Tragedi Kemanusiaan di Lokasi Proyek: Pekerja Bangunan di Tulungagung Gugur Tersengat Listrik Saat Selamatkan Rekan

Tulungagung – Sebuah insiden memilukan telah menyelimuti dunia konstruksi di Tulungagung, menyoroti urgensi keselamatan kerja yang tak bisa ditawar. Pada Jumat pagi, 24 Oktober 2025, sekitar pukul 09.00 WIB, seorang pekerja bangunan bernama Miseran (38), warga Desa Ngrendeng, Kecamatan Gondang, Kabupaten Tulungagung, meninggal dunia secara tragis setelah tersengat aliran listrik tegangan tinggi. Kematian Miseran bukan sekadar kecelakaan kerja biasa; ia gugur saat menjalankan aksi kemanusiaan yang heroik, berusaha menyelamatkan nyawa rekannya yang terlebih dahulu terperangkap sengatan listrik di proyek pembangunan rumah di Kelurahan Kutoanyar. Peristiwa ini menjadi pengingat pahit tentang risiko yang mengintai di balik setiap proyek konstruksi dan pentingnya budaya keselamatan yang kuat.

Pagi itu, suasana di lokasi proyek pembangunan rumah di Kelurahan Kutoanyar, yang seharusnya dipenuhi hiruk-pikuk aktivitas konstruksi, tiba-tiba berubah mencekam. Matahari mulai meninggi, menerangi kerangka bangunan yang sedang dalam tahap pengerjaan. Miseran, yang dikenal sebagai sosok pekerja keras dan berdedikasi, seperti biasa memulai harinya dengan semangat bersama dua rekan lainnya. Ia telah bekerja di proyek tersebut selama dua bulan terakhir, mencari nafkah untuk keluarganya. Tidak ada yang bisa menduga bahwa hari itu akan menjadi hari terakhir bagi Miseran, dan bahwa ia akan mengakhiri hidupnya dengan tindakan kepahlawanan yang tak terduga.

Insiden tragis bermula ketika salah satu rekan Miseran, yang identitasnya tidak disebutkan secara rinci namun dilaporkan selamat, tengah berinteraksi dengan scaffolding atau rangka penyangga logam. Dalam sekejap, rekan tersebut tersengat listrik. Kemungkinan besar, ia merasakan kejutan listrik yang hebat, diikuti dengan rasa sakit yang luar biasa dan ketidakmampuan untuk melepaskan diri dari sumber tegangan. Jeritan atau isyarat darurat dari rekan tersebut sontak menarik perhatian Miseran. Tanpa berpikir panjang tentang bahaya yang mengancam dirinya, naluri kemanusiaan Miseran langsung bergerak. Ia melihat rekannya dalam bahaya serius dan hanya ada satu pikiran di benaknya: menyelamatkan.

Dengan kecepatan kilat, Miseran bergegas mendekat. Ia mencoba menarik baju rekannya untuk menjauhkan dari scaffolding yang mematikan itu. Dalam kepanikan dan desakan waktu, tangannya tanpa sengaja menyentuh scaffolding logam yang ternyata masih teraliri listrik dengan kuat. Seketika, arus listrik tegangan tinggi mengalir melalui tubuh Miseran. Sebuah kejutan listrik yang tak tertahankan mengguncangnya, membuatnya terpental beberapa meter dari titik kejadian. Detik-detik berikutnya terasa seperti keabadian bagi para saksi mata. Miseran tergeletak tak berdaya. Ketika rekan-rekan kerja lainnya, yang kini diliputi kepanikan dan horor, mencoba mendekat dan memberikan pertolongan, mereka menyadari bahwa nyawa Miseran telah melayang. Ia meninggal dunia di tempat kejadian, mengakhiri hidupnya dalam sebuah aksi penyelamatan yang berujung fatal.

Kasi Humas Polres Tulungagung, Ipda Nanang Murdianto, segera membenarkan peristiwa tragis tersebut setelah tim kepolisian tiba di lokasi. "Korban merupakan pekerja bangunan yang saat itu tengah membantu rekannya yang terlebih dahulu tersengat listrik," ujar Ipda Nanang, menegaskan kronologi kejadian. Hasil olah tempat kejadian perkara (TKP) oleh tim identifikasi kepolisian mengungkapkan penyebab pasti dari insiden ini. Polisi menemukan sebuah kabel listrik sepanjang sekitar 7 meter, yang kondisinya sudah tidak layak. Salah satu bagian kabel tersebut terkelupas dan secara fatal menempel pada scaffolding logam yang sedang digunakan oleh para pekerja. Kontak langsung antara kabel telanjang dan struktur logam inilah yang menyebabkan seluruh rangka baja tersebut menjadi konduktor listrik yang mematikan.

Penemuan ini mengindikasikan adanya kelalaian serius dalam pemeriksaan instalasi listrik dan standar keselamatan kerja di lokasi proyek. Scaffolding, yang seharusnya menjadi alat penunjang keselamatan pekerja, justru berubah menjadi perangkap maut akibat kondisi kabel yang tidak aman. Struktur logam scaffolding sangat efisien dalam menghantarkan listrik, menjadikannya sangat berbahaya jika terjadi kebocoran arus atau kontak dengan kabel listrik tanpa isolasi yang memadai.

"Dari hasil visum luar, korban meninggal dunia murni karena tersengat listrik. Tidak ditemukan adanya tanda-tanda kekerasan pada tubuh korban," jelas Ipda Nanang. Pernyataan ini memastikan bahwa Miseran murni menjadi korban kecelakaan kerja akibat sengatan listrik, tanpa adanya indikasi lain yang mencurigakan. Visum luar biasanya dilakukan untuk mengidentifikasi tanda-tanda fisik yang konsisten dengan sengatan listrik, seperti luka bakar pada titik masuk dan keluar arus, serta tidak adanya luka lain yang menunjukkan perkelahian atau kekerasan.

Kabar duka ini segera menyebar dan membawa kesedihan mendalam bagi keluarga Miseran di Desa Ngrendeng. Jenazahnya kemudian dibawa ke rumah duka untuk segera dimakamkan. Sementara itu, rekan korban yang sempat tersengat listrik lebih dulu dilaporkan selamat setelah mendapat pertolongan cepat dari warga sekitar. Meskipun selamat secara fisik, pengalaman traumatis tersebut kemungkinan besar akan meninggalkan bekas mendalam pada dirinya, menjadi saksi bisu atas pengorbanan heroik Miseran.

Peristiwa ini kembali mengangkat isu krusial mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di sektor konstruksi, khususnya terkait bahaya listrik. Polres Tulungagung mengimbau masyarakat, terutama para pekerja proyek dan pihak kontraktor, untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap instalasi listrik di area kerja. Lingkungan kerja yang banyak menggunakan material logam, seperti scaffolding, menjadi sangat rentan terhadap insiden sengatan listrik jika tidak dikelola dengan benar.

"Kami mengimbau agar setiap pekerjaan yang berpotensi bersinggungan dengan listrik dilakukan dengan pengamanan maksimal dan peralatan sesuai standar keselamatan," pungkas Ipda Nanang. Imbauan ini bukan sekadar formalitas, melainkan sebuah peringatan serius yang didasarkan pada pengalaman pahit. Pencegahan kecelakaan kerja akibat listrik memerlukan serangkaian langkah proaktif dan komprehensif.

Pertama, pemeriksaan instalasi listrik secara berkala dan menyeluruh harus menjadi prioritas utama. Kabel-kabel harus dipastikan dalam kondisi baik, tidak terkelupas, dan terpasang dengan benar. Penggunaan kabel yang memenuhi standar SNI dan memiliki isolasi yang kuat sangat penting. Kedua, sistem grounding atau pentanahan yang efektif wajib dipasang pada semua peralatan dan struktur logam, termasuk scaffolding, untuk mengalirkan arus listrik yang bocor langsung ke tanah, sehingga mencegah sengatan listrik.

Ketiga, penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) yang sesuai standar, seperti sarung tangan listrik, sepatu keselamatan dengan sol isolasi, dan helm pengaman, harus diwajibkan bagi semua pekerja yang berinteraksi dengan listrik atau area berisiko tinggi. Keempat, pelatihan dan edukasi tentang bahaya listrik, prosedur keselamatan, dan tindakan pertolongan pertama pada korban sengatan listrik harus diberikan secara rutin kepada seluruh pekerja. Mereka harus tahu bagaimana mengidentifikasi bahaya, bagaimana merespons dalam situasi darurat, dan kapan harus mematikan sumber listrik utama.

Kelima, pengawasan ketat dari mandor atau supervisor di lapangan sangat krusial. Mereka bertanggung jawab memastikan bahwa semua prosedur keselamatan dipatuhi dan bahwa lingkungan kerja aman. Budaya "lockout/tagout" (LOTO) harus diterapkan untuk memastikan bahwa sumber energi berbahaya telah dimatikan dan tidak dapat dihidupkan kembali secara tidak sengaja saat pekerjaan perawatan atau perbaikan sedang berlangsung.

Tragedi yang menimpa Miseran di Tulungagung ini adalah pengingat yang sangat menyakitkan akan harga yang harus dibayar ketika keselamatan kerja diabaikan. Ia adalah pahlawan tanpa tanda jasa yang mengorbankan nyawanya demi orang lain. Semoga kematiannya tidak sia-sia, tetapi menjadi momentum bagi semua pihak – pemerintah, kontraktor, dan pekerja – untuk serius menerapkan dan mematuhi standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Setiap nyawa pekerja sangat berharga dan tidak ada proyek yang sebanding dengan kehilangan satu pun jiwa. Penerapan K3 yang maksimal bukan hanya kewajiban hukum, melainkan juga cerminan dari tanggung jawab moral dan etika terhadap para pekerja yang menjadi tulang punggung pembangunan bangsa.

[nm/kun] rakyatindependen.id

Baca berita lainnya di Google News atau langsung di halaman Indeks Berita

Exit mobile version