dirasakan oleh para santri dan keluarga korban, tetapi juga oleh tim penyelamat. Menyaksikan kehancuran, mendengar erangan dari bawah reruntuhan, atau menemukan korban dalam kondisi mengenaskan, adalah pengalaman yang dapat meninggalkan bekas mendalam. Oleh karena itu, penting juga untuk menyediakan dukungan psikologis bagi para relawan dan petugas.

Pemerintah daerah dan berbagai lembaga kemanusiaan diharapkan dapat segera menyediakan layanan dukungan psikososial bagi para penyintas dan keluarga korban. Penting untuk membantu mereka mengatasi trauma dan duka yang dialami. Di sisi lain, insiden ini juga memicu gelombang solidaritas. Masyarakat umum, sesama pesantren, dan organisasi keagamaan di seluruh Jawa Timur, bahkan Indonesia, turut menyampaikan belasungkawa dan menawarkan bantuan, baik berupa tenaga, logistik, maupun doa. Semangat gotong royong dan kepedulian sosial menjadi penopang di tengah musibah ini. Posko-posko bantuan didirikan secara spontan oleh warga sekitar, menyediakan makanan, minuman, dan tempat istirahat bagi tim penyelamat, serta menjadi pusat informasi bagi keluarga korban. Bantuan finansial dan material juga mulai mengalir, menunjukkan betapa besar rasa empati dan kepedulian yang tumbuh dari tragedi ini.

Setelah seluruh korban berhasil dievakuasi, tahapan selanjutnya akan dimulai. Lokasi akan diamankan untuk proses olah tempat kejadian perkara (TKP) yang lebih mendalam oleh tim forensik dan ahli konstruksi. Setiap puing akan diperiksa untuk mencari petunjuk mengenai penyebab pasti keruntuhan. Data ini akan menjadi dasar bagi penyelidikan hukum dan rekomendasi untuk mencegah kejadian serupa di masa depan. Rekonstruksi mushola atau pembangunan fasilitas pengganti mungkin akan menjadi agenda berikutnya, namun hal itu akan didahului oleh evaluasi menyeluruh terhadap standar keamanan dan kualitas bangunan di lingkungan pesantren. Tragedi ini harus menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak, terutama bagi pengelola fasilitas umum dan pendidikan, untuk selalu mengutamakan keselamatan dan mematuhi standar konstruksi yang berlaku. Pengawasan yang lebih ketat dari pemerintah daerah dan instansi terkait juga sangat dibutuhkan untuk memastikan bahwa bangunan-bangunan publik, terutama yang menampung banyak orang, benar-benar aman dan layak fungsi.

Di luar aspek hukum dan teknis, tragedi di Ponpes Al Khoziny ini juga memicu refleksi mendalam mengenai pengawasan dan pemeliharaan infrastruktur di lembaga-lembaga pendidikan keagamaan. Banyak pondok pesantren di Indonesia memiliki bangunan yang sudah tua atau dibangun secara swadaya dengan keterbatasan anggaran, yang mungkin tidak selalu memenuhi standar konstruksi modern. Oleh karena itu, insiden ini diharapkan menjadi titik tolak bagi pemerintah, melalui kementerian terkait dan pemerintah daerah, untuk melakukan audit keselamatan bangunan secara berkala di seluruh pondok pesantren dan institusi pendidikan lainnya. Program bantuan teknis dan finansial untuk renovasi atau pembangunan ulang yang aman dan berkelanjutan juga perlu dipertimbangkan, demi menjamin lingkungan belajar yang aman bagi para santri. Keselamatan jiwa harus menjadi prioritas utama di atas segala pertimbangan lain, dan tragedi ini adalah pengingat pahit akan pentingnya prinsip tersebut.

Hingga saat ini, upaya evakuasi di Mushola Ponpes Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo, terus berlangsung dengan intensitas tinggi. Semua elemen yang bisa diperbantukan telah dikerahkan, mulai dari personel terlatih, peralatan canggih, hingga bantuan logistik vital seperti oksigen dan minuman untuk korban yang mungkin masih bertahan. Kapolda Jawa Timur telah memastikan bahwa segala sumber daya dikerahkan untuk misi penyelamatan ini. Fokus tunggal pada penyelamatan nyawa korban adalah prioritas mutlak yang mengesampingkan sementara penyelidikan hukum. Seluruh masyarakat berharap dan berdoa agar proses evakuasi dapat berjalan lancar, dan semua korban dapat segera ditemukan, sehingga duka yang menyelimuti Ponpes Al Khoziny dan Sidoarjo dapat sedikit terobati.

[ang/aje]
Baca berita lainnya di Google News atau langsung di halaman Indeks Berita rakyatindependen.id

Exit mobile version