Kuasa Hukum Ajukan Banding atas Vonis Seumur Hidup Terdakwa Mutilasi Koper Merah Kediri

Kediri – Kuasa hukum Rohmad Tri Hartanto, terdakwa dalam kasus pembunuhan disertai mutilasi mayat dalam koper merah yang menghebohkan publik Kediri, secara resmi mengajukan banding. Langkah hukum ini merupakan respons terhadap putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Kota Kediri yang sebelumnya menjatuhkan vonis penjara seumur hidup kepada klien mereka. Keputusan untuk menempuh jalur banding ini menunjukkan tekad tim kuasa hukum untuk memperjuangkan keadilan yang mereka yakini belum tercapai dalam putusan tingkat pertama.

Mohammad Rofian, salah satu anggota tim kuasa hukum terdakwa, dalam keterangannya memastikan bahwa upaya hukum banding tersebut telah didaftarkan secara resmi ke PN Kota Kediri. Proses pendaftaran ini dilakukan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), menegaskan bahwa semua prosedur hukum telah dipenuhi. “Kalau kemarin di persidangan kita menyatakan pikir-pikir. Di dalam KUHP untuk proses upaya hukum itu ada jangka waktu 7 hari. Nah, ini sebelum 7 hari kita menyatakan banding. Jadi kita nanti menandatangani akta,” ungkap Rofian pada Senin, 15 September 2025, menjelaskan kronologi dan formalitas pengajuan banding. Pernyataan pikir-pikir memberikan waktu bagi tim pembela untuk menganalisis putusan dan memutuskan langkah selanjutnya, dan dalam kasus ini, keputusan bulat adalah mengajukan banding. Penandatanganan akta banding menjadi momen formalisasi niat hukum tersebut.

Keputusan krusial untuk mengajukan banding ini tidak diambil tanpa pertimbangan matang. Rofian menuturkan, tim kuasa hukum telah melakukan kajian mendalam terhadap salinan putusan yang dikeluarkan oleh majelis hakim. Dari hasil kajian tersebut, mereka sampai pada kesimpulan bahwa amar putusan tersebut dinilai tidak sepenuhnya mencerminkan rasa keadilan, terutama dalam aspek penafsiran dan penerapan pasal hukum yang digunakan. Poin utama keberatan mereka terletak pada konstruksi hukum yang diterapkan hakim, khususnya terkait dengan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.

“Karena apa? karena di dalam halaman 121 menyatakan terdakwa melakukan pembunuhan berencana dengan alasan bahwa dilatarbelakangi dendam. Padahal antara terdakwa dan korban kan dulunya ada hubungan khusus. Nah, kemudian si terdakwa ini ingin keluar dari hubungan khusus itu dan kemudian si korban dalam salinan putusan mengatakan bahwa dia ingin tetap bersama Rohmad,” beber Rofian, menjelaskan inti dari perbedaan penafsiran fakta antara putusan hakim dan pandangan tim kuasa hukum. Menurut tim pembela, adanya hubungan khusus antara terdakwa dan korban, serta keinginan terdakwa untuk mengakhiri hubungan tersebut yang ditolak oleh korban, tidak serta-merta dapat diartikan sebagai motif dendam yang mengarah pada perencanaan pembunuhan. Mereka berargumen bahwa dinamika hubungan tersebut lebih menunjukkan konflik personal yang memuncak, bukan niat jahat yang telah direncanakan secara matang.

Lebih lanjut, tim kuasa hukum juga mengkritisi konstruksi hukum yang digunakan hakim, yang dinilai tidak sesuai dengan fakta-fakta yang terungkap selama persidangan. “Pandangan hakim bahwa Rohmad sudah menyimpan dendam dan dipicu pada saat di salah satu hotel ada umpatan dari korban bahwa anak terdakwa disumpahi ‘perempuan nakal’. Dalam fakta persidangan terdakwa tidak membawa peralatan ketika di hotel apalagi yang pertama kali mengajak di hotel kan korban,” ucapnya. Poin ini sangat penting dalam perdebatan mengenai unsur perencanaan. Jika terdakwa datang ke hotel tanpa persiapan atau alat untuk melakukan kejahatan, dan bahkan korban yang pertama kali mengajak bertemu, maka sulit untuk membuktikan adanya niat dan perencanaan pembunuhan yang sudah matang sebelumnya. Umpatan yang terjadi saat itu, menurut tim pembela, lebih mungkin memicu tindakan spontan yang dilandasi emosi sesaat, bukan hasil dari dendam yang telah dipendam dan direncanakan.

Menurut tim pengacara, unsur Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, yang mensyaratkan adanya niat yang telah dipikirkan masak-masak (voorbedachte raad) sebelum tindakan pembunuhan dilakukan, tidak terpenuhi dalam kasus ini. Mereka berpendapat bahwa pasal yang lebih tepat untuk diterapkan adalah Pasal 351 Ayat 3 KUHP tentang penganiayaan yang mengakibatkan kematian, atau setidaknya Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan biasa yang tidak disertai unsur perencanaan. Perbedaan penerapan pasal ini memiliki implikasi signifikan terhadap beratnya hukuman yang dijatuhkan. Pembunuhan berencana (Pasal 340) dapat dikenai hukuman mati atau penjara seumur hidup, sementara pembunuhan biasa (Pasal 338) atau penganiayaan yang menyebabkan kematian (Pasal 351 ayat 3) memiliki rentang hukuman yang lebih rendah. Ini menjadi inti dari perjuangan hukum yang sedang mereka lakukan di tingkat banding.

Setelah proses pendaftaran banding selesai, tim kuasa hukum kini memiliki waktu tujuh hari untuk menyerahkan memori banding. Memori banding ini merupakan dokumen hukum yang berisi secara rinci alasan-alasan hukum dan fakta-fakta yang mendukung keberatan mereka terhadap putusan PN Kota Kediri. Dokumen ini akan menjadi landasan bagi Pengadilan Tinggi untuk meninjau kembali kasus tersebut. Saat ini, memori banding tersebut tengah dipersiapkan dengan cermat oleh tim kuasa hukum, mencakup analisis mendalam terhadap putusan hakim, argumen-argumen hukum yang relevan, serta fakta-fakta persidangan yang mereka yakini diabaikan atau salah ditafsirkan. Proses ini membutuhkan ketelitian dan pemahaman hukum yang mendalam untuk menyusun argumen yang kuat dan meyakinkan.

Kasus yang menjadi sorotan publik ini bermula dari sebuah peristiwa pembunuhan sadis yang terjadi di sebuah hotel di Kota Kediri pada Januari 2025. Korban, Uswatun Khasanah (29) yang berasal dari Kabupaten Blitar, ditemukan tewas setelah dibunuh secara keji dan dimutilasi oleh terdakwa Rohmad Tri Hartanto, seorang warga Tulungagung. Kejahatan ini tidak hanya mengerikan karena tindakan pembunuhan dan mutilasi, tetapi juga karena cara terdakwa berusaha menghilangkan jejak. Potongan tubuh korban ditemukan disimpan dalam koper merah yang kemudian dibuang di wilayah Kabupaten Ngawi. Sementara itu, bagian tubuh lainnya disebar di beberapa lokasi berbeda, mencapai hingga wilayah Trenggalek dan Ponorogo. Penemuan potongan tubuh yang terpisah-pisah ini sempat menyulitkan identifikasi dan penyelidikan awal, menimbulkan kengerian di masyarakat.

Proses penyelidikan yang intensif akhirnya berhasil mengidentifikasi korban dan menangkap pelaku, Rohmad Tri Hartanto. Pengungkapan kasus ini membuka tabir kekejaman yang telah dilakukan, memicu kemarahan publik dan menuntut keadilan. Persidangan yang berlangsung di PN Kota Kediri menjadi perhatian luas, mengingat beratnya dakwaan dan fakta-fakta mengerikan yang terungkap. Vonis seumur hidup yang dijatuhkan oleh majelis hakim merupakan cerminan dari keseriusan kejahatan yang dilakukan. Namun, hak untuk mengajukan banding adalah bagian fundamental dari sistem peradilan yang memastikan bahwa setiap terdakwa memiliki kesempatan untuk meninjau kembali putusan yang dianggap tidak adil.

Pengajuan banding ini menandai babak baru dalam perjalanan hukum kasus mutilasi koper merah. Dengan adanya banding, kasus ini akan kembali ditelaah oleh majelis hakim di tingkat Pengadilan Tinggi. Pengadilan Tinggi akan mengevaluasi apakah putusan PN Kota Kediri telah sesuai dengan hukum dan fakta-fakta yang terungkap di persidangan. Mereka akan mempertimbangkan argumen-argumen yang diajukan dalam memori banding oleh tim kuasa hukum, serta tanggapan dari Jaksa Penuntut Umum. Hasil dari proses banding ini bisa beragam: Pengadilan Tinggi dapat menguatkan putusan Pengadilan Negeri, membatalkan putusan dan memerintahkan persidangan ulang, atau mengubah putusan yang telah ada. Apapun hasilnya, proses ini penting untuk memastikan setiap aspek hukum telah ditinjau secara menyeluruh demi tercapainya keadilan. Perjuangan Mohammad Rofian dan timnya menunjukkan bahwa meskipun vonis telah dijatuhkan, upaya hukum untuk mencari keadilan yang lebih substansial masih terus berlanjut. Masyarakat akan terus menanti bagaimana babak lanjutan dari kasus mengerikan ini akan berakhir di mata hukum.

Baca berita lainnya di Google News atau langsung di halaman Indeks Berita rakyatindependen.id

Exit mobile version